obsidian

10 1 0
                                    



Cal, kamu harus ingat bahwa hidup itu tentang menyelamatkan dan diselamatkan, kamu yang menguatkan ku dengan ucapan tersebut. Kala itu kamu memegang secangkir kopi pahit yang masih mengepulkan asap dari gelas belimbing yang selalu dipakai mamaku untuk menakar tepung dan gula. Aku teringat bagaimana sosok mu masih segelap obsidian tanpa celah, kukira kau marah padaku sebab mengeluh tentang rapat kerja yang tak sesuai harapan, wajahmu yang padam oleh lelah sehabis kelas pula matamu yang menyorot tajam tiap kali aku ucapkan keluhan dan makian pada semesta.

Baru aku sadari sekarang, Cal, bahwa keluhmu tak pernah sekalipun lolos dari bibir yang selalu mendebatkan persoalan sosial di atas podium, dan lelahmu tak memberikan ruang tuk mengkambinghitamkan keadaan. Malam itu aku belum tahu jika obsidian yang tengah menelisikku dengan ejekannya adalah sosok sehangat mentari dengan kekuatan konstelasi alam semesta.

Kamu bilang tidak apa-apa jika menyelamatkan diri sendiri terlebih dahulu diatas semuanya, sebab kita tidak pernah menjadi egois dengan mengutamakan kebahagiaan sebagai tujuan. Aku tahu Cal, ucapanmu terlampau benar dan tak ada sanggahan, kecuali jika Tuhan ingin kamu dibenci atau jika lawan debatmu lebih hebat dari bintang di rasi scorpio. Kamu tidak pernah menjadi kecil dan takut, mungkin karena hukum yang akan kamu ampu di masa depan atau karena kamu memang sekuat warna hitam. Aku tidak tahu yang mana, tetapi ingat Cal bahwa kamu selalu menjadi kekuatanku, bisa apa aku tanpa ucapanmu? hanya bisa menjadi seorang yang senang merutuk dan bersedih sepanjang malam.

Sepanjang hidup, aku tidak pernah mengharapkan pangeran berkuda putih, pun tidak mengharapkan kehadiran seseorang sebagai tempat bernaung, yang ku lakukan hanya berdiri sendiri seperti seekor landak yang tak punya teman. Namun, kamu datang seperti bayangan lalu ucapkan kalimat yang membuatku tak bisa tidur saban malam.

Kamu bilang bahwa manusia sepantasnya untuk diselamatkan dari kekejaman takdir dan beratnya dunia. Pikul beban bersama lebih ringan dibanding menariknya, bukan begitu? tapi, Calvin Antares, apakah aku pantas untuk diselamatkan? saat itu kamu ucapkan iya tanpa ragu, mengangguk bagaikan boneka karakter di dashboard mobilku. Saat itu kupu-kupu memenuhi perutku, semuanya seindah taman bunga, dan aroma manis dari jatuh cinta tak pernah membuatku senyaman ini. Aku penuh dengan kebahagiaan, perasaanku tak pernah sedamai saat bersamamu, keberanian yang seringkali kulihat di teks book mata kuliah pembentukan karakter sekarang bukan lagi teori belaka. Setelah bersamamu semuanya terlihat begitu mudah dan indah, kamu selalu tahu itu.

Lalu, bagaimana denganmu Cal? bagaimana konsep penyelamatan dan diselamatkan milikmu? apa itu berlaku untuk dirimu sendiri?

Kamu ucapkan berkali-kali padaku yang selalu anggap itu rumah, kuatkanku yang mengeluh dengan dunia, beranikanku untuk melangkah pada pijakan yang belum terjamah. Aku anggap kamu penyelamat, sebuah tempat paling aman yang pernah Tuhan kirimkan dan kamu bilang tidak apa-apa jika semuanya tidak indah sebab bungapun tak selamanya dalam fase merekah.

Iya, tak selamanya merekah. Seperti aku dan kamu yang diterpa badai di siang bolong, agaknya bunga kita pun menuju pada ambang akhir perekahan. Ucapan yang kamu berikan padaku tak pernah menjadikanmu sebagai tempat pulang, Cal. Rumahku tak pernah senyaman apalagi seaman ini, bising dunia tak jadi membuatku takut, namun tetap Cal aku takut. Aku takut dengan semua kebahagiaan ini. Bagiku semuanya terlihat semu, hanya bayangan, dan mendistorsi realitas yang ada. Penyelamatan yang kau lakukan padaku pun tak sempat kubalas dengan hal serupa, kamu ucapkan makian saat ku ucap perpisahan. Kecewamu tak pernah semenyakitkan ini sebelumnya, kamu merutuki dunia dengan menyalahkan hujan yang sedang mengguyur bumi. Nelangsa yang kau terima pun bagiku derita.

Tak ada Cal, tak ada hubungan semacam ini. Semuanya abu-abu, tak ada bintang yang jatuh hanya untuk keegoisannya mengejar cheetah di lapangan tandus afrika. Tak ada pijaran yang redup hanya untuk menerima sumpah serapah. Aku bilang, kamu tidak perlu menyelamatkan siapapun. Kamu bukan petugas sosial, Calvin.

Aku hanya egois, Cal, aku egois, yang kulakukan kini setelah kau putuskan untuk memblokir seluruh akses kita untuk saling terhubung adalah menatap pada langit malam, ada sirius yang bersinar, tak ada antares yang mengalahkan sinarnya, yang ku temukan hanyalah bulan yang menggantung sendirian mengejekku yang masih belum beranjak meninggalkan bayangmu. Malamku sepi dan aku mempertanyakan bimbang yang menggelayuti tentang kata pisah yang sebenarnya tak sampai hati kuucapkan. Namun aku tahu, obsidian tanpa celah itu harusnya tak terisi oleh apapun, dia hanya pantas didampingi oleh sapphire yang pun tanpa cacat dan aku sadar bukanlah diri ini yang harus ada disana.

Aku menautkan jari setiap malam, merapalkan doa yang diharap sampai pada langit, tersampaikan pada Tuhan lalu ditransmisikan menjadi guratan takdir semesta. Kuharap ia goreskan banyak kebahagiaan pada halamanmu sebab kebaikan dan ketulusanmu pantas dihadiahi kedamaian.

Calvin, pada harimu yang terkadang seberat dunia dan seisinya juga pada lenggangmu yang tak selalu seringan bulu, apakah sudah hapuskan aku di dalamnya?

***

name always goes to eskalokal on twt!!!!thx u so much!♡

cerita ini pernah di publish di medium pada 4 januari 2021 dengan judul yg berbeda, idenya muncul karena konten padlet anak eska as mantan :( sekarang icalnya udah lulus~~~ jadi sarjana haha hihi tapi aku masih huhu huhu nangisin tugas TT

simpul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang