Bab 4

1 0 0
                                    

Atau kau inginkan yang baru

Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Anak Bangsa telah berdiri sejak sepuluh tahun yang lalu. Masih sekolah baru dan belum ada peminatnya. Awal dibuka hanya satu program keahlian yang tersedia yaitu teknologi dan rekayasa. Fokus pada jurusan kimia analisis. Tahun berikutnya bertambah menjadi tiga jurusan, dengan rekayasa perangkat lunak dan teknik elektronika industri.

Zia pertama kali menginjakkan kaki di sekolah itu sebagai guru baru. Mengajar bahasa Jepang di semua tingkat, tujuh tahun yang lalu. Menggantikan guru yang sebelumnya mengajar pindah ke sekolah yang lain. Cukup sulit karena meski terlahir di kota yang terkenal panas ini, masa kanak-kanak dan remaja wanita itu dihabiskan di kota yang memiliki julukan Paris Van Java. Siapa sangka, kedua orang tuanya yang memutuskan pulang kampung dua puluh tujuh tahun yang lalu itu, malah kembali ke kota ini. Kota yang terkenal dengan industri dan pabrik Jepang di Jawa Barat.

Sembilan tahun berada di sekolah swasta ini bukanlah hal yang mudah. Ada banyak cerita, terutama perubahan bangunan yang selalu membuat hati berdecak kagum. Saat pertama kali mengajar di sekolah ini, posisi sekolah masih belum memiliki gedung sendiri sehingga harus berbagi jam pemakaian dan ruangan dengan sekolah dasar di bawah yayasan yang sama. Hingga akhirnya ketika melahirkan lulusan angkatan pertama, secara bertahap sekolah ini memiliki gedung sendiri, tetapi masih berada satu komplek dengan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Kini setelah sepuluh tahun berlalu, sudah ada 16 ruang kelas, satu ruang komputer, delapan ruang praktik untuk setiap jurusan, satu ruang laboratorium bahasa, satu ruang UKS, satu ruang guru, satu ruang tata usaha, satu ruang kepala sekolah, 15 toilet siswa, satu ruang aula, satu masjid sekolah, dan satu lapangan yang cukup besar untuk menampung seluruh siswa upacar atau olahraga.

Dari yang tadinya hanya memakai dua ruang kelas SD yang menumpang, kini sekolah tersebut memiliki banyak ruang yang bebas digunakan dan sangat luas. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, wanita tersebut mengikuti perjalanan gedung sekolah ini dibangun dan berdiri dengan kokoh.

"Zia-sensei, ohayou gozaimasu."

Sapaan itu keluar dari mulut Danang. Mantan murid yang telah menjadi guru di sekolah ini. Semasa sekolahnya, dia merupakan siswa terbaik dalam mata pelajaran bahasa Jepang. Tidak jarang dia membantu Zia dalam mengurus urusan tugas kala wanita tersebut berhalangan hadir.

Kini setelah lima tahun berselang, Danang telah menjelma menjadi sosok pria dewasa. Dia bukan lagi siswa biasa yang bisa Zia pandang sebelah mata. Laki-laki itu hadir di sekolah ini sebagai partner mengajar Zia karena terlalu banyaknya kelas yang dipegangnya membuat tubuh wanita ini kewalahan.

Belum lagi ditambah dengan omelan ibu yang terus memaksa Zia untuk segera menikah. Hal itu membuat wanita tersebut meminta bantuan wakil kepala sekolah bagian kurikulum untuk membuka lowongan tambahan guru bahasa Jepang. Kebetulan, Danang melamar dan terpilih.

"Ohayou gozaimasu."

"Sensei, ini rencana mengajar saya hari ini," katanya sambil menyerahkan beberapa kertas.

Setiap pagi, sebelum memulai mengajar, Zia dan Danang memang berkomitmen untuk membahas persiapan hal-hal yang akan diajarkan di kelas. Setelah selesai mengajar pun, keduanya tidak langsung pulang, tetapi sibuk mengevaluasi kekurangan apa saja yang terjadi di kelas selama mengajar tadi. Jika sempat, Zia akan menengok kelas saat Danang sedang mengajar dan memberi beberapa masukan setelahnya. Tidak jarang dia pun mampir ke kelas Zia untuk melihat cara wanita itu mengajar.

***

Danang berdiri di depan pintu gerbang sekolah tempatnya belajar lima tahun yang lalu. Tidak disangka tepat setelah dia menyelesaikan kuliah sarjananya di jurusan pendidikan bahasa Jepang di sebuah universitas pendidikan negeri di kota yang dijuluki sebutan Kota Kembang dua pekan yang lalu, sebuah kabar menarik terdengar olehnya.

Ternyata, SMK Swasta Anak Bangsa sedang mencari guru bahasa Jepang. Laki-laki itu sempat kebingungan karena khawatir dengan kabar salah satu guru favoritnya, Zia-sensei. Ternyata, sang guru tidak pergi ke mana-mana. Beliau justru membutuhkan tenaga tambahan karena sedikit kerepotan mengurus kelas yang begitu banyak.

Kabar itu tentu saja tidak bisa diabaikan begitu saja oleh Danang. Berbekal ijazah dan pengalaman mengajar di beberapa tempat les bahasa di Bandung, laki-laki itu memberanikan diri melamar pekerjaan. Laki-laki tidak memikirkan berapa gaji yang akan diterimanya. Dia selalu ingat dengan pesan sang guru yang mengatakan bahwa jika memang ingin menjadi seorang guru, fokuslah pada niat ingin berbagi dengan siswa, bukan masalah nominal. Selain itu, dia selalu berharap bisa bertemu kembali dengan wanita yang sempat mencuri perhatian dan fokusnya dulu itu.

"Ah, Sensei. Akhirnya datang juga. Nah, ini beberapa berkas lamaran yang masuk. Kebetulan siang ini, mereka sudah saya panggil untuk datang ke sekolah guna melakukan microteaching. Nanti Sensei temani, biar bisa ikut menilai juga, ya. Bagaimanapun, ini kan, untuk partner kerja Sensei," kata Pak Yudi kala melihat kedatangan Zia di ruangannya sambil menyerahkan lima berkas lamaran.

Wanita itu tidak sempat melihat isi berkas karena wakil kepala sekolah bidang kurikulum di sekolahnya itu telah mengajaknya ke sebuah ruangan yang mirip dengan kelas. Di samping ruangan tersebut telah menanti beberapa orang calon pelamar yang menyiapkan diri untuk melakukan tes mengajar.

Satu per satu masuk ke ruangan dan mulai beraksi seolah sedang mengajar di kelas. Dari keempat orang yang telah masuk, rata-rata mereka adalah lulusan universitas yang tidak memiliki dasar mengajar meski masih di jurusan yang sama dan pernah mengajar di tempat les bahasa.

Jujur, hingga keempat orang calon yang telah melakukan tes mengajar, Zia masih merasa kurang nyaman. Wanita itu berharap partner kerjanya nanti minimal berasal dari universitas pendidikan sepertinya dengan dasar pendidikan yang sama yaitu bahasa Jepang. Tentu pengalaman pernah mengajar menjadi poin tambahan. Apalagi jika mengajar di sebuah sekolah, bukan hanya tempat les bahasa biasa.

"Sensei, ini calon pelamar terakhir. Kebetulan anak ini dulu alumni sekolah kita, lho. Dilihat dari data yang dilampirkannya, dia satu alumni universitas dengan Sensei," kata Pak Yudi sebelum calon pelamar terakhir masuk ke ruangan tersebut.

Mungkinkah?

Zia segera melihat berkas lamaran yang dilampirkan calon pelamar terakhir. Nama yang tercantum pada bagian daftar riwayat hidup begitu tidak asing dalam ingatannya.

Pintu ruangan terbuka. Wanita itu segera mengalihkan perhatiannya dan menatap sosok pria yang begitu dikenalnya dulu. Sosok itu telah bertransformasi dengan begitu cepat. Dia bukan lagi mantan siswa yang dulu sering membantunya. Dia bukan lagi seorang siswa kelas XII yang beranjak dewasa. Sosok itu telah berubah sepernuhnya menjadi laki-laki matang dengan segala sisi maskulin yang mulai menonjol.

"Danang," bisik Zia.

Laki-laki itu tersenyum sebelum memulai tes mengajarnya. Dia menarik napas sebelum akhirnya memulai uji coba mengajar di hadapan guru favoritnya itu. Kali ini, Zia tahu siapa partner yang diinginkannya.

***   

Adu RayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang