Sang surya kembali muncul dengan perlahan, sama seperti kemarin-kemarinnya. Memperlihatkan tampilan cahaya yang indah meski sebagian manusia masih terlihat asik terlelap didalam mimpi indahnya. Dengan selimut hangat menutupi sebagian tubuh mereka di atas
ranjang, menambah enggan untuk menyudahi dunia mimpinya.Embun yang menggumpal di lekung dedaunan, menemani membukanya lembaran baru, dengan pagi begitu indah nan syahdu. Jalan raya kembali dipenuhi para manusia pekerja keras, berlalu-lalang untuk memulai kembali aktivitasnya. Surabaya Bus dengan para penumpangnya. Pasar Turi, sebagai pasar legendaris dengan suara khasnya. Hingga suara keyboard laptop yang terdengan nyaring memenuhi area
perkantoran di luar sana.Sepeti hari-hari biasanya, Jidan datang kesekolah lebih awal. Menyisahkan waktu enam puluh menit sebelum bel masuk di bunyikan. Namun, bibirnya membentuk senyuman namun
terlihat sedikit memaksa. Dan tak lupa juga, warna kemerahan namun samar-samar bekas tamparan terlihat di pipi kanan laki-laki itu.la berjalan menuju kelasnya yang sudah terlihat di depan mata. Dengan tulisan 'XI MIPA 2' yang terombang-ambing sebab angin menerpanya, menggantung begitu saja tepat diatas pintu kelas tersebut.
Satu persatu kakinya telah melewati pintu kelas bercat coklat muda yang kini mulai menghitam. Disambut dengan wajah Theo yang terfokus pada buku catatan Biologi milik sekretaris kelas yang bisa dibilang rajinnya di atas rata-rata. Melemparkan tasnya dengan asal, namun tepat sasaran.
Tas tadi jatuh tepat di punggung belakang temannya. Membuat sang
pemilik punggung, menggerang kesakitan akibat ulahnya."Sorry kemaren gak bisa nebengi, apalagi kemaren hujan deres. Mama tiba-tiba minta gue yang nemenin ke rumah sakit buat cuci darah." Katanya sembari membantu menaruhkan tas Jidan dengan benar di kursi yang dirinya duduki sekarang.
"Gak apa apa. Mama lo yang lebih penting." Jawabnya apa adanya.
"Pipi lo merah, habis berantem sama Om Edy lagi?."
Jidan membalasnya dengan anggukan. Mendaratkan pantatnya tepat diatas meja yang tak berpenghuni sebab sang pemilik belum terlihat batang hidungnya.
Bagi Jidan, Theo selalu mengerti apa yang menimpa padanya. Bagaimana tidak, mereka telah berteman sejak pertemuan awal di Sekolah Dasar. Tragedi yoyo ditambah botol minum yang jika diingat membuat dua laki-laki itu tertawa tak percaya.
Waktu itu, Jidan kecil yang saat itu masih baru duduk kelas 1, sibuk berjongkok di depan penjual mainan yang mangkal di depan SD-nya dulu. Dengan semangat, Anak kecil itu memilih mainan yang ingin ia beli. Yoyo dengan gambar kartun Anna Frozen dan tak lupa juga, teman
saljunya Olaf, berhasil memikat perhatian bocah laki-laki itu. la tersenyum kegirangan ketika mainannya telah ada di genggamannya.Jidan sibuk memainkan yoyo nya dengan asal-asalan di dalam kelas. Tak mempedulikan apapun disekitarnya. Hingga tak sengaja mengenai botol minum bergambar karakter marvel
Ironman milik anak laki-laki yang sedang melamun. Entah apa yang dipikirkan sang bocah kala itu. Lalu, sorot matanya melihat nanar botol minumnya yang pecah sebab terjatuh dilantai. Membuat genangan susu yang ia bawa dari rumah tumpah dengan percuma. Pada awalnya, ia biasa saja. Namun lama kelamaan, wajahnya memerah seperti tomat."BU GURU, BOTOL MINUMKU PECAH GARA-GARA ANAK ITU, HUWAAAAAA!"
"Astagfirullah, haduh Theo,jangan nangis ya nak? cup cup cup."
Dengan segala cara, guru itu berusaha membuat Theo cepat berhenti menangis. Dikarena kan tangisan Theo dapat membuat kelas sebelah yang sama masih duduk di kelas 1, berhamburan
keluar. Jidan hanya terdiam, mengamati anak itu dengan tatapan sok mengintimidasi ala bocah sekolah dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalopsia
Teen FictionKisah klasik kedua remaja yang dipertemukan disaat hujan sore terjadi di Kota Pahlawan, ditemani secangkir teh hangat bergambar kartun moomin serta iringan lagu 'It Will Rain' milik Bruno Mars yang terputar sebagai saksi. Namun lama - kelamaan, mala...