4. Menata Hati

1 3 0
                                    

" Jika ada kata-kata yang menyakitimu menunduklah, dan biarkan dia melewatimu.
Jangan masukkan dalam hati agar hatimu tidak lelah".

_ Ali bin Abi Thalib

___

Perpisahan merupakan tali panjang yang mengitari lingkaran takdir, tali itu bergerak mengelilingi nasib, perpisahan memberi pengalaman serta pengajaran yang baru.

Foto usang yang terpajang di dinding menjadi pengingat menjadi teman dekat mengenang masa lampau , setiap adegan kehidupan seperti Boomerang yang terus berputar , tawa dan luka bersatu dalam memori yang sama, seperti ingin lari dari kenyataan namun jalan membawanya kembali untuk terus di kenang.

Kepergian orang yang tercinta menyiksa, menyisakan sesak di dada , setiap melihat rumah seisinya yang penuh makna membawa amarah dan kebencian, bagaimana tidak takdir mempermainkannya , kata kepergian mengubah segalanya.

"Istighfar Nisa"

Hanya kata itu yang bisa terucap dari bibirku, untuk menenangkan diri sendiri setelah banyak kata caci maki atas segala sesuatu yang menimpaku, aku beranjak pergi ke kamar mandi lalu menghidupkan keran membasuh mataku dengan sedikit air. Setelahnya aku kembali ke kamar ,rasanya pikiran dan fisik ku butuh istirahat, namun tak lama aku tertidur ada yang mengetuk pintu rumahku.

"Tok.. tok.. Nisa apakah kamu ada di dalam?" Ucapnya dengan suara berteriak ,seperti suara ibuk-ibuk penagih kost-kostanku

Aku membuka pintu tak sengaja tiba-tiba buk Siti langsung marah-marah.

"Heh ... Nisa mau berapa lama lagi kamu mau membayar uang kost ini !, saya ini juga butuh uang untuk biaya makan, sekarang mending kamu beresin semua pakaian kamu .. pergi dari sini, dasar gadis tidak benar bisanya hanya menjadi wanita penghibur." Cibirnya tanpa rasa bersalah.

"Saya akan melunasinya buk , tapi tolong beri saya waktu" sambil memohon.

"Tidak ada tapi-tapian sekarang cepat pergi dari sini" tak ada empati belas kasihan padahal gadis itu sedang berduka.

Nisa hanya bisa menunduk sambil menahan bulir bening yang akan jatuh , ia tak mau terlihat lemah , ia sudah berjanji pada almarhumah neneknya ,sekuat apapun badai dalam kehidupan nya ia tak akan menangis.

Bergegas ke dalam rumah sambil membereskan semua pakaian, sekarang rumah ini serta kenangan nya akan ia tinggalkan,tak ada pilihan lain karena memang saat itu ia tidak punya uang sepeser pun untuk membayar kost-kostan yang sudah lama menunggak.

Entah kemana kaki melangkah ia menyusuri jalan sampai di suatu tempat yang menciptakan ketenangan, tempat dimana ia bisa berdamai sejenak dalam keterpurukan yaitu senja walau hanya datang sesaat tak mengapa setidaknya bisa melepaskan rasa sesak di dada , maniknya memandang lurus bentangan lautan yang terombang-ambing oleh ombak.

" Aku bagaikan ombak besar ini yang terombang-ambing tanpa henti melawan arus, aku bagaikan air asin lautan yang tetap memberi kehidupan makhluk hidup di dalamnya" Nisa bergumam sendirian.

"Aghhh... Kapan semua ini berakhir ?" Prestasi nya.

" Kalau kamu terus menyalahkan takdir kau tak akan pernah mendapat ketenangan dalam hidup, hidup memang tempatnya capek, laa tahzan sesungguhnya Allah bersammu jika kamu menyadari hal itu".
Ucap seorang lelaki yang tiba-tiba saja muncul, padahal dari tadi ia sendiri...

"Nih ambil jilbab mu, kalo pakai jilbab itu yang benar neng." Ucapnya tegas sambil mengulurkan jilbab kepada pemiliknya.

" Iya iya maaf" Nisa sedang tak mau berdebat untuk saat ini.

" Ya sudah kalau begitu saya pergi dulu, assalamu'alaikum neng semoga pertemuan kita tidak sampai di sini saja". Langsung berlalu pergi.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh, aneh tu orang kenal aja nggak, terus apa tadi sikapnya dingin banget kaya kulkas." Kesalnya..

Sampai senja terbenam Nisa pergi ke rumah temannya , ya Nisa gadis yang mudah bergaul oleh sebab itu dia mempunyai banyak teman , salah satunya Zahra, Ranti, dan Rani mereka sudah bersahabat sejak kecil sayang ny Ranti dan Rani sekarang sedang mondok jadi ia berpikir untuk pergi k rumah Zahra saja.

Skip di rumah Zahra.

"Tok... Tok.. Ra.. Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumussalam.. eh ternyata kamu nis, sini masuk , aku turut berdukacita ya maaf ga bisa datang ke pemakaman hari itu karena ada beberapa kendala". Sambil mempersilahkan Nisa masuk ke Rumah nya.

"Iya Ra.. gak pp , aku kesini pengen nginep untuk beberapa waktu, soalnya aku di usir dari kontrakan".

" Ya ampun Nis kamu ini kaya sama siapa aja , kita kan udah kaya saudara jadi gak usah sungkan".

"Benaran boleh Ra? Aku ngerepotin kamu ntr ".

" Santai aja kali Nis, lagian nyokap bokap lagi ga ada d rumah, kalo gitu yok masuk ke kamar kamu pasti capek".

" Hehe ... Iya Ra kamu tau aja". Sambil cengengesan.

"Nisa.. Nisa kamu ini ga pernah berubah". Sambil merangkul pundak Nisa menuju kamar.

Nisa bersyukur masih banyak orang yang peduli dengan dirinya, ternyata benar kata pemuda itu ia tak sendirian Allah selalu bersama nya dan orang yang menyayanginya.

"Ah .. kenapa tiba-tiba aku memikirkan si kulkas itu? Udah gak benar ini, lebih baik aku mandi terus tidur".

Malam itu ia tertidur dengan perasaan yang aneh mungkin penyebabnya karena si kulkas tadi. Ya Nisa memberikan gelar kepada pemuda itu , dasar si Nisa.

Cukup sampai di sini dulu ya.. mohon maaf atas banyak kekurangan dalam kepenulisan soalnya author baru belajar bikin novel.
Jangan sungkan untuk memberi kritik dan saran ya 😁.


Salam hangat Icha Anisah🤗.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang