"Nah, Bunda, Bunda duduk disini ya. Kita akan mendorong Bunda diayunan ini."
Diyong menaikan alisnya lalu terkekeh kecil."Ayo Bundaa.." rengek si kecil.
"Iya sayang, baiklah." Dengan begitu Diyong pun mendudukkan pantatnya di ayunan yang dipenuhi bunga itu.
Semilir angin dan juga sedikit dorongan dari ayunan membuatnya begitu sejuk.
"Bunda bisa memejamkan mata Bunda kalau merasa nyaman,"
Diyong lagi-lagi menurut, semilir angin membuatnya seolah tengah terbang seiring berjalannya ayunan. Ia memejamkan matanya begitu damai.
Karena kenyamanan itu hingga Diyong seperti nya mendengar alunan piano yang begitu merdu dan menenangkan.
Melodi piano itu terasa tak asing, Sepertinya itu benar-benar suara piano bukan dari khayalannya saja.
Pada akhirnya Diyong membuka matanya, ia begitu terkejut ketika dihadapannya tersaji pemandangan seseorang tengah memainkan piano.
Yang lebih membuatnya terkejut adalah seseorang yang tengah memainkan piano itu adalah, ya King Zayen.Dadanya bergemuruh, kali ini rasanya berbeda. Entah apa itu, yang terpenting gemuruh di dadanya berbeda dari yang sebelumnya.
Bisa ia lihat jika Zayen disana berhenti memainkan piano. Ia tersenyum menatap Diyong dan perlahan beranjak dari sana; berjalan menuju ayunan tempatnya terduduk.
Yang mengherankan ia tak merasa takut sama sekali hingga sosok itu berlutut tepat dihadapannya.
"Diyong,"
"Ini aku Zayen. Jung Jaehyun milik seorang Jung Taeyong."
"Aku- aku sangat-sangat mencintaimu."
"Ku mohon, aku mencintaimu, tolong jangan membenciku." Ucapnya seraya menautkan tangannya dengan tangan dingin Diyong.
"Mark, Jeno, Sungchan dan juga Beomgyu, mereka anak kita. Buah hati kita, mereka datang untuk menyatukan kita, sayang."
Sial, jantung Diyong rasanya tak karuan. Ingatan nya, ingatannya seolah membawanya terbang hingga kedasar langit.
Ia bisa merasakan jika tubuhnya direngkuh, matanya terpejam kuat dan tak sadar ia menjatuhkan seluruh tubuhnya pada seseorang yang merengkuh nya kuat.
Lagi, entah sinar apa yang begitu menyilaukan menerobos masuk ke indra penglihatannya, suara yang begitu runyam ikut menerobos kedalam indra pendengaran nya.
Hingga sesuatu yang menempel dan menerobos di indra perasa nya membuat nya kembali membuka mata.
Ia begitu terkejut ketika melihat seseorang yang sudah tak berjarak padanya tengah mengecupi dan melumat bibirnya dengan lembut.
Entah kenapa itu membuatnya nyaman, Zayen yang telah berlaku kurang ajar itu seolah menghipnotis dirinya untuk membalas aksi dari Zayen.
Sehingga ia pun ikut memejamkan matanya dan membalas kecupan dan lumatan Zayen dengan sebisanya.
Zayen semakin mengeratkan rengkuhan nya ketika menyadari Diyong membalas ciumannya, ia tersenyum lega disela-sela kegiatannya.
Hingga entah sudah menghabiskan beberapa waktu, suara teriakan nyaring terdengar dari Indra pendengaran mereka lalu tak lama mereka merasakan pelukan hangat.
"Bunda dan Ayah kita sudah kembali, yeay!"
...
Dengan wajah memerah Diyong menyuapkan satu santapan yang dipesan Zayen dan anak-anaknya.
Ya, Diyong sudah mengingatnya. Walaupun belum sepenuhnya, tapi ia telah mengingat jika ia telah menikah dengan Zayen entah berapa abad yang lalu.
"Ayah jangan menatap Bunda terus, wajah Bunda sudah memerah!" Ujar Sungchan mengingatkan, yang sialnya membuat keduanya salah tingkah.
Telinga Zayen ikut memerah, sedang wajah Diyong semakin merona.
"Bukannya berkumpul keluarga, kita sepertinya lebih menjadi nyamuk sepasang kekasih," celetuk Jeno disetujui oleh Mark.
"Ck, kalian ini. Jika ingin pulang, pulanglah saja terlebih dulu."
"Ya, lebih baik begitu. Ayo, adik-adik." Ujar Mark yang disetujui ketiga adiknya.
Diyong masih melongo dengan wajah gemasnya. Ia tersadar akan menahan keempat nya ketika mereka sudah benar-benar pergi, sial hanya tersisa ia dan Zayen disini. Ia malu sekali sekarang!
"Ah, mereka benar-benar pergi. Padahal aku hanya bercanda," sesal Zayen.
Diyong menggaruk pipinya dengan tersenyum canggung.
"Em, lanjutkan saja makannya. Lalu kita menyusul anak-anak," ucapnya.
Sial, ia juga merasa benar-benar canggung saat ini.
Diyong hanya mengangguk pelan.
"Omong-omong, mungkin setelah kita menceritakan ini, orang tua ku akan segera mengambil tindakan,"
Diyong mengerjapkan matanya tak mengerti.
"Maksudku, ah, mungkin jika orang tua ku sudah mengetahui jika kau sudah mengingat nya, orang tua ku akan mengambil tindakan yang lain."
Lagi dan lagi, Diyong menggaruk pipinya tak gatal.
"Em, tindakan apa?"
"Menikahkan kita lagi, mungkin."
Dengan begitu lasagna pedas yang baru saja masuk kedalam mulutnya membuat nya tersedak.
Zayen yang terkejut segera mengambilkannya minum dan menyerahkannya pada Diyong.
Diyong menerimanya dan segera meneguk hingga tandas air putih itu.
"Maaf, aku-
"Em, tak apa. Aku, aku hanya terkejut."
Zayen terkekeh kecil melihat raut wajah Diyong. Ia memajukan tubuhnya, mengulurkan tangannya untuk membersihkan sudut bibir Diyong yang terdapat saus.
"Kau belepotan," ucapnya lalu terkekeh lagi melihat wajah Diyong yang merah merona.
"Ah, em terima kasih." Ucapnya dengan menyeka kembali sudut bibir yang baru saja dibersihkan oleh Zayen.
"Kau terlihat semakin manis jika sedang merona, aku sangat menyukainya."
To be continued
©vvusr_
17 okt 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐘𝐨𝐮 𝐢𝐬 𝐌𝐲 𝐌𝐚𝐭𝐞 ✓ | 𝐀𝐛𝐨𝐯𝐞𝐫𝐬
Fanfictionwho would have thought that someone who was always the victim of bullying was the destiny of my life. Jaeyong area! Mature content! Abovers! Terdapat beberapa adegan kekerasan! Started : 21 Mei 2021 End : 5 November 2021 [©vvusr]