Kopi Hitam Bapak

34 5 0
                                    

Bapak amat menyukai kopi hitam nya. Terkadang beliau mampu menghabiskan 3 gelas dalam sehari. Bapak tidak suka kopi terlalu manis, kata nya tidak mewakili kehidupan. Tanpa ditemani gorengan atau sekedar cemilan, Bapak bisa menghabiskan kopi pahit itu sendiri.

Pernah sesekali aku mencoba dan langsung memuntahkan nya, Bapak hanya tertawa geli melihat ku yang baru berumur 6 tahun, "Kamu masih terlalu kecil untuk meminum kehidupan ini nak," Kata Bapak sembari mengelus kepala ku lembut. Bapak tidak pernah sekalipun protes bila Ibu lupa menyajikan kopi nya, beliau selalu menyajikan nya sendiri jika Ibu sedang sibuk memasak atau sedang membaca bait suci Al-Qur'an.

Bagi Bapak, Kopi adalah lambang kehidupan. Didalam pahit dan sepat nya berbaur menjadi satu didalam cangkir putih itu. Bahkan ketika rasa manis itu ada itu hanya rasa sementara lalu hilang diganti kan rasa sepat yang mungkin hanya Bapak yang menikmati. Mungkin itu yang membuat ia tak mau ditemani rasa manis pisang goreng ataupun rasa yang lain. Ia hanya ingin menikmati rasa kopi dengan nikmat. Pahit dan Sepat

Begitulah Bapak bahkan dicuaca sepanas apapun, Beliau tidak lupa dengan kopi hitam nya. Bapak tidak pernah menyisakan kopi nya. Terkadang jika sudah tinggal ampas nya ia masih saja sibuk menyeruput kopi nya. Itulah yang terkadang membuat wak Abu adik Bapak mengeleng melihat tingkah nya. Kata wak Abu, Bapak menjadi pencandu kopi sudah dari bujangan sebelum bertemu Ibu dan malah kata nya lebih parah. Ia bisa menghabiskan 5 gelas sehari.

Aku tidak pernah protes apa yang dilakukan Bapak. Bagi ku selama ia senang aku juga. Kalau bagi Bapak kopi adalah kehidupan, Bagi ku cangkir nya adalah diri ku. Yang nanti nya akan menampung pahit dan sepat nya kehidupan.

"Ness, senang melihat bapak menikmati kopi,"

Bapak selalu tersenyum jika aku membahas kesukaan nya.

"Begitukah?Bapak juga senang,"

"Ness ingin cepat besar agar bisa menyajikan dan menikmati kopi bersama bapak."

"Bapak juga ingin Ness cepat besar agar bisa menyajikan dan menikmati bersama Bapak." Bapak menutup hari dan percakapan kami dengan memeluk ku dengan erat.

Namun,

Hari itu ] Aku tidak mendengar teko mendengung yang biasa berbunyi jika Bapak ingin minum kopi.

Hari itu ] Bulan bersemayam bersama kelambu semesta.

Hari itu ] Sembari mengaji Ibu menangis bersama Bumi.

Hari itu ] Ibu tidak memakai mukena pink cantik pemberian Bapak.

Hari itu ] semua orang berpakaian Hitam.

Hari itu ] Aku masih berbau tanah basah pemakaman.

Hari itu ] Kopi bapak tidak lagi disajikan.

Isi KepalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang