3.

2K 121 2
                                    

Tekad

Happy reading!
=====

Zhafira melonggarkan dasinya, lalu menanggalkan kain panjang itu dari lehernya.

Helaan nafasnya berembus panjang, mengingat dia tidak sempat melihat Zayn lagi setelah mereka berpisah di ruangan Bu Inggit. Padahal, seandainya Zhafira tidak sibuk dengan hukumannya, mungkin dia masih bisa menyapa Zayn sebelum pulang.

"Lo nggak bisa banget ya pake dasi?" Celetuk Allisya di tengah kesibukannya mengendalikan setir mobilnya.

"Hanya orang-orang bodoh yang pake dasi," jawab Zhafira asal.

Allisya berdecak. "Mulut lo Zha! Ceplas-ceplos banget deh!" Tegurnya.

Zhafira mengendikkan bahunya acuh. Dia tidak peduli. Lagipula siapa yang bisa mendengar ucapannya selain Allisya, dan Tuhan tentunya?

"Lo kenapasih nggak suka banget perasaan pake dasi."

Zhafira menoleh, menatap Allisya yang terus mengarahkan pandangannya ke depan.

"Gue bukan anjing yang lehernya perlu di tali supaya nggak kabur," jelas Zhafira lancar.

"Astaghfirullahal'adzim Zha! Nyebut Zha. Kayaknya otak lo isinya setan semua deh," tukas Allisya menggelengkan kepalanya.

Untung mobil itu hanya di isi mereka berdua. Bagaimana jika ada orang lain? Terutama Bu Inggit? Allisya bergidik, tidak bisa membayangkan ekspresi guru muda itu.

"Amit-amit," ucap Allisya. Kepalanya menoleh sejenak pada Zhafira. "Lo cuman boleh ungkapin alasan tadi di hadapan gue."

"Kenapa?"

"Kenapa apanya sih?" Seru Allisya mulai kesal.

"Kenapa cuman lo yang boleh degarin alasan gue nggak suka pake dasi?"

"Menurut lo?" Decak Allisya. "Gue itu bisa harap maklum Zha. Kalau orang lain gue nggak yakin, apalagi Bu Inggit," tambahnya.

"Gue malah mau tuh Guru dengar alasan gue," gumam Zhafira.

"ZHAFIRA!" Jerit Allisya tidak tahan.

Bola mata Zhafira berputar. Dia mengusap telinganya kasar, meredakan dengungan panjang yang di hasilkan dari teriakan Allisya.

"Awas aja!"

"Bukannya bagus kalau Bu Inggit sampai dengar alasan gue? Menurut gue nggak apa-apa kali Al. Masa dia doang yang nggak boleh pake dasi, gue juga ma-"

"-beda Zha!" Potong Allisya geram.

"Nggak ada bedanya!"

Allisya mencengkram setir mobilnya. "BEDA! LO MURID DIA GURU! COBA SEBUTIN KESAMAAN KALIAN? NGGAK ADA!" Lontarnya berteriak.

"Gue sama Bu Inggit sama-sama manusia! Sama-sama punya yang namanya hak atas diri sendiri! Lo gimana sih? Masa gitu doang lo nggak tahu, lo mikirnya terlalu pendek tahu nggak!"

Allisya mendatarkan wajahnya sedatar-datarnya. Sesusah ini berbicara dengan Zhafira, yang otaknya terisi penuh oleh hal-hal di luar pikiran manusia normal.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang