Awal

13 0 0
                                    

Huuuffffttt, rasanya ingin selalu menghela napas yang sangaaaat panjang. Hari ini sangat berat, ditambah lagi, teka-teki kehidupan yang masih tak mengerti bagaimana jawabannya. Dan hingga hari ini, hati dan hidup Zira masih dirasa kacau, seperti antah berantah yang tak mengerti bagaimana merapikannya. Hal itu terlihat jelas dari raut dan postur tubuhnya. Gila, ya! Mahasiswa hampir akhir yang memiliki postur tubuh yang dengan tinggi badan 160cm dan berat badan yaa kurang lebih 52kg-an, ditambah bola mata cokelat dengan bulu mata lentik yang sayu, minyak-minyak di wajah dan lipstik nude yang hampir hilang di bibir mungilnya yang kering menambah sempurna penampilan kucelnya. Bonus tatanan kerudung yang mulai tidak rapih sangat-sangat menggambarkan keadaan mahasiswa yang kelelahan. Dosen pembimbing yang seharian ngomel melulu, acara fakultas yang mepet deadline dan menguras otak juga tenaga, ditambah mobil mogok malam-malam diperjalanan pulang. Yang tadinya membayangkan goleran di kasur kamar, harus tersita waktunya hanya untuk mencari-cari bengkel terdekat dan menunggui bapak bengkel menyelesaikan garapan mobilnya. Yahh meskipun bukan waktu yang lama, tapi tetap saja, jam melamun diatas kasur terpotong. Untung saja, mobilnya mogok tidak jauh dari tempat bengkel mobil, bengkelnya masih buka dan orangnya pun dengan senang hati menghampiri mobil mogoknya dan membenahi sebentar. Sebenarnya bukan masih buka, tapi pemiliknya sendiri yang memegang bengkel tersebut, jadi selama si bapak bengkel tidak sedang sibuk dan repot, ia senang-senang saja didatangi pelanggan, apalagi yang sedang kesulitan seperti Zira. Akinya bermasalah. Namanya juga mobil yang dibeli second. Meskipun waktu beli dibilang masih bagus, tapi ya memang masih bagus, hanya saja mungkin ada beberapa yang bermasalah. Contohnya ya akinya ini. "Masih belum ada waktu untuk ganti pak, hehe," ujar Zira yang ditanyai montir soal akinya yang tidak diganti saja. Sebenarnya bukan hanya waktu yang belum ada, tapi juga materi. Biasalah, anak rantau yang hidup sendiri di kota orang cukup membuatnya harus memutar otak untuk menyesuaikan antara pemasukan dan pengeluaran.

Sesampainya di kamar kost dengan ukuran 10x8m bernuansa putih, Zira buru-buru meletakkan tasnya di samping almari putih, melempar ponselnya di kasur tidur dan melepas kaos kaki serta kerudung cokelat muda yang sudah berantakan, lalu mencuci tangan serta kakinya. Tanpa babibu, ia segera merebahkan tubuh di atas kasur, "Maasya Allah... Nikmatnya..." Ujar Zira disertai napas panjang. Jam sudah menunjukkan pukul 21.56 WIB. Lumayan telat juga pulangnya. Biasanya jam 20.40 WIB Zira sudah masuk ke dalam kamar kostnya. Walaupun tinggal di kost sendiri, ia bukan anak yang biasa pulang larut. Maksimal ya jam 21.00 WIB ia sudah harus berada di kamar kost. Zira segera mencari-cari ponsel yang dilemparkannya tadi diatas kasur. Setelah dapat, ia segera membuka layar kunci dan memandangi notifikasi yang muncul diponselnya yang dikirim pada jam 21.43 WIB.

--Zi..--

Pesan teks yang muncul di notifikasi Zira dengan nama Syaddad. Zira segera membalas pesan teks tersebut dan mengalihkan aplikasi Whatsapp ke Instagram. Tak lama ponselnya bergetar, tanda ada pesan teks yang masuk. Dari Syaddad.

--Kamu apa kabar? Aku minta maaf ya, lama gak ngabarin..--

Zira manggut-manggut mengiyakan apa yang ditulis Syaddad dalam pesan tersebut. Tentu ia menulis kabarnya baik dan meng-enggak papa-in maksud Syaddad. Malahan ia juga meminta maaf balik karena juga tidak pernah memberi kabar.

--Kayaknya kita udah terbiasa tanpa kabar deh. Aku ngerasa hubungan ini terlalu kaku. Kamu dengan kegiatan mu, dan aku dengan duniaku yang susah untuk saling meluangkan waktu..--

Pesan teks yang dikirimkan Syaddad barusan dibaca singkat oleh Zira dan segera dibalas.

--Iya, hehe. Kita asik dengan dunia masing-masing. Aku ngerti, kok--

Balas Zira dan segera meletakkan ponselnya. Ia menghela napas panjang. Tak lama ponselnya kembali bergetar.

--Kita temenan aja, ya--

Zira membaca pesan teks seraya mengernyitkan dahinya. Perasaan dari dulu juga berteman, kenapa harus dipertegas dengan temenan aja, ya. Padahal yaa emang bener-bener temenan aja. Tapi, dari segi kalimat, Zira seperti sedang diputusin oleh laki-laki yang bahkan bukan pacar. Eh, belum sempat jadi pacar kali, ya. Zira menekan tombol kembali dan meletakkan ponselnya di atas kasur lagi. Ia diam. Kemudian ponselnya kembali bergetar. Kali ini ia tak segera meraih ponselnya. Ia segera merebahkan tubuhnya di atas kasur dan sibuk diam. Pesan teks tersebut seperti menunjukkan bahwa ia dicampakkan. Dan logikanya, seharusnya ia sedih karena baru saja diputusin, tapi kali ini diamnya bukan karena sedih. Ada lega, tapi bingung juga. Entah apa namanya yang jelas begitu rasanya. Sesaat pikirannya melayang. Hari ini ia memang lelah, ditambah lagi pesan teks temenan aja dari Syaddad yang dikirim tiba-tiba. Tapi sejujurnya dia tidak sedang merasakan patah. Hanya saja, ada sedikit resah.

Setelah beberapa menit diam, ia segera bangun. Menuju kamar mandi yang terdapat di pojok kamar dengan pintu warna silver itu dibuka, kemudian ia masuk ke dalam. Setelah beberapa menit ia membersihkan diri dan mencuci muka, ia siap untuk mengistirahatkan badan, pikiran dan hatinya. Ia membereskan kasur yang sedikit berantakan, mengibas dengan sapu lidi pengganti sulak untuk tempat tidurnya. Setelah beres, ia mematikan lampu utama kamar dan mengganti dengan lampu tidur yang terletak tepat di samping kasurnya yang berwarna putih. Tepatnnya lampu yang biasa digunakan belajar yang ia gunakan sebagai lampu tidur. Ia sengaja tidak memasang seperti tumblr lamp karena menurutnya terlalu ramai, atau memakai lampu tidur yang biasa langsung dicolokkan karena lupa tiap kali mau beli. Sebenarnya bukan lagi lupa, tapi pura-pura karena masih ada lampu belajar yang masih bisa digunakan.

Sebelum memejamkan mata, ia membuka ponsel yang terdapat beberapa notifikasi dari aplikasi yang entah penting atau tidak. Tapi tujuannya hanya ingin memastikan bahwa ada pesan dari Syaddad. Dan benar saja, Syaddad berbalas singkat.

--Yaa.. saling ngerti dan paham, ya...--

Zira hanya membaca pesan tersebut dari notifikasi. Ia tak membalas ataupun membuka pesan Syaddad. Ia meletakkan ponselnya di atas meja yang sama dengan lampu tidurnya. Alih-alih bermain ponsel, ia memilih untuk segera menarik selimut, menghela napas panjang dan memejamkan matanya.

Tubuhnya lelah.

duapuluh duaWhere stories live. Discover now