Nah, ini adalah main cast ke-3 dari story "Nyaman"
Enjoy!!Love,
Marshchellow
---"Ab, besok job nya mulai jam 8 pagi. Jam 7 lo gue jemput ya" "Dress code nya besok casual comfy." "Cari baju yang cocoklah ya. Pemotretannya outdoor, kemungkinan bakal ada hiking dikit ke puncak." "Inget! Besok jangan buat masalah lagi."
"Siap bos!" Jawab Abra santai menanggapi seluruh petuah dari manajer nya. Abra adalah seorang model ibukota yang baru saja pindah ke Bali.
"Ab, gue bingung deh sama lo." "Karir lo di ibukota lagi bagus lho. Nama lo juga lagi naik daun. Kenapa dah lo mau pindah kesini?"
"Sama aja kali, Zak. Mau gue dimana juga tetep ada job kan. Santai ajalah." Abra tetap menjawab enteng Zaki, managernya.
"Ab, gue ngomong bukan sebagai manager lo ya, gue sekarang ngomong sebagai sahabat lo. Gue kenal lo bukan setahun dua tahun, Bro. Kita udah kenal lama. Gue tahu siapa lo. Mau gimanapun lo benci sama bokap lo, gue tahu lo kesini karena bokap kan."
Abra terdiam mendengar omongan Zaki. Sahabatnya benar, dia memutuskan pindah ke Bali agar bisa mengawasi ayahnya. Abra memang membenci ayahnya, namun amanat ibunya sebelum meninggal sangat dipegang teguh olehnya.
"Gue cuma gamau almahrum nyokap kecewa karena gue ngga ngelaksanain amanatnya, Bro." "Sebenci apapun gue sama dia, dia tetap bokap gue, Man." "Gue ngga peduli kalo karir gue harus mulai lagi dari nol disini, asal gue bisa ngawasin bokap gue. Ya lebih bagus gue bisa berhentiin kebiasaan mabuk dia." Jawab Abra mencoba menjelaskan ke Zaki dengan sangat detail. Zaki tahu Abra sangat membenci ayahnya karena sering melakukan KDRT terhadap ibunya, namun Abra juga sadar kalau ayahnya sangat menyayanginya.
"Gue ngerti, Bro, tapi lo harus inget ya, lo itu model, yang orang lihat dari model itu fisiknya. Jadi, ga ada lagi ya gue liat lo babak belur kayak semalem. Beruntung makeup bisa bantu nyamarin bekas lebamnya, kalo ngga matilah gue, bisa ngga lo gaji sebulan." Zaki mencoba mencairkan suasana karena dia tahu Abra pasti sedang kepikiran ayahnya.
"Bisa aja lo. Iya gue janji, gue bakal bisa kontrol emosi gue."
Percakapan mereka terhenti saat ada telepon masuk ke telepon genggam Zaki dari rumah sakit yang menginformasikan ayahnya kecelakaan dan sedang dirawat di rumah sakit di Bali.
"Bro, ke rumah sakit sekarang. Bokap lo."
Abra yang sudah mengerti maksud perkataan Zaki langsung dengan cepat mengambil kunci mobil dan meluncur ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Abra tidak tenang dan sangat takut jika terjadi sesuatu dengan ayahnya. Sebenci apapun Abra dengan ayahnya, dia tetap menyanyanginya.
"Dengan saudara Abra?" Sesampainya di rumah sakit, seorang petugas rumah sakit langsung menyapa orang yang diduga Abra.
"Iya benar, Dokt, ayah saya gimana?" Abra terlihat sangat cemas.
"Ayah anda baru saja kami tangani, namun ditemukan pendarahan di otak dan ayah anda ternyata juga mengkonsumsi Heparin, obat pengencer darah, dan diperparah sehabis konsumsi alkohol, sehingga kami tidak bisa melakukan tindakan operasi." "Kami mohon maaf karena tidak dapat melakukan apapun." "Ini ada titipan surat dan dompet yang beliau berikan kepada orang yang membawa beliau kesini. Mungkin bermanfaat."
"Terima kasih dokt." "Apa saya sudah boleh melihat ayah saya?"
"Silahkan, kondisi beliau msh kritis."
Abra berlari ke ruang rawat ayahnya dan miris melihat kondisi ayahnya yang lemah dan tak sadarkan diri.
"Pa, gimana keadaan Papa?" "Cepet sembuh ya, Pa" "Pa, Abra benci banget sama Papa, tapi satu yang harus Papa tahu, Mama ga pernah sekalipun nyuruh Abra untuk membenci Papa. Mama selalu ngajarin Abra untuk sayang sama Papa." "She really loves you. Sampe Mama meninggalpun, Mama masih ngasih pesan untuk Abra pindah kesini biar bisa jagain Papa." "Maafin Abra karena selama ini Abra kasar sama Papa, Abra sering marahin Papa kalo Papa lagi mabuk." "Pa, Abra sayang sama Papa." Abra tidak bisa menahan tangisnya melihat kondisi ayahnya yang tak berdaya.
"Papa harus kuat, Papa harus bangun ya. Kita perbaiki hubungan kita lagi. Selama ini kita tinggal bareng tapi kita ga pernah punya quality time. Papa sibuk sama bisnis, aku sibuk sama kerjaanku. Aku tau Papa kecewa karena aku ngga mau ngelanjutin bisnis Papa. Aku bakal belajar Pa, aku mau belajar sama Papa buat nerusin semuanya." Abra menangis dan menggenggam tangan ayahnya.Abra pulang ke rumahnya karena ada pemotretan keesokan harinya. Dalam perjalanan pulang, dia terus memikirkan keadaan ayahnya dan janji yang tadi ia ucapkan di depan ayahnya untuk meneruskan bisnis ayahnya. Abra yang merupakan anak laki-laki tunggal dari keluarga Wicaksono memang sudah terlahir harus meneruskan usaha ayah dan kakeknya yang sudah susah payah dirintis. Abra tahu ia memang tidak menyukai dunia politik bisnis yang menurutnya ribet.
"Sampe rumah gue gamau tau ya, Ab, lo harus istirahat, tidur." "Besok ada pemotretan. Will take about 2 hours. Besok kita jalan dari rumah jam 7 pagi." Zaki coba membuka pembicaraan agar perjalanan pulang tidak terlalu sunyi.
"Iya, tapi bisa kita jalan jam 6? Gue mau ngeliat bokap dulu bro."
"Bro, kalo gue stop jadi model dan nerusin bisnis bokap gimana ya?" "Gue bukan ngga punya modal sih buat ngurusin bisnis bokap, tapi gue males ribet." Abra mencoba meminta pendapat Zaki, sahabat sekaligus manager nya."Bro, pendapat gue nih ya, ga ada salahnya lo coba terjun dulu. Lo anak bisnis, kuliah lo juga ambil itu kan. Lo itu pinter, Bro. Lulus kuliah cepet, cumlaude, lulusan luar negeri lagi." "Gue yakin apapun pilihan lo, lo pasti bisa adapt." Zaki mencoba memberi pendapat.
"Nih udah nyampe, gue pulang Bro. Lo besok gue jemput jam 6. Kita ke rumah sakit sebentar terus lanjut pemotretan ya. Inget langsung bersih-bersih terus istirahat."
"Iya bawel banget bapak. Lo nginep sini aja dah Zak." "Kosong rumah segede gaban."
Keesokan harinya, Abra siap lebih cepat dan menuju rumah sakit untuk menjenguk ayahnya, tentunya bersama Zaki.
"Pa, Abra pamit ya. Abra ada pemotretan pagi ini. Nanti selesai pemotretan, Abra balik lagi kesini." "Get well soon Pa." Abra berpamitan dengan ayahnya. Kondisi ayah Abra tidak ada perbaikan, dokter hanya bisa memonitor kondisi ayahnya sekarang karena belum bisa melakukan tindakan apapun, karena kondisi kesehatan dan riwayat penyakit dan pengobatan ayahnya.
Setelah selesai pemotretan, Abra kembali ke rumah sakit dan mendapatkan kabar kalau kondisi ayahnya memburuk. Abra pasrah dengan keadaan saat ini. Ia pun membuka surat yang sebelumnya diberikan petugas kesehatan.
"Abra, anakku.. maafin papa karena sudah ninggalin kamu dan mama. Saat itu, keadaan ekonomi keluarga kita sedang dalam masalah Nak. Tapi kamu harus tau, Papa ngga pernah berniat mau menceraikan Mama. Mamamu cinta pertama Papa, tapi memang saat itu, keadaan membuat Papa harus mengambil langkah itu untuk menyelamatkan kamu, Nak.
Kalau Papa sudah ngga ada nanti, kamu harus melakukan yang kamu suka ya. Seluruh warisan, Papa serahin ke kamu. Surat wasiat sudah Papa buat dan ada di pengacara kita. Papa ngga bakal maksa kamu buat nerusin bisnis properti Papa dan kakek. Kamu bisa meneruskan cita-cita kamu untuk menjadi public figure, seorang foto model, aktor, dan membangun rumah produksi sendiri. Untuk rumah produksi, maaf Papa baru bisa buat bangunannya di Jakarta. Belum sebesar rumah produksi lain, tapi kamu bisa belajar merintis dari awal. Papa yakin kamu bisa mengembangkan bisnis yang kamu suka, karena kamu anak Papa dan lahir dari rahim Mamamu yang cerdas. Papa pamit ya Nak. Jaga diri kamu, istirahat cukup, Nak. Papa dan Mama bangga dengan kamu, Nak!Love,
Harry"Dok, keadaan papa saya gimana?" Abra langsung menanyakan ke dokter yang merawat ayahnya di rumah sakit.
"Mohon maaf, ayah anda sudah meninggal jam 11.11 tadi." "Yang sabar ya, Saudara Abra."
Berita kematian ayahnya tentu membuat Abra sedih. Ia menyiapkan pemakaman ayahnya dan tentu dibantu oleh Zaki. Pemakaman ayahnya dihadiri oleh karyawan, kolega bisnis, dan teman-teman satu manajemen dengan Abra. Disana juga hadir Claire dan Bryan, yang ternyata anak dari kolega bisnis ayahnya.
---
Nah untuk visual Abra gimana nih readers?
Udah ada bayangan belom? Siapa ya kira-kira yang cocok?
Readers ada ide?
Yuk comment kira-kira siapa ya yang cocok jadi Abra Wicaksono? - Marshchellow
KAMU SEDANG MEMBACA
NYAMAN: Tempat Hati Berlabuh dan Langkah Terhenti
Teen Fiction"Pada akhirnya, langkah akan terhenti dan hati akan berlabuh pada satu kata NYAMAN" Claire Mcqueen, seorang gadis keturunan Australia-Bali, gadis beruntung yang kehidupannya dapat dikategorikan sempurna, meskipun kedua orang tuanya bercerai. Hidupny...