Ruangan ini pengap. Gelap dan juga lembab. Tak ada suara kendaraan bermesin yang menembus masuk ke dalam sana atau mungkin suara berisik dari kerumunan orang yang melakukan aktivitas monoton untuk melanjutkan hidup dan orang-orang yang berkunjung mengharapkan sebuah dunia baru yang mereka lihat di sosial media.
Pada kenyataannya, Paris dan Menara Eiffel adalah dua hal palsu yang ditawarkan media sosial untuk orang-orang. Paris memiliki sisi gelap yang jarang diketahui orang luar, tersembunyi di balik citra romantisnya. Di bawah permukaan kota yang glamor dan elegan, terdapat masalah sosial seperti perumahan yang tidak layak, kantong-kantong kemiskinan di pinggiran, dan kehidupan bawah tanah yang penuh ketegangan.
Jauh dari kafe-kafe mewah dan museum, ada komunitas-komunitas yang berjuang dalam isolasi dan imigran yang hidup dalam ketidakpastian, sering kali terpinggirkan oleh sistem yang keras. Di lorong-lorong sempit yang nyaris tak terlihat, bayang-bayang kehidupan keras kota terus berjalan, diabaikan oleh kilauan turistik Paris yang disuguhkan pada dunia.
Paris di sisi gelapnya adalah lorong-lorong sempit yang terlupakan, di mana cahaya lampu jalan hampir tak mampu menembus kabut tipis yang menyelimuti jalan berbatu. Di balik gemerlap menara Eiffel, terdapat bayang-bayang gedung-gedung tua yang bisu, menyimpan cerita muram dan misteri malam. Di gang-gang belakang dan jalanan yang jarang dikunjungi, terlihat grafiti yang pudar dan aroma asap tembakau bercampur dengan udara lembab kota. Suara langkah kaki di trotoar kosong terdengar samar, seperti sisa jejak dari kehidupan yang tersembunyi dari kilauan dunia.
"Tangkapan kita kali ini lumayan besar, kuharap tidak ada lagi kesalahan-kesalahan sekecil apa pun seperti yang terjadi di Filipina tahun lalu."
Suara itu memenuhi ruangan yang terasa pengap ini. Asap putih dari tembakau yang terbakar perlahan menguap keluar lewat satu-satunya ventilasi yang ada di sana. Tiga lelaki yang berada di sana masih terdiam setelah salah satu dari mereka berbicara dengan suara yang cukup dalam dan serius.
"Kalian tidak mau bersembunyi di tempat penuh konflik seperti kemarin, 'kan?"
Bae Jimin, lelaki dengan perawakan paling kecil di antara kedua lelaki lain seketika menegakkan tubuhnya. Kedua matanya yag mirip bulan sabit seketika membola karena kaget, kepalanya langsung menggeleng. Tubuhnya merinding bukan main. Bayangan di mana dia mati-matian bertahan di tanah anta-beranta akibat pelarian itu kembali muncul.
"Kurasa tidak, di sana menyeramkan. Tidak ada internet dan aku benar-benar tersiksa," jawabnya, pun tersenyum kecil. "Kecuali bagian di mana aku dikejar oleh teroris dengan senjata, sih. Kurasa bagian itu cukup menantang, lagipula kalau tertembak aku tidak usah susah payah membunuh diriku sendiri seperti dulu."
Jang Namjoon, lelaki dengan perawakan paling besar di antara dua lelaki lain seketika berdeham keras. Kedua matanya yang dibingkai kacamata seketika mendelik kesal. Sosok yang duduk di hadapannya tak pernah bisa menganggap serius semua yang dia katakana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impostor
Fanfiction[M] Namjoon, Jimin, Taehyung, dan Jungkook berkerja sebagai penipu ulung selama nyaris bertahun-tahun. Hidup sebagai manusia kelas paling bawah, luntang-lantung tanpa keluarga berakhir mengubah diri mereka untuk setidaknya berusaha merangkak agar bi...