Happy Reading!
"Nona Beliova harus tetap sadar!"
Hari itu, di bawah atap rumah seputih salju dengan udara dingin menggerogoti kulit, Beliova samar-samar mendengar suara Gillbert membentak Hugo dan Kay.
Hardikan demi hardikan dilayangkan kepada Hugo yang masih diam mengobati Beliova, sedangkan Kay memutuskan untuk bersedekap dada dan menyaksikan kumpulan mayat yang berserakan di luar lewat jendela rumah.
Tidak ada satu pun yang menghentikan omelan Gillbert.
Sampai laki-laki yang baru menginjak usia 19 tahun itu melangkah cepat menuju ranjang Beliova, lalu menarik kerah Hugo hingga kedua kakinya tak lagi menapak pada lantai rumah.
Ramuan yang baru saja ingin dia pegang pun tumpah, membasahi karpet dan ujung sepatu Gillbert.
"Helvion, gimana bisa kamu telat mengamankan Nona Beliova?" Pertanyaan itu diucapkan penuh penekanan pada setiap katanya. Kedua tangan Gillbert yang tadinya hanya menarik kerah pemuda berambut putih di atasnya, kini perlahan mencekik leher Hugo sehingga si laki-laki kesusahan untuk bernapas.
"Aku harap kamu gak mencoba kabur duluan karena takut."
Mendengar kalimat Gillbert, Hugo malah tersenyum sinis diikuti napasnya yang semakin memendek.
"Aku— bukan pencundang," jawab Hugo kesulitan, sebab Gillbert menekan jakunnya.
Kemudian Hugo menggenggam erat tangan Gillbert hingga pemuda dengan jubah hitam itu melepaskan cekikan di leher, Hugo pun jatuh sembari terbatuk karena kerongkongannya terasa nyeri. Sedangkan Gillbert mendecih, sebab pergelangan tangan laki-laki itu memerah akibat Hugo mengoleskan cairan ¹heliv api di telapak tangannya saat menyentuhnya tadi.
"Gak ada waktu buat berantem. Aku gak mau anggota yang tersisa punya nasib sama seperti anggota yang lain." Kay tiba-tiba berbicara, tubuh yang hanya memakai kemeja hitam bergaris putih dipadu celana seputih keramik lantai itu perlahan mendekat ke arah ranjang Beliova.
Tubuh perempuan itu gemetaran disertai mulut yang terus mengoceh kata dingin berkali-kali, bukan sebab cuaca bersalju yang sedang menimpa ²Kepulauan Noirus ataupun air conditioner di pojok kamar tamu. Tubuh Beliova sudah gemetaran sejak ditemukan di kamar pribadinya, disertai bekas sayatan yang tersebar di tengkuk dan pergelangan dekat nadi.
Hugo berspekulasi bahwa ada yang ingin melukai Beliova sebelum dia datang, tetapi entah kenapa Beliova masih baik-baik saja, hanya berdarah di beberapa titik dan cedera leher. Remaja bersurai blonde itu juga mengatakan, bekas sayatan di leher Beliova membuat tubuhnya susah bergerak.
"Kak Hugo, kamu belum tau sayatan ini dari mana?" Kay melirik Hugo, tetapi hanya gelengan yang dia dapat. Kenyataan itu semakin menyebabkan hati Kay diselimuti rasa khawatir. Diusapnya dahi Beliova guna menyingkirkan keringat dingin yang tak kunjung berhenti mengalir.
Mata Beliova mengerjap kala kulit pucatnya merasakan suhu hangat dari tangan Kay ada di dahinya, perempuan berpakaian putih hitam itu berkata lirih setelah memperjelas jarak pandangan mata. Kay yang hendak membungkukkan badan guna mendengar kalimat yang Beliova ucapkan, batal melakukan karena Gillbert lebih dulu menundukkan tubuhnya.
"Nona Beliova bicara apa?" Hugo bertanya, nada suaranya masih serak akibat cekikan Gillbert.
"Nona terus mengucapkan nama Aiden." Gillbert mengepalkan tangannya saat Beliova terus mengucapkan nama salah satu anggota ³An Ode itu.
"Maaf, Nona. Aiden menghilang, begitupun dengan yang lain," ucap Gillbert penuh sesal.
Beliova yang mendengar kalimat dari Gillbert, perlahan mengepalkan tangannya. Mata perempuan itu semakin sayu karena mendapati salah satu anggota An Ode pergi entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALF || SEVENTEEN
FantasyDI-UPDATE SETELAH PUZZLE SELESAI [JUDUL LAMA : GETTING CLOSER] Setelah sang ayah menikah dengan seorang wanita beranak satu dan memutuskan untuk tinggal di Inggris serta bekerja di negara Eropa itu, Kairys merasa hidupnya berubah 180 derajat. Ibu ba...