Kedai tersebut mulai dipenuhi dengan kicauan yang terus menghakimi Tuan Kim, bahkan sebelum pria paruh baya itu berhasil membuka mulutnya sendiri. Dengan susah payah dia dengan menjelaskan alasan yang membuatnya pergi ke tengah hutan, yaitu untuk membawa kembali putranya yang ditawan oleh monster yang menghuni sebuah kastil misterius di tengah hutan dengan salju abadi yang menyelimutinya. Namun, yang dia dapatkan hanyalah lolongan senja tak berbuah. Tak ada satu pun telinga yang mendengarnya. Semua yang keluar dari mulutnya hanyalah sebuah gosip picisan yang bahkan tidak masuk di otak. Tuan Kim hanya bisa pasrah dan menatap wanita yang telah menolongnya. Wanita itu hanya tersenyum, seolah mencoba memberikan kekuatan tak terlihat padanya. Dia mencoba ikut membantu Tuan Kim untuk mengelaborasi pengetahuannya. Tetapi, sama saja. Omongan mereka hanyalah angin lalu.
"Kalian dengar sendiri kan?"
Lagi-lagi, mantan anggota tentara khusus itu pintar sekali memutar otak dan lidahnya. Yang lebih tragis lagi, semua telinga terpasang dengan baik ketika Sunghoon mulai berbicara. Tabiat orang besar mulut. Sepertinya apa yang dia katakan berubah menjadi sesuatu yang patut diilhami bagi setiap orang mendengarkan.
Sunghoon dan pengaruhnya benar-benar tidak terbantahkan.
"Kita harus menangkap orang gila ini supaya desa kita aman! Kalian tidak tahu kan bagaimana aku dan Riki berjuang di gelap malam hanya untuk memenuhi pikiran sakitnya?"
Teriakan Sunghoon disambut dengan antusias oleh para warga. Provokasi tanpa alasan mendasar itu menggiring Tuan Kim dan wanita asing itu mendekati neraka. Keduanya diarak keluar dari kedai. Ditarik dengan tidak manusiawi dengan teriakan garang. Lalu, keduanya dimasukkan ke dalam kereta pembawa barang yang kosong, lalu tubuh keduanya diikat dengan tali tambang berdiameter besar. Setelah selesai mengikat dan membekap mulut Tuan Kim dan wanita itu, mereka segera mengunci pintu kereta dan bersiap untuk membawa pergi keduanya. Membawanya pergi jauh sampai tidak ada orang yang berani mendekati. Keadaan semakin tidak terkendali, suasana begitu ricuh karena beberapa orang mulai menyalakan obor sebagai bentuk pemberontakan dan antusiasme untuk mengusir dan menangkal pengaruh orang yang mereka sebut 'gila'.
Lagi, lagi, Sunghoon dan pengaruhnya sungguh tidak tertandingi.
"PARK SUNGHOON!"
Sebuah teriakan kencang berhasil membuat atensi warga berpindah. Terkejut bukan main ketika mereka tahu bahwa teriakan itu berasal dari seorang pemuda desa yang jarang terlihat batang hidungnya. Setelah sekian lama tak terlihat, bahkan tak muncul untuk mengganggu anak-anak kecil untuk belajar membaca. Yang semakin mencuri perhatian dari warga adalah penampilan Junkyu yang amat mencolok. Namun, tentu saja penampilannya sudah tidak lagi forte. Terlebih lagi, sehabis bersapa dengan dinginnya angin malam dan lonjakan batu yang sempat mengganggu keseimbangannya.
"Junkyu, dari mana saja? Aku bahkan tidak melihat batang hidungmu selama ini. Aku merindu—"
"Apa yang kau lakukan pada ayahku?"
Belum sempat Sunghoon menyelesaikan ucapannya, Junkyu terlebih dulu memotong. Dia bahkan berteriak agak kencang, tepat di depan paras tampan itu. "DI MANA AYAHKU?"
Bukannya menjawab, Sunghoon malah terkekeh geli. Cukup mengapresiasi kemarahan pemuda cantik di depannya. Pemuda yang walaupun penampilannya berantakan, masih tetap dapat memikatnya. "Jangan marah dulu, sayang. Ayahmu yang gila itu sudah kami amankan."
Alis Junkyu berjengit. Siapa tadi yang Sunghoon bilang gila? Sudah agak lama pria ini tidak menaikkan darahnya. Harusnya dia tahu, dia harus mempersiapkan amarahnya sebelum bertemu dengannya.
"Bicara yang benar, Sunghoon! Aku tahu apa yang kau lakukan pada ayahku!"
"Aku bicara dengan benar." Dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Tersenyum dengan angkuh, berniat membalas Junkyu yang tampak selalu menantangnya. "Sekarang kutanya padamu. Dari mana kau selama ini? Apa seorang monster buruk rupa menawanmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Beast [Harukyu Version]
FanfictionBagaimana jika kisah klasik Belle dan Buruk Rupa menjadi kisah yang dialami oleh dua orang yang berbeda?