Chapter 02: Weton Selasa Kliwon

28 9 17
                                    

Ki Dharman membawa Nemo masuk kedalam rumahnya. Ki Dharman menidurkan Nemo yang lemas di ranjang tempat biasanya Nemo tidur, kemudian mengunci pintu agar tak ada gangguan dari luar.

Kini rumahnya tertutup rapat. Hanya lubang pentilasi yang tidak tertutup. Dengan sigap, Ki Dharman mengobati Nemo yang terbaring lemas. Ki Dharman memberinya energi lewat telapak tangan yang diletakannya di dahi Nemo.

Nemo mulai tersadar. Ia bingung, kenapa ia bisa sampai kehabisan tenaga sampai-sampai setengah pingsan. Ki Dharman keluar dari kamar Nemo untuk mengambil segelas air putih.

Nemo mencoba untuk duduk, ia merasa pusing. Tak lama, Ki Dharman masuk. Melihat Nemo yang lemas, Ki Dharman cepat-cepat membantunya untuk duduk.

"Diminum dulu airnya." Ki Dharman membantunya untuk minum air yang dibawakan Ki Dharman.

Nemo memegangi pelipisnya yang terasa pusing. Entah kenapa, ia juga tak mengerti. Apakah Yaksha bisa menyerap energinya?

"Kamu lupa kalau sekarang malam Selasa Kliwon?" Tanya Ki Dharman dengan suaranya yang rendah dan lembut, mencerminkan tegas dan penuh perhatian.

"Aku pernah bilang, malam Selasa Kliwon sampai Selasa Kliwon gak boleh pergi ke sumur itu, 'kan?" Tatapan matanya kini menatap wajah Nemo yang nerasa bersalah. Tatapannya begitu tajam,  hingga Nemo tak kuat menatapnya lama-lama.

"Besok, kamu jangan kemana-mana. Perjalanan kamu ke hutan selatan ditunda sampai lusa." Sambung Ki Dharman yang memalingkan tatapannya dari Nemo.

"Beristirahatlah sampai pulih." Ki Dharman beranjak keluar kamar.

"Lalu siapa yang bantu Romo-"

"Paijo sudah cukup." Ki Dharman menyambar Nemo yang ingin bertanya.

Ki Dharman beranjak pulang dari rumah Nemo. Malam Selasa Kliwon, adalah malam yang sangat sakral dan keramat. Malam itu lebih sakral dibanding malam Jumat Kliwon yang diceritakan banyak orang.

Desas-desus wagra sekitar, setiap malam Selasa Kliwon akan banyak Yaksha yang turun gunung ke pemukiman warga untuk mencari mangsa. Karena itu, Ki Dharman melarang Nemo dan Paijo keluar rumah, beliau sangat mengkhawatirkan murid-muridnya yang sudah dianggapnya anak sendiri.

*****

Sesampainya dirumah, Ki Dharman mengambil sekeranjang bunga, dua batang dupa, serta perlengkapan lain untuk merawat benda-benda pusaka. Salah satu benda pusaka paling sakral adalah barongan yang bernama Jumantoro.

Entah kenapa, barongan itu terlihat seram. Tapi, auranya sangat positif sehingga siapapun yang berada didekatnya akan merasa terlindungi. Barongan itu juga yang memberi Ki Dharman aura yang sangat positif. Karena itu, Ki Dharman dan barongan Jumantoro memiliki tekad yang sama yaitu membenci aura negatif.

Barongan itu adalah warisan dari murid ke murid. Beruntung, Ki Dharman mendapatkan barongan itu sebagai warisannya.

Ki Dharman memulai upacara perawatan benda pusakanya. Mulai membaca doa, membakar dupa, serta menabur bunga. Tak lupa memberikan sesaji untuk benda-benda pusakanya. Walau mereka tidak terlihat, tetapi mereka nyata adanya dan hidup berdampingan.

Selesai upacara, Ki Dharman mulai bermeditasi di aula rumah joglonya. Ruangannya lumayan luas, cukup untuk menampung 50 orang. Ki Dharman mulai membaca doa sembari menyalakan dupa dan menaburkan bunga. Kemuduan duduk silah dan mulai memejamkan mata.

Hening. Takada suara lain selain binatang malam. Tak ada penerangan selain cahaya lilin. Semerbak wangi bunga, berbaur dengan wewangian lain. Asap kemenyan dan dupa memenuhi ruangan. Tenang sekali.

Solah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang