Part 25

485 50 0
                                        

Bunga kertas




Upacara pagi ini diisi dengan perayaan penurunan jabatan ketua osis. Hari kamis sudah diadakan pemilihan ketua osis baru, jadi jabatan di OSIS sudah dipastikan akan diisi dengan siswa baru yang mana dia adalah kelas dua.

"Thank you guys."

Fikar menerima banyak bingkisan dari anak-anak yang sudah mengucapkan banyak terima kasih padanya.

"Nadia maju ih."

Fikar tersenyum tipis saat perempuan yang ia kenal dan pernah ia suruh untuk menghilangkan perasaanya, berjalan gugup kepadanya.

"Ini buat kak Fikar," katanya sambil menyodorkan paper bag kepada Fikar.

"Makasih."

"Kar ada makan-makan gak sih?"

"Ada, besok datang aja kerumah."

"Oke deh kalau begitu."

Karena guru-guru mengadakan rapat, jadi banyak siswa-siswa yang masih berkeliaran di lapangan.

"Del, lo gak punya kado gitu buat Fikar? Dia kan teman lahir lo walaupun beda satu hari doang."

Adela mendengkus dan memutar bola matanya malas. "Dia gak spesial itu ya."

"Ye....biasanya juga di cari-cari buat mintol. Lo harus baikin dia Del, Vanya gak ada buat di mintai tugas lagi."

Benar juga

Adela juga tidak tahu kalau hari ini upacara penurunan jabatan Fikar. Ia baru tahu saat cowok itu dipanggil ke depan sama kepala sekolah.

"Kasih hadiah apa gitu kek."

"Ya apa Mal?" tanya Adela tak santai.

"Kasih bunga aja, gimana?" usul Malika yang mendapatkan respon jengah oleh Adela.

"Bunga apaan Mal? Lihat tuh mereka pada bawa buket bunga."

Adela tengah berfikir begitu juga dengan Malika. Orang-orang juga khususnya siswa perempuan, semakin mengerumuni Fikar untuk diberikan hadiah.

"Buset Fikar menang banyak itu, dia dapat hadiah banyak banget."

Adela cemberut entah mengapa ada sisi hatinya kesal melihatnya. Fikar memang salah satu pentolan sekolah. Wajahnya putih, maklum dia keturunan Tionghoa.

"Nih bawa ini."

Malika dan Adela menatap apa yang disodorkan Tasya. Keduanya mengerjap beberapa kali, karena mereka sama sekali tak menduga kalau Tasya sampai segitunya.

"Ini apaan Tasya?"

"Lo gak lihat emang? Masih berfungsi kan matanya?"

"Iyalah, tapi ini bunga dari kertas. Kapan bikinnya?"

"Gak usah banyak tanya deh Del, sana kasih sama Fikar," perintahnya  sudah itu mendorong punggung Adela.

"Ish, tunggu sepi dulu, malu kali. Apalagi bunga dari kertas yang lo bikin."

Tasya berdecak kesal, ia sudah terlalu biasa dengan sikap Adela pada Fikar. Menurutnya Adela terlalu berlebihan, suka kasar dan suka marah tak jelas pada Fikar, yang mana cowok itu kentara sekali naksir berat sama sahabatnya.

"Ngapain malu, Fikar suka sama lo."

Mulut Adela menganga mendengar perkataan secara langsung sahabatnya. Ia lihat situasi disini, dan segera membawa sahabatnya agak menjauh.

"Del apaansih?"

"Heh, kenapa lo ngomong gitu?"

"Kentara banget Del, sana deh kasih bunganya. Gak usah malu, dia suka semuanya yang lo kasih."

11/12Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang