Kaki yang berpijak permukaan lantai yang terus melangkah itu memasuki pintu rumah yang terbuka lebar, bisa di pastikan jika pintu di buka lebar seperti itu berarti ada seorang tamu.
Suara ricuhnya di dalam ruangan tamu yang berada di ruangan pertama, jika ingin masuk ke dalam kamar harus melewati ruangan tamu yang entah ada berapa orang. Seira memelankan langkah kakinya, dia ragu apakah harus melanjutkan langkah kakinya atau tidak. Kalau ada pintu lain Seira akan memilih yang lain saja, hanya saja, ini satu-satunya jalan menuju kamarnya.
Tidak ada pilihan lain lagi, Seira ingin cepat-cepat berpelukan dengan gulingnya di kamar, dan kasurnya sudah memanggil-manggil Seira sedari tadi. Mau tak mau Seira harus mendorong dirinya agar tetap melangkah, sampai batang hidungnya makin dekat dengan ruang tamu dan bertemu tatap dengan wanita yang Seira kenal karena wanita tersebut masih dari kampung halaman yang sama, Seira melemparkan senyum.
Sebisa mungkin Seira jalan santai, dan cepat. Namun sial, suara Mama bergema memanggilnya. Berat rasa kepala Seira untuk menoleh, lalu memasang senyum manis di bibirnya itu yang selalu mendapatkan pujian.
“Sini, nak.”
Terpaksa, Seira pun melangkah mendekati Mama dan bersalam dengan teman Mama yang lain sebagai jembatan untuk mencapai ke arah Mama. Ada dua saja yang sering datang dan Seira kenal, sisanya Seira tidak kenal, sudah di pastikan dari luar kota, salah satunya wanita berpakaian kasual di sebelah Mama.
“Udah gede, ya.” celetuk wanita berambut bob yang duduk di ujung sofa sana.
“Ini yang bungsu?” tanya wanita berambut pendek di sebelah Mama, namun berbeda sofa.
Mama mengangguk, “Iya, ini si bungsu.”
Ada niat apa Mamanya ini memanggil Seira yang baru pulang main, Seira khawatir jika dirinya bau matahari di tengah gempuran wanginya parfum wanita berkelas yang sedang bertamu ini.
Seira sampai di depan Mama, dan Mama mengiringnya untuk duduk di tengah-tengah bersebalahan dengan perempuan yang sebaya dengan Mama, wanita itu tak melepas tatapannya pada Seira sedari awal membuat Seira tersenyum canggung saat mendaratkan bokongnya. Wanita itu menggunakan pakaian yang tidak mencolok, namun jika diperhatikan, baju-baju tersebut jelas dibuat dari bahan terbaik, rancangan desainer ternama, meski tanpa logo yang menonjol. Membuat tanpa sadar Seira menggulum bibirnya ke dalam.
“Kenapa, Ma?” tanya Seira, namun saat Mama akan menjawab, wanita di sebelahnya bersuara.
“Ini Seira?” tanya wanita itu dengan raut wajah yang tersenyum anggun.
Seira menoleh. “Iya, Tante.” jawab Seira dengan senyum canggung.
“Makin cantik ya, dulu Tante Prita suka gendong kamu, loh.” katanya dengan tangan yang menyampirkan anak rambut Seira ke belakang telinganya. Wanita yang menyebut namanya Tante Prita itu tertawa kecil, dan Seira pun hanya bisa menanggapi dengan senyuman.
“Seira paling kecil, paling banyak yang gendong sama kita.” tambah teman Mama yang bersebrangan dengan Tante Prita.
“Iya, bener. Pernah rebutan karna pengen gendong, sampe anakku juga pengen gendong.”
“Sampe minta adek karna liat Seira, di kira gak capek apa hamil.”
Tawa renyah mengundara di ruangan tersebut, obrolan berlanjut dan entah merembet ke arah mana. Seira mulai tidak paham topik ibu-ibu ini.
Mama tertawa kecil sebelum kembali fokus pada anaknya yang terlihat tidak nyaman berada di lingkungan teman-temannya yang mulai heboh kembali. “Seira, Tante Prita mau kenalan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Adopt the Future [TULIS ULANG]
Short StoryApakah ada yang ingin di adopsi? Meskipun secara formal, adopsi biasanya bersifat permanen dan tidak di batasi waktu, dan adopsi sering terjadi ketika anak masih kecil, akan tetapi lain dengan Seira yang akan di adopsi selama masa awal dan akhir SMA...