5.

2.1K 120 0
                                    

Serba bisa

Happy reading!
=====

"Tuh anak munafik banget sih. Katanya lo nggak kenal sama dia, tapi kok yang gue dengar dari anak-anak, lo udah pacaran sama dia," decak Ares. Memutar ucapan demi ucapan heboh yang tersebar luas di kalangan anak-anak Garuda.

Zayn menarik nafasnya panjang. Konsentrasi yang dia bangun terus di buat buyar oleh sahabatnya yang banyak omong.

"Yang mereka bilang bener?"

"Enggak," sentak Zayn tertahan.

"Masa sih berita tentang lo sama Zhasa hoaks? Orang satu sekolah ngomongnya kalian benar-benar pacaran. Iya kan Rald?"

"Nggak usah bawa-bawa gue," potong Gerald tanpa mengalihkan tatapannya dari guru yang sedang menjelaskan materi di papan tulis.

"Gimana ceritanya gue nggak bawa-bawa lo? Kan gue dengarnya bareng lo."

Mata Zayn terpejam beberapa detik, meredam gejolak emosi yang naik ke kepalanya. Cowok itu sungguh kesal. Mendapati satu sekolah heboh berbicara tentangnya dan Zhafira.

Mereka mengubah cerita sesungguhnya seenak jidat, dan lebih percaya dengan spekulasi tak berdasar yang tercetus dari mulut ke mulut. Menambah, sekaligus mengurangi fakta yang ada hingga desas-desus kosonglah yang terdengar jelas.

"Jujur aja Zayn. Nggak usah malu buat ngaku." Ares terkekeh sangat pelan.

Zayn mencengkram pulpennya kuat, sembari menghunus Ares dengan tatapannya yang menusuk.

"Lo nggak ngerti bahasa manusia?" Ucap Zayn dingin.

"Gue ngerti. Kan gue juga manusia kayak lo."

Brak

Suara gebrakan itu bukan perbuatan Zayn. Dia memang mau melakukan hal itu, tapi si pelaku yang sedang menyengir di ambang pintu, melakukannya lebih dulu.

"Zhafira!"

Zhafira mengabaikan Guru wanita itu. Dia sibuk mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Zayn.

"Zhafira!"

"Ada apa Bu?"

"Ada apa? Seharusnya saya yang mengajukan pertanyaan itu.

"Oh iya ya," gumam Zhafira.

"Nggak usah basa-basi," peringat Bu Melati, hapal dengan tabiat Zhafira yang bukan rahasia umum lagi di kalangan para guru.

"Kelas saya lagi free, karena Pak Dipta lagi sakit. Kalau boleh saya mau ikut belajar disini?" Lontar Zhafira.

Semua penghuni kelas itu melongo, termasuk Ibu Melati. Mereka tidak menyangka, Zhafira yang sering kucing-kucingan dengan guru bk, meminta untuk bergabung di sesi yang menguras kinerja otak.

Lebih-lebihnya lagi, Zhafira ingin belajar pelajaran yang jauh dari pelajaran yang semestinya dia dapatkan di kelas sebelas.

"Kamu yakin?" Selidik Bu Melati.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang