chapter 1. mati konyol

20 5 1
                                    

-no plagiat!- penjualan pdf dilarang keras

Seketika cahaya panggung yang bersinar, samar- samar menghilang.
"Kenapa tiba tiba?" Joseph Arthur mencoba meraba raba tubuhnya. Rasa sakit mendadak hilang. Ia ingat ada beberapa belati menancap di tubuhnya, serta perasaan sesak menyelimuti paru paru. Ia hampir tidak bisa bernapas sesaat setelah ada oksigen yang terhirup.

Terbangun dalam kondisi aneh malah membuat Joseph terus meraba seluruh tubuhnya. Belati itu nihil! Tidak ada! seakan tertelan oleh entah apa.

Joseph mulai membuat ekspresi gugup di wajahnya. Terlihat bagaimana keringat dingin bercucuran dengan derasnya.
"Neraka? Secepat itu aku sudah berada di neraka?" seolah memastikan di mana ia berada, Joseph menelengkan kepala. Lalu bertanya pada diri sendiri. Joseph duduk dengan santai, melepaskan segala kegugupan dengan sekali tarikan napas yang cukup panjang.

Tidak usah banyak berpikir, itulah prinsipnya. Mati muda juga tidak ada salahnya.
"Mati muda? Kata siapa? Jadi kau bukan malaikat yah?" seseorang berbicara dari balik tubuhnya. Tempat kosong itu sekarang mencoba berbincang dengannya.

---

Konyol sekali kalau menceritakan bagaimana cara Joseph bisa mati. Hari itu adalah hari perdananya menjadi seorang pesulap ternama. Di era 1980-an ini cukup banyak pesulap handal yang mulai bersinar terang di atas panggung. Namun, mereka semua adalah pembohong!. Begitulah pikir Joseph awalnya sebelum mengenal sulap.

Sekarang ia tidak menganggap mereka adalah pembohong. Pemikiran itu berbalik. Kini penonton lah yang bodoh karena mempercayai sulap itu hal yang nyata.

"Simsalabim." Kata pertama yang menjadi andalan setiap pertunjukan sulap di mulai. Setelah itu, pemeran utama yang berada di panggung akan membuat mata para penonton berkilap senang. Kemudian burung kecil berwarna putih akan muncul dari balik topi, anak kelinci dan banyak hal lagi.

Tongkat penyihir mulai di angkat. Pemeran utama segera melafalkan mantra utamanya. Tidak lupa untuk diakhiri kata simsalabim pula. Dan wush! Dia menghilang dari atas panggung dengan ledakan konfeti berupa potongan kertas berwarna warni yang indah.

Harusnya Joseph, lelaki itu melakukan hal serupa seperti yang diimpikannya selama ini. Berada di atas panggung besar, tirai terbuka ke sisi kanan dan kiri. Lalu sorak sorai mulai berdatangan.

Kemudian ia memasuki salah satu kotak berupa kaca tembus pandang yang sudah diletakkan beberapa trik. Asisten panggungnya akan mulai menusukkan belati beberapa kali lalu bagian dalam kaca akan dipenuhi pasir.

Apa yang bisa Joseph lakukan? Melarikan diri dengan cara kabur dari pintu belakang yang sudah dibuat. Lalu ia akan kembali seolah olah jebakan seperti itu sangat mudah bagi pesulap seperti dirinya. Sayangnya pintu bagian belakang tidak bekerja, sekuat apapun ia meronta di dalam ruang aneh itu. Pintu di balik punggungnya kukuh tertutup rapat.

Ia mulai kesulitan bergerak saat belati yang terkesan kecil menancap perlahan ke dalam tubuhnya. Joseph merasakan sakit yang teramat mengerikan. Namun, dengan handalnya ia mempertahankan ekspresi wajah seolah tidak terjadi apapun padanya.
Joseph berusaha tersenyum, tidak berselang lama kemudian. Senyuman itu musnah setelah pasir mulai dijatuhkan.

Pasir yang jatuh juga membuat hidungnya sulit untuk bernapas. Beberapa butir pasir tersedot ke dalam. Lalu memenuhi ruang kaca transparan itu. Dan di sinilah ia berada sekarang. Terjebak di antara kematian yang mutlak.
Terakhir sebelum sorotan cahaya benar benar sirna. Sorak sorai ketakutan dari para penonton membumbung tinggi. Membuat bulu kuduknya sempat berdiri tidak percaya. Semua sudah selesai sekarang, cerita mengharukan itu usai secara konyol.

Berakhirlah dirinya di ruangan gelap tanpa ujung. Seseorang seolah mematikan lampu agar terlihat menyeramkan. Samar bisa terdengar suara riang anak kecil yang tengah berlari larian di sekitarnya.
"Kau itu seperti manusia!"
"Aku memang manusia!" ucap Joseph kesal. Dengan beberapa bekas darah di tubuhnya, ia memang lebih mirip seperti Zombie ketimbang manusia. Tapi anak kecil ini tidak paham sama sekali!. Ia dengan sengaja memperburuk suasana hati Joseph.

"Kau mau bermain denganku?" ajaknya tiba tiba.
"Pertanyaan bodoh apa lagi ini? Apa aku terlihat seperti ingin bermain main denganmu?" Joseph membulatkan matanya, memelototi entah siapa yang ada di sana. Hanya kegelapan yang sepertinya bermain main dengan lelaki lajang itu.
Anak kecil itu berdehem selayaknya orang tua. "Heum.. kukira orang dewasa suka bermain main? Lagi pula kau lebih mirip seperti badut dengan riasan seperti itu!" diselingi suara tertawa yang keras. Perut anak kecil itu akan kesakitan kalau membuka mulutnya lebih lebar lagi. Sayangnya Joseph tidak memperdulikan ucapan penuh ejekan itu.

"Lagi pula," ucapnya tiba tiba saat suasana menjadi hening. "Apa yang anak kecil lakukan di sini?"
"Entahlah, aku juga lupa kenapa berada di sini. Banyak orang yang menanyakan hal yang sama saat mendengar suaraku." Anak kecil itu menjawabnya dengan jujur. Tidak ada keraguan sedikit pun dari ucapannya. Semua terdengar seperti sudah direncanakan.
"Jadi apa aku ada di? Di mana ini? Neraka?"
"Kau terus mengucapkan hal yang sama, neraka- lah atau apalah. Apa tempat ini seburuk itu?" anak Kecil itu mulai kesal setelah beberapa pertanyaan diajukan bersamaan oleh Joseph.

"Baiklah," lidah Joseph keluh. Ia tidak ingin berbicara lebih banyak. Namun, anak kecil ini nampaknya sedikit memaksa.
"Aku mati tertusuk belati dan kehilangan napas serta banyak darah yang berceceran. Bukankah aneh mendapati seorang anak kecil tengah berbicara denganku? Apalagi tempat ini lebih gelap ketimbang toilet dalam pusat perbelanjaan." Joseph mulai mengutarakan perasaan hatinya.

"Di sini? Apa kau merasa gelap berada di dalam sini?" tanya anak kecil itu memastikan.

"Apa pertanyaanku terdengar aneh?" Joseph balik bertanya.
"Mungkin kau lupa untuk membuka matamu?" anak kecil itu memberitahunya.
Keadaan menjadi hening lagi. Tidak ada yang mengatakan apa pun. Joseph diam begitu pula anak kecil yang menjadi lawan bicaranya.

Tidak ada seorang pun dari mereka yang berani berbicara.
Joseph mulai meraba bagian wajahnya. Ia cukup yakin sudah membuka mata tadi. Tapi sekarang? Tempat ini gelap karena ia menutup matanya sendiri? Apakah itu cukup masuk akal?. Benar, semua hal di dunia tidak ada yang masuk akal. Begitu pula dengan kehadiran dirinya.

"OH!" anak kecil itu berteriak tertarik melihat pergerakan pasir Joseph.
"Kau mulai meraba wajah tampanmu itu!" dilanjutkan dengan tawa cekikikkan. Anak kecil itu terus menerus bersorak oh! Dan juga bersorak eh!.

"Bisakah aku membuka mata?" Tanya Joseph memastikan.
"Tentu! Selamat datang di dunia kami. Itu pun kalau kau bisa melihatnya~" ucapan itu terdengar jahil. Anak kecil yang nampaknya berada di depannya itu mulai menjahili Joseph. Mengucapkan ucapan ucapan seram seolah olah mereka tidak bisa terlihat.

Dengan perlahan namun pasti, kedua mata yang terpejam kemudian dibuka.

Ada cahaya yang menusuk matanya. Ia menemukan mereka, anak kecil itu? tidak! Ia menemukan ada beberapa buah boneka yang tengah menatapnya dengan mata berupa kancing.

"Argh!"

Detective Magician : the Death ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang