The Flower is Blooming

23 6 0
                                    

"JOLLL! JOLLIIEEEE!"

Terdengar suara perempuan memanggil nama gue. Enggak perlu menoleh ke sumber suara, gue mengenali siapa pemilik suara itu. Namanya Mbak Agnes alias senior slash pembimbing magang gue. Iya, gue magang di perusahaan ini masuk bulan ketiga dan atas kewajiban dari kampus. Setiap mahasiswa yang akan masuk ke semester 7 wajib mengambil kegiatan magang karena terhitung sebagai mata kuliah, ada sksnya. Nah, gue sebagai mahasiswi rajin yang pengen cepat-cepat lulus ngambil deh.

Selama magang di sini gue nyaman sih, karena para karyawannya memperlakukan gue secara baik dan adil. Enggak ada tuh gue merasakan magang rasa perbudakan. Gue magang nine to five. Anak magang dilarang lembur. Kalau ada senior yang ketahuan nyuruh lembur akan kena sanksi. Sanksinya apa, gue kurang tahu. Makan siang pun apalagi pas masuk tanggal muda juga enak, karena dapat traktiran. Makanya uang jajan gue suka utuh.

Bunyi sol flat shoes yang bersentuhan dengan lantai perlahan terdengar mendekati kubikel gue. Mbak Agnes mau ngapain nih?

"Jol, makan siang dulu yuk?"

Oh, rupa-rupanya beliau mau ngajak gue makan siang. Asyikk... Semoga makan gratis. Enggak apa-apa kan ngarep dikit?

"Sebentar lagi ya, Mbak. Nanggung nih masih ada empat kertas yang perlu diskoring."

Aduh, si bahlul kenapa yang keluar malah respon seperti itu? Mulut gue emang harus dilatih tata krama. Apa susahnya tinggal bilang "Ayo mbak! Siap! Mau makan apa? Shaburi? Kintan? Hanamasa? Perut mah aman, dompet yang enggak."

"Udah tinggal aja dulu, kan bisa dilanjut sehabis makan siang? Mau yayaya?"

Gue mikir sebentar, enggak enak nih kalau ada orang yang rada maksa buat ngajak makan. Apalagi kalau orangnya itu senior, gue mengangguk ajalah.

"Sip, kalo gitu aku ke toilet dulu, kamu siap-siap ya. Nanti aku ke sini lagi, kita turun ke bawah bareng."

Belum juga gue ngasih respon, Mbak Agnes udah main jalan aja ke toilet perempuan. Yaudahlah, gue ngerapihin meja kerja yang bentuknya udah enggak karuan. Pulpen, correction tape, penggaris, pensil, spidol merah, dan spidol biru udah acak-acakan lokasinya.

Selagi menyusun lembaran demi lembaran lembar jawaban psikotes serta printilan alat tulis, kok gue merasa seperti ada yang merhatiin gue ya? Aneh banget. Padahal, karyawan di sekitar gue udah pada turun sejak beberapa menit yang lalu, otomatis tinggal gue sama Mbak Agnes aja kan? Hihhh..., jangan-jangan penunggu ruangan ini naksir sama gue! Tapi, kok bulu kuduk gue enggak pada tegak ya?

Daripada pikiran gue semakin melayang-layang ke langit ketujuh, ritme pembersihan meja ini gue percepat. Sial! Kenapa giliran di situasi begini, Mbak Agnes malah enggak datang? Beliau emang sengaja mau numbalin gue atau gimana dah?

Ketika meja kerja sudah elok, gue meraih tas kerja berjenis tote bag berwarna hitam untuk merogoh pouch yang berisikan barang-barang sakti mandraguna selama magang seperti dompet, tisu basah, tisu kering, hand sanitizer, sedotan stainless, dan parfum roll on.

Enggak lama setelahnya, Mbak Agnes datang. Syukurlah, gue pengen segera keluar dari ruangan ini. Takut euy, gue masih muda, banyak mimpi yang mau gue raih, termasuk jadi wanita karir sukses nan aduhai.

Setelah berjalan kira-kira lima menit, sampailah gue dan Mbak Agnes di sebuah gang yang letaknya di samping kantor.

Pas awal-awal magang, enggak pernah tau tempat ini. Taunya dine in di kantin, yang kadang harganya suka enggak masuk ke dompet gue. Sedangkan kalau di sini, bisa dibilang semacam surga makanannya para karyawan perkantoran di sekitaran kantor gue.

BUAH PIKIRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang