3. hari yang indah dan buruk

20 4 0
                                    

"Chenle, aku duluan"

"Hati-hati hyung" setelah melambaikan tangan pada Chenle, Renjun segera berjalan keluar dari cafe untuk bertemu dengan Jeno yang sudah menunggu di luar.

"Udah selesai?"

"I-iya"

"Ayo naik" Renjun masih menatap motor Jeno yang cukup tinggi. Jeno yang sadar hanya terkekeh melihat wajah polos milik Renjun.

"Pegang bahu gue aja, nggak bakal jatuh kok" Renjun pun memegang bahu Jeno lalu naik ke motor Jeno. Karena masih merasa canggung, Renjun hanya memegang tas ransel milik Jeno sebagai pegangan.

"Udah?" Tanya Jeno sambil melihat sedikit ke arah belakang.

"Iya"

"Oh iya alamat lo dimana?"

"Ah antar saja di minimarket dekat perumahan Neo" jawab Renjun cepat yang membuat Jeno sedikit terkejut.

"Boleh?" Tanya Renjun pelan.

"Boleh, pegangan ya"

Perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan. Namun, rasa canggung itu perlahan mulai hilang di antara mereka berdua. Sesekali Jeno melihat ke arah kaca spion dan tersenyum ketika melihat Renjun yang menyipitkan matanya karena angin yang cukup kencang menerpa wajahnya.

Setelah sampai di minimarket, Renjun perlahan turun dari motor setelah Jeno memakirkan motornya.

"Serius nggak mau diantar sampai rumah?"

"I-iya nggak usah. Oh iya terima kasih udah mau antar aku"

"Nggak masalah" ucap Jeno sambil tersenyum ke arah Renjun. Sedikit merasa aneh dengan tingkah Renjun yang seperti merasa.... takut?

"Yaudah gue balik ya" Renjun hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kecil ke arah Jeno.

"Umm Jeno" panggil Renjun sambil sedikit menunduk. Jeno yang namanya disebut memberikan tatapan bertanya pada Renjun.

"Untuk yang tadi siang..." menggantungkan kalimatnya lalu menatap Jeno.

"...aku akan berusaha" tau kemana arah pembicaraan Renjun, Jeno hanya tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya.

"Gue balik" setelah itu Jeno benar-benar pergi meninggalkan Renjun. Melihat jam di handphonenya, Renjun segera berjalan ke rumahnya. Kadang tersenyum kecil memikirkan hal-hal yang terjadi sepanjang hari tadi.

Entahlah, Renjun hanya merasa hatinya sedikit bahagia. Setidaknya ada satu hal yang bisa membuat hatinya terasa sedikit ringan seperti tadi, saat mendengarkan kalimat yang diucapkan oleh Jeno. Kali ini, bolehkah ia berharap untuk merasakan kebahagiaan itu lebih lama?

Sibuk dengan pikirannya, Renjun pun tak sadar ia sudah sampai di depan rumahnya. Menghembuskan napas sebelum membuka pintu rumahnya. Keadaan rumah yang gelap membuat ia sedikit kesulitan untuk melihat.

"Ayah aku pulang" ucap Renjun setelah menutup pintu rumahnya dengan gerakan yang pelan.

Prang!

Beruntung Renjun memiliki reflek yang cukup cepat sehingga botol kaca itu terlempar ke arah dinding di sampingnya.

Renjun yang masih kaget dengan apa yang baru saja terjadi hanya menunduk sambil menutup kepalanya dengan kedua tangannya dengan mata melotot dan mulut sedikit terbuka yang kelihatan sedikit bergetar.

"KEMARI KAU ANAK BRENGSEK!"

Renjun yang mendengar teriakan ayahnya perlahan mulai berjalan ke ruang tamu dimana ayahnya sedang berdiri sambil menatapnya dengan wajah penuh amarah.

seni dan dia | norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang