Babak Ketiga: Seharusnya Dari Awal Dipaparkan

74 19 4
                                    

"Dia pasti sengaja!" Chaewon meremas setir mobil. Mendengar rangkaian kejadian brutal kemarin sore dari mulut Yeonhee langsung justru bikin emosinya ikutan melonjak. "Orang kaya dia kenapa dimasukin DLM, sih? Udah jelas dia oposan."

Yeonhee cuma menghela, mengunci rapat bibir selagi mobil Chaewon perlahan memelan dan berhenti sempurna di lampu merah. Siang itu terik dan jalanan padat. Beruntung kelas diakhiri lebih awal. Yeonhee jadi bisa lekas pulang sebelum matahari ada di puncak kepala.

"Gue udah nggak suka sama orang itu dari lama. Dari gelagatnya aja udah kelihatan dia yang paling pengin Bomin turun," Chaewon mendecakkan lidah, "frankly speaking, he deserved it. Bahkan layak dibikin bonyok aja sekalian."

Chaewon menurunkan rem tangan dan mengganti persneling. Menginjak pedal gas, mobil akhirnya kembali bergerak. Sekitar sepuluh menit lagi, mereka bakal tiba di rumah Yeonhee.

"Tuduhan dia udah nggak wajar. Cuma orang sinting yang nyerang personal di saat kayak gitu. Katanya lembaga netral, perkara gitu doang nggak bisa ambil sikap. Mungkin dia pikir bisa mancing Bomin lewat lo dan ternyata—"

"Gagal."

"—berhasil." Chaewon melihat Yeonhee sekilas. "Hah?"

"Dia gagal. Gue sama Bomin beneran udah putus, entah karena dia selingkuh atau alasan lain. Nggak ada alasan buat Bomin masih peduli sama gue."

"Lo bercanda." Chaewon menggeleng. "Justru karena dia sampai mukul tuh kunyuk karena dia peduli sama lo."

"See? Dia bahkan baru marah karena gue usik egonya. Bukan karena belain lo."

Yeonhee memijit pelipis, menyenderkan kepalanya pada jendela. "Udahlah, Chae. Jangan dibahas lagi," ujarnya malas.

"Sidang lo gimana?" Chaewon mengubah topik.

"Kalaupun dilanjut, pastinya nggak dalam waktu dekat." Yeonhee nggak mau pura-pura nggak tahu. "Bahkan kalo diliat dari situasinya, kayaknya gue harus tahan-tahan sampai masa kerja kabinet selesai."

Mobil merah yang ditumpangi Yeonhee berhenti di depan pagar hitam sebuah rumah dengan halaman luas. Baru mau turun, Yeonhee merasakan masing-masing telapaknya mendadak kebas dibanjiri keringat dingin. Seperti membeku, dia tanpa sadar menahan napas. Dan Chaewon tahu alasannya.

Kenapa Bomin bisa di sini?

"Yeon, gue bisa bantu kalo lo nggak mau ketemu." Chaewon khawatir.

"I'm fine," balas Yeonhee, berusaha rileks. Ini cuma Bomin. Nggak ada yang perlu dicemaskan. Melepas sabuk pengaman dan meraih tas selempangnya dari kursi bagian belakang, Yeonhee bicara lagi, "Thank you, ya. Lo pulangnya hati-hati."

Yeonhee lantas turun, melambai pada Chaewon dan memberinya senyum kecil sebagai isyarat bahwa dia benar-benar oke. Begitu mobil Chaewon lenyap, Yeonhee menarik napas. Meraup sebanyak mungkin oksigen sebelum berbalik dan berhadapan langsung dengan orang yang sama sekali nggak ada rencana dia temui dalam kurun waktu cepat.

"We need to talk."

"I've nothing to say."

"Lo marah?"

Yeonhee berhenti. Rencananya untuk segera membuka pagar dan masuk langsung tertunda.

"Kenapa gue harus marah?" tanya Yeonhee. "Apa yang lo lakuin kemarin itu sama sekali nggak ada hubungannya sama gue. You punched him because you wanted to protect your pride and I don't even care."

"Yeonhee," Bomin melanjutkan, "gue marah karena dia asal ngomong. Gue nggak selingkuh."

"Terus? Lo sama gue udah selesai, nggak peduli apa alasan lo."

Terdapat jeda karena Yeonhee menunggu jawaban, tapi Bomin tampak nggak menunjukkan tanda-tanda angkat suara.

"Omongan dia bener, kok. Gue keluar karena nggak bisa kerja bareng lo lagi karena masalah pribadi. Mungkin enteng bagi lo karena lo nggak pernah mengalami fase merasa diri sendiri jadi orang paling useless setelah diputusin tanpa kejelasan. Kalo lo mau denger, gue sekarang jadi jauh lebih mudah memandang rendah diri gue sendiri sejak kejadian itu. I felt like I wasn't good enough, so whenever I tried to do something I'd start doubting myself. Gue selalu berpikir kalo gue nggak cukup kompeten, gue pasti bakal bikin orang-orang kecewa, dan serentetan pikiran negatif lainnya.

"Lo sama gue yang awalnya nggak ada masalah aja bisa tiba-tiba putus, jadi gue selama ini mikir kalo masalahnya pasti ada di diri gue. Kata putus dari lo itu traumatis! Kerja sama lo bikin gue tertekan. Lo sumber dari perasaan nggak nyaman gue selama ini, apa salah kalo gue mencoba menghindari itu? Kesannya emang egois banget, gue tau. Tapi gue sendiri sampai nggak tau harus gimana lagi biar bisa lepas dari bayang-bayang lo. Satu-satunya cara yang belum gue coba cuma ini. Trying to cut you off of my life."

Bulir keringat menetes dari dahi. Nggak pasti apakah karena cuaca yang kelewat panas atau karena Yeonhee yang memang terlampau mengerahkan semua tenaganya buat menyampaikan apa yang ada di kepala. Satu yang jelas, Yeonhee nggak tahan. Dia mau segera pergi saat itu juga.

"Lo mau denger penjelasan gue?" Menganggap diamnya Yeonhee sebagai persetujuan, Bomin menyambung, "tapi yang pertama, lo harus tau kalo gue masih sayang sama lo."














。:゚:。

yHAaaaaa anak muda, biasalah

Pada LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang