Bersenandung ceria sambil berjalan melewati jalan setapak di desa merupakan kewajiban bagi lelaki manis itu. Dia baru saja membawa beberapa pakaian kotor untuk dia cuci di sekitar sumur tua. Setelah selesai, dia beristirahat sebentar di sebelah sumur. Tak lupa, Junkyu selalu setia membawa buku-buku yang menjadi teman sehari-harinya.
"Kak Junkyu, sedang apa?"
Si Cantik menoleh, mendapati perawakan kecil manis dengan gaun biru kumalnya menatapnya penuh rasa penasaran.
"Beristirahat setelah mencuci."
Gadis kecil itu menggeleng, menujuk sesuatu. Manik kecil bersihnya terus menatap pada benda persergi panjang yang dia pegang. "Oh ini? Aku sedang membaca buku."
"Apa itu buku?"
Terlampau penasaran, si gadis kecil mendekati Junkyu. Terlihat antusias dengan pekerjaan asing yang dilakukan putra Tuan Kim itu. Dibawa gadis mungil itu ke dalam pangkuannya. Dia tunjukkan apa saja isi di dalam buku. Terasa menyenangkan ketika dia mengajari bagaimana cara mengerti aksara yang tersurat di dalamnya. Jelas saja, perlakuan seperti ini mendapatkan perhatian khusus dari beberapa orang yang lewat. Mengingat seberapa hal itu masih menjadi asing.
"Hayeon! Han Hayeon!"
Keduanya menoleh mendapati sosok wanita tua menatapnya aneh, terlihat tidak suka. "Junkyu, apa yang kau lakukan dengan Hayeon?"
"Mengajarinya membaca." jawab Junkyu disertai senyuman tulusnya.
"Berhentilah melakukan hal-hal seperti itu, Junkyu. Apa gunanya membaca jika kau ditakdirkan hanya untuk mengurus rumah? Hayeon, ayo pulang."
Junkyu hanya menggelengkan kepalanya. Cukup mengerti dengan watak orang-orang desa yang masih kolot. Bahkan hanya membaca buku pun masih terasa seperti suatu kejadian yang tabu. Padahal ilmu pengetahuan merupakan salah satu peninggalan terhebat dalam sejarah manusia. Dia hanya bisa menghembuskan napas. Sedih, namun dia tak bisa berbuat banyak. Jika dijelaskan pun, rasanya tampak seperti omong kosong.
Tersenyum sepat, Junkyu beranjak kembali pulang. Langkahnya terhenti ketika melihat siluet pria tampan seantero desa itu selalu saja menggodanya.
"Shakespeare?"
Cukup terkejut ketika seseorang menggumamkan nama itu. Terdengar begitu mustahil untuk orang di desanya mengerti tentang hal ini. "Apa kau juga membacanya, Sunghoon?"
Menggeleng, sudah pasti itu jawabannya. Apa lagi yang bisa diharapkan dari seorang mantan tentara dengan bisnis kedai minum di tengah desa? Junkyu menatap jengah pada pria dengan senyuman menawan, tetapi memuakkan baginya. Meninggalkannya kembali pulang untuk berkutat dengan pekerjaan harian lain yang harus dia selesaikan.
Sekembalinya dari sumur, dia mulai kembali melanjutkan pekerjaan rumahnya. Senyum lebar terpasang jelas ketika mendengar suara kuda yang begitu familier. Namun, ada yang salah. Juliet yang kembali tanpa penumpang. Membuat sedikit kelabakan, melupakan tanah yang sedang dia garap, melupakan bibit anggrek dan begonia yang hampir terkubur di tanah. Dengan cekatan, menunggangi Juliet, memaksanya kembali ke perantauan sebelumnya. Beruntung saja tak ada hal aneh yang mengganggu, bahkan serigala tidak keluar turun dari tebing. Keberuntungan yang begitu nyata. Hawa dingin mulai terasa hingga salju terpampang di depan. Membuat sedikit takjub dengan pemikiran ambigu.
Junkyu terheran ketika Juliet berhenti di depan sebuah kastil tua mengerikan dengan selimut salju. Kakinya tampak tidak mau diajak bekerja sama ketika dia bisa melihat kastil tersebut dipenuhi dengan tumbuhan rambat dan lumut. Terlebih lagi dengan patung burung gagak yang tampak menyeramkan. Namun, Juliet tidak pernah salah. Dengan sebutir keberaniannya, dia mengetuk pintu dengan tidak sabaran, memaksa masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Beast [Harukyu Version]
FanfictionBagaimana jika kisah klasik Belle dan Buruk Rupa menjadi kisah yang dialami oleh dua orang yang berbeda?