1.

2.9K 158 1
                                    

Zhafira Adzkiya Ayesa

Warning!
Buat teman-teman yang baru baca, tapi ceritanya udah ada di perpustakaan kalian udah lama, atau ceritanya mungkin kalian simpan di reading list kalian dan baru mau di baca sekarang. Saran aku, hapus dulu ceritanya, terus add lagi. Soalnya ceritanya baru aja aku revisi. Thanks, and....

Happy reading!
=====

Gadis itu terduduk malas di pinggir lapangan sekolah. Seperti biasa, hari ini terasa membosankan. Lagi-lagi pelajaran pendidikan jasmani. Seharusnya pelajaran satu ini dihapus dari kurikulum sekolah. Mengingat sebagian siswa, terutama gadis itu sendiri tidak mampu melakukan kegiatan yang di ajarkan mata pelajaran tersebut sesuai batas-batas yang ditentukan oleh kurikulum.

Pelajaran pendidikan jasmani menjadi beban tersendiri baginya yang tidak menyukai olahraga, karena sangat menguras energi. Lagi pula hampir semua materi yang ada dalam pelajaran tersebut bisa didapatkan dalam extra kurikuler sekolah, jadi rasanya wajar jika orang-orang sepertinya menolak keras pelajaran satu ini ada dalam daftar pelajaran yang wajib di ikuti setiap siswa.

"Lakukan dengan sungguh-sungguh meski kalian kurang suka dengan materinya, karena apa? Pendidikan jasmani bisa meningkatkan kesehatan dan mental, serta membantu memelihara perkembangan sosial dan moral."

"Hoamm." Matanya semakin terpejam. Dia mulai mengatur posisi duduknya semakin malas. Mengabaikan sindiran yang sudah tentu di layangkan padanya.

"Zhafira. Tolong ulangi apa yang saya katakan barusan," Pak Wawan, guru olahraga, menghampirinya.

"Buat apa?" Tanyanya balik, tidak mengubah posisinya sedikit pun atau sekedar membuka mata.

Pak Wawan berlalu begitu saja dengan langkah lebarnya tanpa memberi respon apa pun lagi. Toh percuma saja berdebat dengan Zhafira, karena tabiatnya yang tidak suka diberi perintah tidak akan berubah. Bukannya sombong, larangan berurusan dengan gadis itu sudah menjadi aturan tak tertulis yang harus dipatuhi.

Setelah kepala sekolah, tidak ada satu orangpun yang mampu melawan kehendak Zhafira, bahkan para guru sekalipun. Karena sejatinya, gadis itu sungguh keras kepala dan tak mau kalah.

Masih segar di ingatan sebagian siswa bagaimana Zhafira mendapatkan julukan gila untuk pertama kalinya. Dulu, satu bulan yang lalu, saat hari kedua gadis itu menginjakkan kaki di sekolah sebagai murid baru, ketika bel pertanda kegiatan belajar-mengajar  baru saja berbunyi beberapa menit, Zhafira tiba-tiba mendapatkan jambakan keras pada rambutnya. Bukan hanya itu, siswa kelas tiga itu juga berteriak lantang, mengatakan Zhafira seperti hewan yang tak punya otak lantaran tidak menunjukkan sikap yang sopan dan rasa hormat sebagaimana seharusnya junior bersikap kepada seniornya, dan sebagaimana siswa bersikap kepada guru.

Siswa itu mengamuk bukan main membuat Zhafira yang enggan diperlakukan demikian buruknya melawan. Zhafira berdiri, membalas jambakan gadis yang merupakan Kakak kelasnya tak kalah kuat, kemudian tanpa belas kasih menonjok ulu hati serta wajah gadis itu sampai batang hidungnya bengkok dan mengeluarkan darah. Setelah itu, tidak ada satu pun yang berani mengusiknya lagi, juga berani mendekati Zhafira walau untuk berkenalan sekalipun. Kecuali beberapa orang yang tabiatnya hampir sama dengan gadis itu.

Orang bilang, Zhafira itu penyihir, meski rupanya cantik luar biasa. Sikapnya sering berubah-ubah seperti warna rambutnya, dan yang paling parah gadis itu sering kali kedapatan tersenyum seorang diri, bahkan tertawa.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang