Babak Pertama: Menghindari Sumber Luka

138 21 0
                                    

Mana yang paling bikin sesak: dia yang ternyata bukan lagi punya kamu atau masih digenggam tapi matanya nggak lagi tertuju ke kamu? Faktanya, ada banyak cara untuk jatuh. Tenggelam dan terus tenggelam sendirian. Orang punya pilihan, lanjut atau berhenti. Namun nggak ada yang lebih ngilu daripada diminta stop tanpa ada alasan.

Ada yang bilang luka bakal nggak terasa bila nggak terus dilihat. Dulu Yeonhee pikir, itu cuma sugesti dari otak ke saraf. Atau mungkin kalimat penenang supaya lekas beranjak dan menemukan babak baru. Rupanya bukan. Itu nyata. Yeonhee menemukan lukanya terus terasa baru kapanpun wujud pemberi gores tertangkap retina.

Saat frasa ajakan selesai terdengar di rungu, Yeonhee merasa langit baru saja runtuh menghancurkan dunianya. Mungkin akan tuntas dan berakhir tenang jika ada karena yang turut terucap, tapi nyatanya nggak ada. Yeonhee ditinggalkan dalam kondisi kebingungan. Merasa bodoh dan berakhir berasumsi dia nggak cukup kompeten sampai-sampai orang lain enggan lagi punya ikatan.

Terpuruk mungkin sudah jadi teman paling loyal. Setiap kali mau bangkit, rongrongan kosong di dada selalu menimbulkan nyeri ketika mendapati sumber deritanya nggak pernah sesedih yang dia duga. Yeonhee terluka sendirian, begitu ternyata.

"Lo bisa pikir baik-baik."

"Harus berapa kali lagi?" Map yang digenggam Yeonhee menekuk di sisi atas, akibat dari cengkeraman yang mendadak menguat.

"Masa kepengurusan udah hampir selesai, Yeon. Bulan depan juga udah pemira buat periode berikutnya. Sia-sia pengabdian lo selama setahun ini kalo tiba-tiba berhenti." Chaewon memegang kening dan menghela napas. "Oke, gini. Lo udah putus sama Bomin sejak lama. Masih susah buat lupa?"

Yeonhee terkesiap. Sekian waktu terlewati, malam dan siang terus dilintasi, tapi respons tubuhnya masih saja serupa manakala dengar nama itu diungkit.

"Lo harus bisa damai sama diri lo sendiri, Yeon."

"Gimana gue bisa damai kalo gue harus lihat, dengar, bahkan interaksi sama dia setiap hari?"

Bomin, si Presiden Mahasiswa yang tegas abis ternyata bisa melanggar aturan juga. Mengajak Yeonhee sang sekretaris umum untuk membagi afeksi setelah beberapa kali keluar bareng. Lalu nggak ada dua bulan setelah itu, Yeonhee seperti dibuang. Diputus begitu saja seakan cuma Bomin yang punya hak mutlak.

"Justru karena lo sering ketemu dia, lo bisa terbiasa."

"Nggak ada yang namanya terbiasa sama luka." Dada Yeonhee naik turun. Dia berusaha bersikap tenang, tapi pembahasan ini terlalu menyudutkan. "Lo nggak tau rasanya tiba-tiba diajak putus padahal sebelumnya nggak ada masalah. Lo nggak ngerti rasanya dapet chat yang sebelumnya perhatian tiba-tiba isinya berubah jadi kerjaan organisasi doang. Lo nggak akan paham gimana mata yang lo selalu suka, sekarang berubah jadi hal yang paling lo hindari."

Mungkin yang paling benar memang jangan pernah mengungkap karena nggak semua kepala bakal paham. Yeonhee bukan sekadar melakukan keputusan buta. Kesalnya menumpuk dan melampiaskannya ke Chaewon adalah hal paling terakhir yang Yeonhee mau.

"Yeonhee, maaf. Maksud gue bukan gitu." Chaewon mendadak merasa bersalah dan berpikir perlu melakukan sesuatu sebagai penebusan, "Gue temenin, ya, ke sekre."

Sebuah anggukan adalah jawaban.

Keduanya kemudian berjalan beriringan ke gedung paling Barat kampus. Melewati parkiran Fakultas Ekonomi dan Bisnis, baru kemudian menjangkau lantai empat pakai elevator. Persis di depan pintu bertuliskan Ruang Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa, Yeonhee merasakan punggungnya diusap perlahan.

Chaewon nggak mengujar kata, tapi Yeonhee tahu dia memberi dukungan. Maka, selesai menarik dan mengembuskan napas beberapa kali dan yakin dia betulan siap, Yeonhee melihat Chaewon sekali lagi. Cewek itu mengangguk.

Tangan kanan Yeonhee terulur, mengayun daun pintu dan menutupnya lagi saat raganya berhasil masuk. Sesuai prediksi, Bomin ada di tempat. Terlihat membelakangi pintu, menghadap beberapa tumpuk kertas dan pulpen yang diputar di jemari dominan. Badannya berbalik saat tahu ada yang datang.

Yeonhee melirik beberapa kop dan halaman paling awal salah satu jajaran kertas. Mayoritas berupa kegiatan yang perlu tanda tangan secepatnya.

"Gue mau resign," kata Yeonhee cepat, seperti nggak ada jeda untuk bernapas.

Bomin kelihatan nggak kaget sama sekali. "Alasannya?"

Lo, Yeonhee menjawab dalam hati.

"Suasana kerja nggak nyaman."

"Dua bulan sebelum demise?" Kening Bomin mengerut. "Gue yakin lo dikasih pertanyaan soal kondisi semacam ini waktu wawancara rekruitmen dulu. Resign adalah jawaban lo waktu itu?"

"Bukan," Yeonhee mengangsurkan mapnya ke hadapan Bomin dan menambahkan sebelum keluar dari ruangan, "tapi nggak ada gunanya nahan anggota yang kerjanya udah setengah hati."














。:゚゚:。

memperkenalkan, jagonya otak-atik relung

dan si korban

---
TMI, gue dapet ide bikin ini setelah tangan gue gak sengaja kegores pas motong sayuran. random sih emang, tapi okelah mari layarkan bomin x yeonhee dalam imaji.

Pada LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang