Hari ini hari Sabtu. Biasanya, pada hari Sabtu kami pulang 45 menit lebih awal daripada hari-hari biasanya. Aku tidak tahu maksud kepala sekolah memberlakukan aturan tersebut. Mungkin pak kepala sekolah ingin agar para jomblo bergegas pulang ke rumah dan meratapi nasibnya (sumpah ini ngaco).
Terlepas dari itu semua, hari Sabtu ini aku berjanji akan bertukar buku dengan Bu Sophia. Dia mengajakku ke sebuah kafe di pusat kota setelah pulang sekolah. Aku meminta sahabatku, Tara untuk menemaniku ke kafe itu. Jujur, bertemu secara personal dengan seorang guru muda yang manis, yang baru saja aku kenal cukup membuatku gugup.
Aku pulang ke rumah dulu karena kami berjanji akan bertemu jam 4 sore. Layaknya seseorang yang mau kencan, aku berdiam lama sekali di depan cermin. Ketika aku menemukan baju yang pas, teleponku berbunyi.
"Halo?"
"Jadi gak nih Riz?"
"Jadi kok Bu, bentar lagi aku kesana."
"Oke deh cepetan ya."Aku menelepon Tara untuk segera menjemputku. Kami berdua lalu mengendarai sepeda motor menuju ke kafe itu.
"Udah lama Bu?" Sapaku ketika melihat Bu Sophia telah duduk sendirian di kafe tersebut. "Enggak, baru aja kok." Jawabnya agak kesal. Mungkin dia udah nunggu lama karena jam menunjukkan jam setengah 5 sore. "Maaf deh Bu kalau datengnya telat." "Pokoknya kalian harus traktir aku hari ini." Kata Bu Sophia sambil memegang handphone. Aku dan Tara berpandangan sebentar, lalu Tara berbisik kepadaku. "Gila nih cewek." Dengan mengangkat bendera putih sambil meletakkan tangan di atas kepala (baca: gue nyerah), aku berkata, "Ya udah deh Bu nanti aku traktir." Suasana canggung. Ada hening yang cukup lama sampai waiter datang menghampiri kami.
"Mbak mau pesen apa?" Kata waiter tersebut dengan ramah.
"Caille en Sarcophage."
Buset. Bu Sophia bener-bener tau cara buat habisin dompetku. Aku dan Tara berpandangan, lalu dengan satu kedipan mata aku tau kami akan melakukan apa.
"Masnya?"
"Ehmm minum doank kok mbak. Hehe."
"Kalau minumnya mbak?"
"Champagne."
Gila. Setelah makanan mahal Caille en Sarcophage, sekarang Champagne. Apalagi cewek, jarang banget cewek minum alkohol.
"Kalau masnya?"
"Jus apel aja mbak."
"Sama." Kata Tara.
"Ditunggu ya mas, mbak." Waiter tersebut lalu pergi meninggalkan kami.Aku mencoba memecah suasana canggung ini. "Bu Sophia minum alkohol ya?" "Emang kenapa?" Jawabnya ketus. Kalau lagi gini Bu Sophia jadi lebih manis. "Eng..gak apa-apa sih Bu. Gimana nih tukeran bukunya Bu? Aku udah bawa 'Diary of A Wimpy Kid' 4 judul Bu." Kataku. "Aku enggak bawa buku apa-apa." Jawabnya sambil masih melihat ke handphone. Aku dan Tara berpandangan lagi, lalu sejurus kemudian aku berkata, "Jadi kita kesini enggak mau tukeran buku Bu?" "Enggak jadi. Aku cuma mau ngajak kalian keluar. Aku lagi ada masalah nih." Katanya lirih. "Masalah apa Bu?" Tanya Tara. "Gini. Aku sama pacarku putus gara-gara... Dia dijodohin sama orang lain." Katanya menahan tangis. Sekarang Bu Sophia beneran nangis. Panik karena aku belum pernah ngehadapin cewek yang lagi nangis, aku buru-buru berkata, "Eh Bu Sophia jangan nangis. Malu dilihat sama orang lain." "Terus emang kenapa kalau dilihatin orang lain?" Jawabnya kesal sambil masih menangis. Yah salah langkah. Muka Bu Sophia yang imut jadi luntur gara-gara air mata.
"Ceritanya gimana Bu?" Tanya Tara.
Sambil terisak, Bu Sophia memulai ceritanya. "Aku sama pacarku udah pacaran selama 5 tahun. Hubungan kami baik-baik aja, cuma orang tuanya dia nggak tahu kalau kita pacaran. Pas hari ulang tahunnya dia, ortunya ngenalin cewek ke dia dan nyebut cewek itu 'pendamping masa depan' buat dia. Awalnya aku mikir maksudnya apa. Lalu pacarku, ehmm mantan pacarku, bilang ke aku kalau dia dijodohin. Aku syok banget. Aku nggak pernah tau semuanya sampai dia ngomong gitu. Aku sedih banget Riz. Aku nggak pernah patah hati sebelumnya. Dia itu cinta pertamaku. Udah 5 tahun kita berhubungan, tapi kenapa lagi sekarang dia ngomong gitu. Dia orangnya baik, ganteng, pinter, pokoknya perhatian gitu. Aku nggak mau jadi kayak gini Riz." Bu Sophia nangis lagi. Aku yang dari tadi duduk di sebelah Tara, lalu mengambil tempat duduk di samping Bu Sophia. Sambil memberikan sapu tangan, aku berkata, "Udah Bu jangan nangis lagi. Ya namanya hubungan kalau berakhir ya wajar sih Bu. Lagipula ini kan bukan kehendak dia Bu. Udah ikhlasin aja."