22

26 5 8
                                    


' Jumat

Sedari jam 6 pagi tadi, sampai sekarang lapangan sudah mulai ramai berdatangan murid satu-persatu, Bomin masih setia mengatur ini itu agar acara berjalan sesuai rencana.

Tim nya yang sudah bertekad dari beberapa bulan yang lalu untuk meramaikan acara Bulan Bahasa ini juga masih bekerja keras berusaha mengamankan semuanya.

Apa Bomin sudah sarapan? Apa Bomin ingin minum?  Apa Bomin ini? Apa Bomin itu?  Dan masih banyak pertanyaan yang sangat Rara tanyakan.

Ponselnya daritadi ia genggam, bolak balik mengecek aplikasi whatsapp–line–sms–whatsapp–line–sms takutnya Bomin membalas pesan yang ia kirimkan.

Min, dimana :
07.12

Haus ga :
07.41

Lo udah makan blm si :
08.00

Anjir napa gue gini deh :
Bales kalo lo haus atau ga laper :
08.02

Rara beranjak dari tempat duduknya di kelas, " Yen, temenin ke toilet yu. "

"Gak dulu, gue lagi war nih, gue tunggu sini aja deh ga bakal gue tinggal ke lapangan kok," kata Yena yang sedang fokus bermain game.

Rara menghela napas. Ini sudah tidak bisa ditahan, jika harus menunggu Yena menyelesaikan permainannya bisa-bisa kelas ini bau pesing.

Gadis itu berjalan meninggalkan Yena, masa bodo dengan murid-murid kelas sebelah yang lagi nongkrong di depan kelasnya, toh cuma numpang lewat ke toilet.

Setelah melegakan perutnya, Rara berjalan ke arah koperasi karena melihat kantin penuh dan rasanya untuk mengantri membeli makanan, Rara tidak bisa.

Karena harga makanan di koperasi sekolah cenderung lebih mahal, siswa-siswi di sini lebih memilih mengantri di kantin. Jadi karena itu, lorong kelas sepuluh kini sepi, hanya beberapa gelintir orang saja.

Sesekali jajan mahal mah gapapa lah, kata Rara kalo lagi males ke kantin.

" Ra. " Seseorang menyapa dari depan sambil tersenyum.

Rara kaget, mengerutkan dahinya. "Kok lo di sini?  Ngapain? "

" Menurut lo? " tanyanya balik, lalu menarik tangan Rara dan menuntunnya ke arah kursi panjang yang terletak di belakang kelasnya. Di sini adem, banyak pepohonan, dan.. Sedikit sepi.

Mereka duduk, dan tanpa aba-aba, Bomin menaruh kepalanya di pundak Rara dan membuatnya sedikit terkejut. Lagi.

" Pinjem ya Ra, gue istirahat bentar. "

Rara tertawa pelan. "Lo ga buka hp ya? " tanyanya.

Bomin menggeleng pelan. "Gue belum nyalain hp dari pagi, maap ya Ra gue sibuk jadi gabisa bales chat lo. "

" Padahal kalo lo buka chat dari gue, gue berani nyamperin lo ke ruang osis cuma buat ngasih kotak makan sama minum. "

Ya, Rara berbohong. Mana berani dia, lewat gerombolan kelas tetangga kaya tadi aja ketar-ketir.

" Emang berani? " tanya Bomin meledek.

"Ya..namanya usaha, pasti lah, " kalimatnya sengaja digantung, " kayanya. " Lanjutnya tidak yakin.

Giliran Bomin tertawa, membenarkan posisi duduknya jadi tegak. Tangannya mengambil plester di saku lalu membukanya dan ditempelkan pada lutut Rara yang sedikit merah karena terjatuh sewaktu di lapang basket semalam.

" Lo ke koperasi cuma beli plester doang? " tanya Rara heran tapi senang.

Bomin hanya mengedikan bahunya.

" Min, makan yu, gue traktir deh."

Bomin menarik tangan Rara, lagi. Tadinya gadis itu sudah beranjak dan berniat ke koperasi untuk membeli sesuatu yang bisa dimakan, tapi tangan Bomin menahan dan dia kembali duduk.

Bomin mendekat. " Gue udah makan sama Rendi tadi, gausah khawatir gue cuma cape."

Jam tangan hitam yang Bomin gunakan menunjukan pukul 08.30, itu tandanya ia sudah mengulur waktu selama lima menit dari waktu yang ia janjikan saat izin tadi.

Mata Bomin melihat jam sekali lagi, " gue ke sana lagi ya, lo kalo laper makan aja jangan nungguin gue, nanti gue bales chat lo kalo udah selesai, " ucap Bomin dan mengecup dahi Rara singkat, lalu mengajak Rara berdiri.

" Ayo bareng, gue anter lo sampe kelas. "

Rara diam seribu bahasa. Harus bagaimana, Bomin tetangganya yang selama ini ia kenal ternyata bisa jadi.. Yaa gitu, bisa dibayangkan.

Bukankan ini seharusnya membuat Rara senang karena Bomin juga menyukainya? Bukankah ini yang Rara inginkan?

Ya benar,  tapi.. Kalau terus-terusan begini rasanya Rara harus pindah ke mars, biar mereka tau bagaimana rasanya rindu karena rumah mereka yang jaraknya mungkin bisa dibilang hanya lima langkah.











End.

modus | ft. bomin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang