1. pertemuan

67 10 2
                                    

Hening di dalam sebuah kamar. Terdapat seorang laki-laki yang sedang melihat pantulan dirinya di depan kaca. Ada beberapa lebam ditubuhnya dan sebuah lebam kecil di ujung bibirnya yang ia dapat kemarin malam. Membalikkan tubuhnya dan melihat belakangnya yang juga terdapat beberapa lebam.

Mengalihkan tatapannya ke leher bagian belakangnya yang terdapat sebuah tato berbentuk gelombang suara. Menyentuhnya sebentar lalu ia pun segera memakai kaos putih polos dan kemeja kebesarannya.

Ia mengecek kembali tasnya agar tidak ada yang tertinggal kemudian mengambil kalung dengan liontin berbentuk kapsul di atas meja belajarnya. Memandang sebentar kalungnya itu lalu memakainya sebelum keluar kamar.

"Ayah aku pergi"

"..."

Lelaki itu menghela nafas lalu berjalan keluar dari rumah kecilnya. Ia sudah biasa diabaikan oleh ayahnya seperti tadi dan mungkin ia lebih memilih diabaikan daripada di- ah, ia tidak mau mengingat hal menyakitkan itu dipagi yang cukup cerah ini.

Ia berjalan cukup cepat mengingat ini adalah hari pertama ia kembali kuliah setelah menghabiskan libur panjangnya di rumah. Rumah? Dia bahkan tidak yakin kalau tempat itu bisa disebut rumah.

Setelah berjalan kurang lebih sepuluh menit, akhirnya ia sampai di halte bus yang sudah cukup ramai oleh orang-orang. Selagi menunggu bus datang, ia membuka tas ranselnya dan mengambil earphonenya lalu menyambungkannya di handphonenya yang layarnya sudah retak.

Ia langsung masuk ke dalam bus setelah bus yang ia tunggu berhenti sempurna di depan halte. Mengambil kursi di dekat jendela lalu memasang earphone di kedua telinganya.

Let It Be - The Beatles

Lagu favoritnya yang sekarang terputar di handphonenya. Menyandarkan kepalanya di jendela lalu menutup matanya. Tidak, ia tidak tidur. Ia hanya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi hari ini dan hari-hari selanjutnya. Setidaknya ia berharap hari ini akan berjalan dengan baik walaupun ia tahu hari yang baik itu jarang ia rasakan.

"Selamat pagi ayah, selamat pagi ibu", ucap anak laki-laki yang baru saja turun tangga dan sedang berjalan menuju meja makan. Oh jangan lupakan senyumannya yang membuat matanya juga ikut tersenyum.

Setelah sampai, ia langsung memeluk kedua orang tuanya dan duduk di kursinya. Hal seperti itu sudah biasa ia lakukan setiap hari.

"Pagi sayang. Kau terlihat bersemangat hari ini" kata sang ibu yang sedang menuangkan susu digelas anaknya.

"Ya hari ini hari pertama kuliah. Akhirnya aku bisa bertemu dengan teman-temanku"

"Mau ayah antar atau pergi sendiri"

"Aku pergi sendiri saja ayah. Motorku rindu dibawa pergi oleh tuannya"

Pagi yang cerah diawali dengan percakapan-percakapan ringan, membuat rumah besar ini terasa lebih hangat. Bahkan beberapa maid yang ada di dapur ikut tersenyum saat mendengar tuan mereka melontarkan beberapa lelucon.

"Oh aku pergi dulu, aku tidak mau terlambat di hari pertamaku kuliah"

"Baiklah, ingat jangan ngebut-ngebut, hati-hati bawa motornya"

"Iya ibu, Jeno pergi dulu. Dah ayah"

"Dah sayang, hati-hati"

Setelah berpamitan, Jeno pun segera keluar dari rumah dan berjalan menuju motornya yang sudah cukup lama terpakir di halaman rumahnya.

"Hai PawPaw, apa kau rindu berjalan-jalan?"

"..."

"Haha aku juga rindu berjalan-jalan denganmu"

seni dan dia | norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang