09 - Saudara

300K 35.3K 1.8K
                                    

Atlanta menatap bengis Rigel yang sedang diberi pertanyaan oleh seorang polisi, musuhnya itu tampak santai menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut sang polisi.

"Saudara Atlanta."

Atlanta langsung berdiri, ia duduk disebelah Rigel.

"Kalian berdua sebagai penanggung jawab tawuran ini. Jangan sampai hal ini terulang lagi, karena kami tidak akan segan-segan memberi sanksi." Polisi tersebut menatap Atlanta dan Rigel secara bergantian.

"Baik, Pak." Atlanta berdiri. Ketika polisi tersebut mengulurkan tangan, ia langsung membalas jabatan tangan. Begitupun dengan Rigel.

Semua keluar dari kantor polisi, kecuali Ayah Clarel yang masih mempunyai urusan dengan polisi tadi.

Atlanta tak memutuskan pandangan dari Rigel yang keluar dari kantor polisi bersama seorang wanita paruh baya berpenampilan sederhana. Atlanta tahu itu bukanlah orangtua Rigel, karena yang Atlanta tahu Rigel merupakan anak dari seorang pengusaha sukses.

Rigel berhenti sebentar, tepat didepan inti RAVOZER. Ia melempar tatapan tajam lalu kembali berjalan.

"Gila," ujar Jendra. Kalau ada Rigel sifat Jendra bisa jadi julid.

"Udahlah," sahut Clarel. "Sekarang kita mau kemana? Markas atau pulang?"

Merasa badannya sangat letih Dedric langsung menjawab. "Pulang, capek."

"Ke markas nanti malam aja," timpal Atlanta.

"Tapi kita pulang pakai apa, nyet?! Motor 'kan di sekolah!" ujar Caesar.

"Punya otak dipakai. Bisa 'kan naik taxi!" jawab Genta pedas.

"Santai mas bro, santai. Ngegas mulu." Caesar geleng-geleng kepala.

"Lo kenapa dah mendadak murung?" tanya Clarel kepada Jendra ketika mereka semua berjalan keluar menuju jalanan.

"Bakalan diomelin sama Bunda gue," jawabnya lesu. Siap-siap saja sampai rumah ia akan mendapatkan omelan dari Bunda tercinta. Kalau beberapa menit sih Jendra oke aja, lah Bundanya ngomelin bisa sampai berjam-jam.

Clarel terkekeh. "Nasib."

"Bangke."

"Udahlah, Jen. Lo tambah burik kalau murung gitu!" kata Genta santai.

"Mirror dikit ye bangsat. Apa perlu gue beliin pabrik kaca supaya lo bisa ngaca?! Wajah kayak babi aja bangga lo!" balas Jendra malah sewot.

Genta lantas mendelik. "Babi mata lo. Gue ganteng gini juga," jawabnya.

Jendra berdecih. "Jangankan manusia, setan aja mikir dua kali ngeliat wajah lo!"

"Sialan!" umpat Genta membuat Jendra tertawa.

°°°°°

"Aden mau pulang ke rumah?" Bu Yanti-wanita paruh baya yang tadi bersama Rigel bertanya kepada anak majikannya itu. Sudah lama rasanya Rigel tidak pulang ke rumah, karena laki-laki itu tinggal seorang diri di Apartemen.

"Ayah dan Bunda di rumah?" Rigel justru bertanya balik. Jika ada kedua orangtuanya di rumah, Rigel malas pulang. Percuma pulang karena ujung-ujungnya ia akan dimarahi habis-habisan.

"Enggak, karena tuan ada pekerjaan diluar kota jadinya nyonya ikut, den."

Rigel mengangguk paham. "Saya pulang, Bi."

Ia memasuki taxi yang berhenti tepat didepannya, disusul oleh Bi Yanti. Ia menyandarkan punggungnya, lalu memejamkan mata karena kelelahan.

ATLANTA (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang