Introduction

4.7K 671 105
                                    

"This house is so freakin' coollll!!! Gila loe ya...ngepet-nya berhasil banget!" pekik Shera sambil memukul-mukul lengan Ara yang otomatis memaki, "Sakit, Nyet!! Sakiiitttt!!!"

Sebagai orang yang didaulat paling waras di antara empat sekawan ini, Anissa langsung menghardik, "Language!!" dia mencoba mengingatkan kalau di ruang keluarga nan keren ini tidak hanya ada mereka ber-empat, tetapi juga ada anak Ara yang masih suci tanpa dosa dan alangkah baiknya jika telinga si bayi tidak terkontaminasi kalimat-kalimat bernuansa klenik dan juga binatang sebagai kata makian.

"Ara tukang kue, sih, lilinnya pasti banyak!" lanjut Shera lagi.

"Hah?" seru Anissa tak mengerti.

"Itu, lho... persediaan lilin dia buat ngepet ya gak ada abisnya," jelas Shera tanpa merasa bersalah.

"Lord!! Masih dilanjut ternyata tuduhan ngepet-nya!" pekik Ara tak habis pikir.

Tania mengerjapkan mata, mencoba untuk fokus dan ikut tertawa. Akan tetapi, sulit baginya untuk tetap bersikap biasa sementara pikirannya melayang jauh ke masalah besar di pelupuk mata.

Hari ini adalah pertemuan mereka dalam formasi lengkap setelah tiga bulan lamanya.

Well, life happens.

Agak sulit untuk berkumpul sementara masing-masing dari mereka punya kesibukan sendiri walau komunikasi via WAG berlangsung setiap hari.

Kali ini mereka berkunjung ke rumah baru Ara yang luar biasa cantik dengan design bergaya rustic modern.

Memasuki rumah Ara, serasa berada di villa pedesaan yang hangat dan nyaman.

"Suka banget pokoknya gue sama rumah loe, Ra. Adem, berasa kayak mau camping pramuka gitu. Banyak banget pohon," tambah Shera lagi.
"Sher... Loe gak pernah kekurangan istilah ajaib, ya? Camping pramuka, ya Lord! Gak sekalian tempat wisata glamping?" tanya Tania tak habis pikir.

"Ya kalo Ara bilang dia punya wahana flying fox, baru gue bilang ini glamping camp," jawab Shera sekenanya.

"Ya ... ya ... ya... Ntar gue minta Darren beli kuda, kambing, and kelinci sekalian biar berasa aura glampingnya ya, Sher!" balas Ara.

Tawa mereka kembali meledak, mengisi seluruh sudut rumah.

"Loe udah pindah berapa lama, Ra?" tanya Anissa yang tangannya sibuk menjawil camilan.

Di kunjungan kali ini, Ara menyuguhi para tamunya dengan masakan mexico. Tadi siang mereka sudah kekenyangan makan enchilada, fajita, tacos, dilengkapi dengan dua jenis dessert yaitu, creme caramel dan chocolate chilli cake. Ditambah lagi, sebagai camilan pendamping bergunjing, Ara juga menyajikan nachos serta guacamole.

"Kurang lebih sebulan. Masih penyesuaian juga, sih. Kadang gue suka lupa naro barang di mana aja terutama pas cari peralatan masak," aku Ara dengan wajah pasrah.

"Tapi kayaknya Neera betah-betah aja ya ... Gak rewel, kan?" kali ini Tania yang bertanya sambil menjawil pipi gembil Neera. Gemas sekali dia dengan anak yang baru berusia delapan bulan itu.

"Rewel cuma di minggu pertama, tapi ternyata gara-gara dia mau tumbuh gigi. Selebihnya oke, kok."

"Padahal kalau Neera gak betah, kali gitu gue bisa bujuk Darren... Tuker rumah, yuk, D. Dulu Neera main ke rumah gue betah banget, lho ...." tambah Shera yang serta merta mendapat toyoran dari Ara. "Si Bego!!!" maki Ara tak terima.

"Gak usah ngarep, Sher. Loe liat aja seberapa banyak kayu di rumah ini. Perawatannya mahal!" ucap Tania mengingatkan kenyataan kalau untuk memastikan rumah tetap anti rayap pasti memakan banyak biaya.

"Eh, iya, sik. D ... Gak jadi tuker rumah, D! I love my home walau kudu direnov lagi. Perlu nambah rooftop biar agak gaya dikit! Batal ya, D ... Batal!" seru Shera seakan-akan si pemilik rumah berada di dekatnya.

Anissa bergidik, "Dasar sarap!!"

Mereka lanjut bercengkrama, membahas hal remeh dan gosip-gosip terbaru walau semua yang ada di sana menyadari kalau Tania agak kelewat memaksakan diri untuk catch up.

Anissa menyentuh pelan lengan Tania. "Bubs, are you okay?" walau lirih, ucapannya bisa didengar jelas oleh semua orang.

Tania tersenyum tipis. Merasa agak miris. Sulit memang menyembunyikan sesuatu ke teman-teman yang sering overprotektif.

Dia menarik napas panjang, membungkukkan badan sambil menepuk kedua tangan ke depan. Dengan sangat berhati-hati, Tania menjawab.

"Well ... I'm getting divorced."

----------

Holla .... I'm back! Dengan cerita yang dari judulnya aja keliatan bakal kelam bener. 😅😅😅 Tapi, gak, kok. Diusahakan untuk nulis seringan mungkin seperti biasa.

Plot ceritanya sebetulnya udah rapi dari sejak neng namatin cerita Miss Ara. Tapi eksekusinya meni males pisan. Maklum, waktu itu lagi hamil... Eh, terus ditambah pandemik yang mana waktu neng makin tersita lagi buat ngajarin Ujang pas PJJ, jagain Keinana biar gak bosen di rumah aja ditambah ngurusin baby Kira. Gak kerasa udah 2 tahun ya, neng gak aktif nulis di sini.

Since sekarang si bungsu udah agak gede, kayaknya neng udah bisa curi waktu luang buat rutin nulis lagi.

It's gonna be a short story, tapi lumayan lah ya buat comeback after long break (elah, berasa kayak artis mo comeback aja 🤣🤣🤣)

Wish me luck kali ini bakal konsisten nulis.

Tolong diramaikan dengan komen dan vote. (In case if you miss me too)

Smell ya later 😘😘😘

Luv,
NengUtie

Divorce is ok!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang