Bab 2

6 1 0
                                    


Aku tetap melangkah dengan sikap waspada. Tatapan mata yang nyalang menyimpan kemarahan tertuju padaku. Aku tidak gentar, dalam ha ti mulai merapal doa dalam hati. Ayat kursi terus aku gumankan, juga dengan ayat-ayat pendek seingatku. Tante jahat di depan sana sudah mulai gelisah. Kedua tangannya melambai-lambai seakan-akan menggapaiku.

Langkah kaki ini melambat dengan sendirinya. Fitri yang sudah paham setiap kali aku bersikap seperti ini, pasti ada makhluk tak kasat mata di dekat kami. Karena itu semakin erat dipeluknya lenganku, kulihat sekilas, mulutnya komat-kamit. Mungkin membaca doa sepertiku. Saat sedang memperhatikan sahabatku, tetiba ada hawa panas dari arah depan. Rupanya Tante jahat sudah mulai serangan.

Sigap aku mendorong tubuh Fitri supaya menjauh dariku. Aku memghadang hawa panas yang semakin dekat kearahku, semampunya. Lumayan kuat juga tenaga setan terkutuk di depan sana. Aku yang hampir kewalahan meminta Fitri memanggil bapak, yang mungkin saja sudah pulang. Tanpa membuang waktu sahabatku itu langsung berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat ini.

Tubuhku semakin terdesak hawa panas yang di lontarkan Tante jahat. Dengan sisa tenaga yang ada, aku teringat perkataan Kyai Zainal, "Fokus pada ketenangan hati, lalu mintalah perlindungan dari Allah Swt." segera ku fokuskan pikiran supaya lebih tenang lagi. Dengan mengumandangkan takbir tiga kali, kukembalikan serangan hawa pasan tersebut.

Pekikan tertahan keluar dari mulut kuntilanak penasaran, yang terpental kebelakang. Terkena hawa panas yang kukembalikan. Badanku juga tersuruk kebelakang beberapa langkah. Keringat sudah membasahi seluruh baju yang kupakai. Kata Kyai Zainal, usiaku saat ini memang belum siap jika harus menggunakan tenaga dalam untuk menghadapi makhluk gentayangan seperti Tante jahat tadi.

Dari arah belakang suara teriakan Bapak memangil namaku, membuat kesadaranku pulih sepenuhnya. Setelah mengembalikan serangan Tante jahat tadi, aku sempat limbung dan kehilangan kesadaran sesaat. Bapak langsung membaca ayat-ayat suci Alquran untuk mengusir Tante jahat yang masih sempoyongan. Lolong kesakitan dan teriakan kepanasan terlontar dari mulut kuntilanak tersebut.

"Hentikan! panas!" jeritnya menyayat hati.

Aku juga bapak terus melantunkan ayat-ayat Allah, sampai akhirnya kuntilanak itu pergi dengan jerit kesakitan. Menjelang magrib semua kejadian tadi telah usai. Bapak sengaja memagari rumah kosong tadi supaya tidak menjadi tempat tinggal makhluk-makhluk pengganggu seperti Tante jahat itu.

Setelah hari itu bapak mengajak aku berkunjung ke pondok pesantren Kyai Zainal. Untuk meminta petunjuk, supaya aku lebih bisa menjaga diri dari makhluk-mahkluk tak kasat mata. Hampir setiap hari aku memang bisa melihat mereka, dari yang hanya sekedar melihat saja, menyapa, sampai yang berniat jahat. Semua sudah aku temui. Bahkan beberapa hewan jadi-jadian pun sering mengikutiku.

Sepulang dari tempat Kyai Zainal aku merasa selalu diikuti seekor harimau loreng, tapi bulunya putih. Beberapa kali ia menampakkan diri saat aku merasa sedih. Walau hanya diam dan duduk tenang di dekatku itu sudah membuatku nyaman. Aku seperti memiliki teman. Sempat bapak menanyakan tentang keberadaan harimau tersebut pada Kyai Zainal, kata beliau tidak apa-apa. Justru harimau yang akhirnya aku beri nama Tigris--dari jenis gen harimau putih itu sendiri--

Bersama Tigris, aku seperti punya pengawal pribadi yang tidak bisa dilihat orang lain. Efeknya cukup luar biasa saat kucing besar itu berada di dekatku. Beberapa kali aku terhindar dari kejahatan. Aku sangat paham jika Allah Swt yang melindungiku, Tigris hanya perantara Rabb-ku. Hanya saja harimau putih itu tidak bisa menembus alam lain yang sengaja mengurungku. Kalaupun bisa ia pasti akan terluka.

Seperti saat ini, ketika aku terseret di alam lain, Tigris tidak bersamaku. Di balik batu besar aku menemukan sosok perempuan yang beberapa bagian tubuhnnya terkoyak, darah segar mengalir dari luka-luka tersebut. Bau anyir semakin menyengat. Aku mencoba lebih dekat dengannya. Langkah kaki sengaja kubuat sepelan mungkin supaya tidak mengagetkan sosok tersebut.

Sosok perempuan itu langsung menengok kearahku. Tatapan matanya sayu, bibirnya bergetar seperti ingin mengatakan sesuatau. Tangan kanannya terangkat sedikit. Tampak kulit lengan bawahnya mengelupas, meneteskan darah kering. Aku berjongkok untuk bisa menaejajarkan tubuh kami. Bau anyir sangat menusuk saat sudah berada tepat di hadapannya.

"Maaf, kamu siapa? dan ini luka karena apa?" tanyaku mencoba membuka pembicaraan.

"Tumbal.... tumbal...." ucap sosok itu lirih hampir tidak terdengar.

'Sial, arwah penasaran ternyata' umpatku dalam hati. Aku mencoba meraba apakah dia masih berujud jasad kasar atau sudah arwah. Karena biasanya manusia yang dijadikan tumbal akan dibawa bersama wujud kasarnya. Ujung jemariku masih merasakan kulit tubuhnya. Kemungkinan orang yang menumbalkan wanita ini ingkar dengan perjanjiannya, hingga si tumbal tidak bisa dijadikan budak iblis terkutuk itu.

Aku harus secepatnya membawa wanita ini kembali kedunia kami. Dengan bekal ilmu dari Kyai Zainal aku berusahan memberikan hawa murni yang akan mengurangi rasa sakit pada tubuhnya. Lengan kanan wanita yang terluka itu aku sampirkan di leher belakangku. Supaya aku bisa memapahnya masuk kedalam mobil. Lumayan menguras tenaga juga membawanya seorang diri.

Baju dan tubuhku jadi berbau anyir darah. Belum sempurna aku menutup pintu mobil sebelah kiri. Tiba-tiba hembusan angin kencang menerjang dari arah belakang. Menghantam punggung, hingga badan bagian depanku membentur pintu mobil.  Dengan tubuh sempoyongan aku berbalik arah, sekedar ingin tahu makhluk apa yang menyerangku. O.... rupanya si iblis yang menginginkan tumbalnya kembali.

Tidak mau berlama-lama aku segera pasang kuda-kuda dan bersiap mebalas serangannya. Tidak dapat mengukur seberapa besar kekuatannya, tapi aku yakin bisa melumpuhkannya. Sambil membaca ayat-ayat suci Alquran dan berdoa memohon perlindungan dari Allah Swt, kembali serangan aku lancarkan. Telak mengenai kepalanya.

Raungan kesakitan juga amarah bercampur memekakkan telinga. Dari arah kiri ada hantaman angin dasyat yang melemparkan tubuhku. Rupanya kawanan iblis mulai berdatangan. Jujur ada rasa takut menyergap hati. Dengan telepati aku berusaha memanggil Tigris. Cukup sadar jika hariamau putih itu akan kesulitan menembus alam ini, hanya itu yang bisa aku upayakan.

Mendapat serangan dari dua arah sekaligus, cukup membuatku kewalahan. Beberapa bagian tubuhku juga sudah terluka. Rasa sakit mulai menjalar dari ujung kaki sampai kepala, tapi aku berusaha untuk tetap tersadar. Kalau aku sampai kehilangan kesadaran bisa-bisa aku juga jadi budak mereka selamanya, ogah bangetlah.

Murojah yang aku baca cukup membuat mereka kalang kabut juga. Erangan kesakitan lumayan menyiksa bagi iblis-iblis yang rupanya semakin banyakn beratangan. Suara benda dipukul sempat memecah konsentrasiku. Mobilku sudah dikerubuti empat iblis yang mungkin akan mengambil wanita di dalamnya. Hantaman keras mengenai tubuh bagian kananku. Badan ini terlempar lumayan jauh dan sempat membentur kap mobil.

Aku masih berusaha berdiri, walau terasa sulit. Serangat yang baru saja kuterima cukup telak menghajarku. Dengan sudah payah akhirnya kedua kaki ini masih bisa menopang tubuh. Lengan kananku sudah susah untuk digerakkan. Belum sempat aku berdiri sempurna, hawa panas dari arah depan terasa sangat kencang menuju arahku. Pasrah, itu yang bisa aku lakukan saat ini. Hingga terasa ada tangan yang merengkuh tubuhku dan membawaku pergi dari tempat itu.

Bersambung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Guardian ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang