Saat itu jam menunjukan jam makan siang. Jadi tentu saja tidak mengherankan melihat situasiku sekarang. Hiruk piruk jam makan siang memang sangat melelahkan. Apalagi jika restoran tempat ku bekerja ini ramai dikunjungi pelanggan.
"Teh tarik tiga untuk meja satu!" Ujar seorang pegawai dengan cukup lantang.
Pegawai lainnya terlihat jelas mulai kewalahan. Salah satu diantaranya bahkan ada yang terpeleset dan hampir menjatuhkan makanan yang dibawanya. Untungnya aku dengan gesit berhasil menangkap pesanannya sebelum mengenai lantai. Berantakan jadinya. Tapi setidaknya makanan tersebut tidak akan terbuang begitu saja.
"Lain kali hati-hati." kataku dengan singkat lalu beranjak membantu pekerjaan lain.
Yah semenjak ayah memberikan bisnisnya kepadaku restoran kini semakin ramai berkat kemahiranku dalam mempromosikan restoran ini. Maka tak heran orang-orang rela antri panjang bahkan di bawah terik matahari. Prinsipku ada harga ada barang. Jadi jelas kualitas restoran kami sudah terjamin.
Kuakui memang melelahkan. Terutama saat ada pelanggan yang merepotkan atau yang selalu mencari kesalahan. Tapi semuanya aku lakukan demi keluarga kecilku. Istriku sedang mengandung anak pertama. Hal itu membuat aku semakin bersemangat dalam bekerja. Aku ingin anakku mendapat yang terbaik.
Saat aku tenggelam dalam pikiran dan pekerjaanku, tiba-tiba ponselku berdering. Aku segera izin kebelakang dan mengangkat telpon tersebut.
"....kami dari rumah sakit ingin menginfokan bahwa istri anda ketubannya pecah." Ujar perempuan di telepon setelah memperkenalkan diri.
Selanjutnya semua terjadi bagaikan kilat. Aku sangat terkejut mendengar kabar tersebut hingga aku tidak berpikir lagi saat aku begegas menuju rumah sakit. Masa bodoh dengan peraturan lalu lintas. Yang ada di pikiranku saat ini hanyalah istriku dan bayiku.
Sesampainya di sana aku langsung menerobos pintu utama dan mendatangi meja resepsionis. Langsung kutanyakan dimana kamar istriku berada.
"Istri anda berada di kamar 69"
Setelah mendengar itu, aku pun berlari sekencang mungkin.
Dengan nafas terengah-engah aku membuka pintu dan melihat istriku sedang menggendong anak kembar. Melihat pemandangan tersebut aku pun menangis terharu.
Dia pun tersenyum tipis dan berkata, "anak-anak kita memiliki wajah sepertimu, Pearl."
Aku segera memeluknya dengan hangat. "Childe sayang, terima kasih karena sudah berjuang untuk anak-anak kita" Kataku seraya mengecup keningnya.
Mungkin ini adalah awal yang baik untuk keluarga kecil kami.