tiga, bulan kesepuluh

3 0 0
                                    

your light illuminates the world, my love.

malam ini aku tidak melihat chandra. sepertinya ia malu sebab sedari petang mega tutupi ia dengan ruahkan bahtera. ini sabtu malam, namun aku tidak dapat keluar selangkah pun dari pintu rumah. hujan mengguyur bak lakon bima yang dirundung nestapa sepanjang hidup, tak berkesudahan. terkadang aku ayunkan pertarungan pada chandra berwujud manusia, namun ia merengut dengan malu-malu —eh? sebentar.

ah... chandra bukan hilang, tapi ia sedang malu. chandra malu sebab dia berada disini bukan di angkasa sana. penggalan rasi bintang libra ini sedang meniup lilin membentuk simbol duapuluh empat tak jauh dari tempatku menyesap kopi. dengan mata terpejam rapalkan doa, ia tiup api diujung sumbu lentera, lantas ucapan selamat terdengar bertabrakan dari layar benda pintar yang terbuka tampilkan tujuh wajah pemuda yang aku kenal sebagai teman lama.

aku sebut ia bijaksana, umurnya masih belum mencapai seperempat abad tapi ia gunakan itu selama berabad-abad. dia tertawa kala aku sebut usianya lebih dari sebelum masehi, pula hanya sepenggal kata yang terucap begitu paham lelucon hambar dan kuno milikku, "ngaco."

"yang penting aku sayang kamu." kataku begitu ia akhiri video conference bersama kawan-kawannya. ia tatap aku begitu manis, rupa miliknya masih sama seperti bertahun-tahun yang lalu, ia tetap perwakilan namanya. chandra. orang tuaku bilang artinya rembulan.

"makasi ya," ucapnya begitu aku hampiri dia yang duduk di lantai sembari menempelkan punggung di kaki sofa, "buat semuanya."

aku layangkan tawa. ia menatapku sedemikian bingung saat bermenit-menit kemudian tak kunjung reda. chandra sodorkanku gelas air mineral miliknya, sebut aku berlebihan sebab sekarang aku merasa tengah diambang kematian karena tersedak air liurku sendiri.

"kamu ketawa kaya orang kesurupan." katanya saat aku hampir telan habis air di tenggorokan. aku pukul tubuhnya bertubi-tubi, "tuhkan! jujur, kamu kesurupan kan?"

aku pukul bahunya sekali lagi, "mana ada orang kesurupan bilang-bilang!"

dia tertawa lagi. renyah sekali. suaranya bak air hujan yang mendarat di tanah secara bergantian, menurutku itu menenangkan. dua parit di pipinya semakin dalam kala mata itu juga menyabit seperti namanya. aku rasakan jatuh cinta berkali-kali lipat saat tawa itu mengalun tinggalkan kotak suara di relung terdalam laring miliknya. ada amor tiap kali suara itu masuki runguku.

"aku yang harusnya berterimakasih sama kamu." ucapku begitu ia pandangiku lama, tak berkutik sedikit pun tuk alihkan netranya dari wajahku.

"kenapa begitu?" ucapnya begitu lihat aku tak lanjutkan tujuan.

"janji dulu gak akan motong ucapanku."

chandra, walaupun kelihatan bingung, anggukan kepala patuh. ia pandangiku penuh perhatian layaknya anak anjing yang menunggu majikannya tiap pulang sekolah untuk bermain lempar tangkap, patuh dan menggemaskan. aku berikan senyum paling tenang yang pernah kulakukan, ia balas demikian. ah... rasanya aku ingin masuk ke dalam obsidian penuh galaksi itu lalu melayang bersama gugusan bintang menuju planet terluar dari jangkauan —untuk mengetahui seberapa besar presentase jatuh cinta milikku.

"terimakasih karena gak pernah nyerah walau dunia rasanya kadang gak pernah berpihak sama kamu." ucapku awali sesuatu yang semenjak kemarin sudah bergumul di kepala, ia sebut aku hanya sedang dalam keadaan emosional. bukan chandra, aku begini karena rasanya semua cinta yang bermekaran di dadaku meminta jalan keluar sebelum mereka meledak dan hilang dihempas angin.

"terimakasih karena selalu menjadi bijaksana walau keadaan kadang menghimpitmu untuk merasa sangat gegabah dan takut." chandra geser tubuhnya mendekatiku, aku tidak tahu apa nama yang tepat untuk menggambarkan ekspresi diwajahnya karena yang kulihat semuanya bercampur menjadi satu.

"terimakasih karena selalu meluangkan waktu untuk orang-orang terdekatmu walau sibukmu seperti pisau yang digoreskan tiap kali jarum jam bergerak."

"hei! kenapa perumpamaannya serem banget?" ucap chandra tak terima, ia layangkan protes, namun aku segera cegah dia untuk tidak ucapkan satu katapun seperti janji diawal. dengan wajah merengut, dia kembali tenang seperti semula.

"terimakasih karena selalu jadi tempat pulang paling nyaman, tempat curhat paling aman, dan teman ngobrol paling asik yang pernah ada di dalam hidupku," aku menepuk kedua bahunya, tempat dimana semua beban ia tanggung sebegitu banyak, "disini udah banyak beban yang kamu pikul tapi dengan senang hati kamu selalu bersedia jadi sandaran orang lain, terimakasih."

"dan yang terakhir walaupun gak terakhir banget, terimakasih untuk memilih hidup seperti inginnya kamu," aku lihat ia dimata, "kamu berharga dan akan terus berharga bagi aku dan bagi orang-orang di luar sana yang sayang sama kamu."

aku akhiri disana. namun, percayalah ucapanku disana hanyalah nol koma sekian dalam presentasi hutang terimakasihku pada chandra. aku bersungguh-sungguh atas semua yang kuucapkan. sebab chandra layak diberikan bahagia dibanding angka dua dan empat sebagai perhitungan. ia layak dihadiahi tenang dan damai.

seperti dalam sajakku terakhir kali, aku sebut chandra layaknya panglima perang milik rembulan. sinarnya memancar pada tiap-tiap belahan dunia bak lentera keadilan. aku sebut sinar itu sebagai filsafat ilmu yang mengajarkan kebijaksanaan. sebab walau dunia penuh dengan jelaga, chandra akan terus bersinar tak henti-henti.

walaupun demikian aku ingin lihat ia duduk dan minum kopi selagi ada waktu, teriakan keluh kesah upaya hilangkan kerutan di ujung mata tiap kali ia menahan amarah, pula aku ingin lihat ia lepaskan penat diujung hari sebagaimana aku melepas penat padanya.

aku tersenyum untuk terakhir kalinya sebelum tubuh kami bertabrakan menjadi satu kesatuan yang hangat, "terimakasih dan selamat ulang tahun, aku sayang kamu, chan."

***

*hm breath out breath in* another love sequence of eskalokal~ love in the air~ (jangan bilang bayuaji kalo ini eve's point of view!)

ceritanya pernah dipublish di medium dengan judul yg sama dalam rangka merayakan ulang tahun bangchan!


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

simpul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang