" Siang ku temukan penat saat otot-otot ku bertaburan keringat. "
Siang...
Adalah waktu dimana kita tengah melakukan aktivitas dan memulai pekerjaan yang sedemikian memancing kelesuan raga terkusutnya tampang rupawan kita.
Andai saja semua pekerjaan itu mudah maka saya tidak akan merasakan letih dan wajah tampan tidak akan kusut namun apalah tingkah ketika uang yang harus digantikan dengan keringat meskipun, keringat yang telah saya keluarkan kadang tidak sebanding dengan bayaran.Sudahlah cukup untuk mengejar suatu kenikmatan dunianya jangan yang mewah rumit untuk kita dapatkan, saya bangga bisa merasakan sejuknya jiwa tenangnya lara dengan sederhana.
Seperti biasanya setelah waktu istirahat tiba maka rehatku selalu disertai dengan umpan lambung,sepertinya paru-paru ini perlu dorongan sedikit asap hasrat agar nafas disertai keputihan yang murni.
Kusambut waktu istirahatnya agar begitu ramah baik dan indah.
Sepertinya lambungku harus disiram noda yang menyerupakan tinta, atas kehitamannya yang pekat didalamnya menelusuri dan menghapus tiap hangat dan penat, membuat seluruh suasana hati sejuk dan jernih, siap untuk bercakrama dan menerka kalimat dari semesta, tentang asa, angan dan melawan cinta.
Tentu, itulah rokok dan kopiku di waktu istirahat, setalah raga telah siaga untuk menyambut letih baik melepas keringat dari sebuah raga."Aroma kopi dan ungkapan solusi"
Hahhh...aroma kopi telah membasahi lubuk hati, sejuknya nafasku dengan bantuan asap yang putih, membuat irama imajinasi teringat kepada suatu kisah, kopiku yang selalu di iringi kabar jasmani darimu serta respon pesanku untukmu begitu mudah dengan suatu ungkapan asaku bertuliskan "i Miss you".
Tapi itu dulu saat kita membangun sebuah cerita, yang sering aku harapkan semoga hadir di waktu istirahatku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
" Hari Rokok Dan Kopi "
Short Storyuntuk kita yang sering merenung ketika letih sedang diujung membara, apakah kita membasuh penat dengan secangkir cairan hitam yang menyerupakan tinta, untuk kita yang sedang berkondisi didalam renungan lara, apakah kita selalu menganalisis jiwa koto...