Membawa jisung untuk tinggal bersama dengan chanisa. Ternyata bukan keputusan yang tepat, hingga akhirnya mark pun kembali mengantarkan jisung kepada naya.
Ada sedikit rasa tak tega di hati mark ketika mengantarkan jisung, tapi bagaimana lagi? Ia harus memilih salah satu di antara chanisa dan jisung.
Chanisa ikut mengantarkan jisung. Duduk di dalam mobil menunggu mark yang masuk kedalam rumah nya.
Tak lama mark keluar dengan jisung yang berlari kecil mengantar mark ke depan pagar rumah.
“Dadahh daddy! Jangan lupa jenguk aku ya dad, angkat telepon aku.” Jisung melambaikan tangannya pada mark, wajahnya terlihat sembab.
Mungkin jisung menangis karena mark yang meninggalkan nya lagi, pikir chanisa.
“Jangan nakal ya? Love you.” Mark mengecup kening jisung, lalu masuk kedalam mobil.
Chanisa melirik mark yang masih melambaikan tangan kepada jisung, betapa saling menyayangi nya mereka? Bukan kah dirinya sangat jahat karena telah merebut kebahagiaan sebuah keluarga?
“Chani..” Mark mengusap lembut pipi chanisa, menatap sang istri yang tampak melamun.
“Ya?” Jawabnya.
“Kenapa ngelamun?” Tanya mark, menatap wajah chanisa yang terlihat begitu sendu.
“Aku laper, Ayo pulang.” Jawab chanisa menutupi kegelisahan hatinya.
Mark terkekeh gemas, mengusak rambut chanisa dengan gemas lalu mulai menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan pekarangan rumah istri pertamanya.
Chanisa kembali diam, menatap jalanan. Sebenarnya chanisa ingin sekali menanyakan bagaimana kejelasan hubungan mark dengan naya? Apa mereka sepakat untuk bercerai? Atau tetap menjadikan chanisa sebagai orang kedua? Tapi, chanisa belum memiliki keberanian.
Selama perjalanan pulang mereka hanya saling terdiam sibuk dengan pikiran nya masing-masing, haruskah chanisa mengatakan pada mark untuk menghentikan semuanya disini saja?
Tapi, chanisa terlalu takut untuk mengatakannya.
***
Lee jeno sudah siap dengan barang-barang yang sudah dikemasnya, dirinya akan pindah dan meninggalkan kota yang selama ini menjadi tempat kelahirannya, jeno tak bisa jika harus terus berharap pada chanisa yang sudah jelas milik orang lain.
Tangan jeno menggapai sebuah bingkai foto yang diambil pada saat chanisa dan jeno kecil, tersenyum mengingat kembali betapa indahnya hidup mereka dulu sebelum menyadari arti mencintai.
“Jeno! Chanie mau permen nya lagi boleh?”
“Jeno hikss... Dia meledekku hikss...”
“Jeno ambilkan aku susu...”
“Aku tidak suka jeno bermain dengan yang lain! Jeno milik chani!”
“Jen, kita sudah besar ya?”
“Aku jatuh cinta pada anak kelas sebelah jen! Bagaimana pandangan mu sebagai seorang lelaki melihat penampilan ku seperti ini?”
“Jen kamu berkencan?”
“Kita harus menjaga perasaan pacarmu, aku akan menjaga jarak darimu.”
“Kamu bohong, jeno. Jika kamu menyukaiku lebih dari seorang teman kenapa dulu tak melirikku?”
“Jeno... Bertemanlah seperti dulu lagi, jangan melibatkan perasaan, aku tidak mau kehilanganmu.”
“Jeno, jangan tinggalkan aku.”
Jeno terisak pilu mengingat kembali bagaimana mereka bersama sejak dulu hingga saat ini, melihat pertumbuhan satu sama lain, saling menyayangi satu sama lain.
Tapi jeno sudah tak bisa bertahan lagi, hatinya sudah tak mau menerima rasa sakit karena harus melihat chanisa bersama pria lain.
Meninggalkan chanisa adalah keputusan terbaik baginya.
***
Chanisa menatap wajah damai mark yang tertidur di sampingnya, kenapa chanisa harus terjebak bersama mark? Kenapa juga ia harus mencintai mark?
Masih teringat jelas dalam otak chanisa betapa bahagianya keluarga mark bersama naya dahulu. Chanisa menjadi saksi betapa harmonis nya keluarga mark dengan naya, dirinya seringkali membantu naya melakukan apapun atas perintah mark.
Mark pria yang baik, ia begitu pengertian kepada naya, chanisa tahu betul betapa pedulinya mark pada naya dan jisung.
Lalu jika chanisa tahu betapa harmonis dan bahagia nya keluarga mark dan naya mengapa ia menjadi perusak?
Seharusnya chanisa juga tahu bahwa masuk kedalam rumah tangga naya dan mark adalah sebuah kesalahan besar dalam hidupnya.
"Maafin aku ya." Lirih chanisa.
***
Mark terbangun tengah malam ia melirik di sampingnya tak ada chanisa, mark pun mengambil langkah keluar dari kamar dan mencari sang istri.
Kemana chanisa di tengah malam seperti ini?
Mark mencari chanisa ke semua ruangan yang berada dirumah nya tapi tak ada chanisa, dengan langkah tergesa mark pun kembali ke kamar membuka lemari memastikan istrinya tak kabur.
Pakaian chanisa masih tertata rapi di dalam lemari, mark pun melihat dompet dan ponsel chanisa di atas meja rias nya.
"Chan!!!" Mark berteriak kesal, kembali mencari sang istri di sekitar rumah.
Namun ternyata nihil, chanisa tetap tak ada dirumah.
Mark mencoba menghubungi orang tua chanisa, tapi mereka mengatakan bahwa chanisa tak berada disana.
Bahkan kali ini orang tua chanisa pun ikut mencari putri nya.
Pikiran mark tertuju kepada jeno, tak tunggu lama mark mengambil kunci mobilnya dan pergi ke apartemen jeno, dirinya sempat tahu alamat jeno karena dulu chanisa memberi tahunya.
Membawa mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, jalanan kosong, ini semakin mudah bagi mark agar cepat sampai apartemen jeno.
Tak butuh waktu lama mark telah sampai di apartemen jeno, memencet bell apartemen tanpa henti.
"Berisik anjing ini udah malem! Apa? Mau apa?" Lee jeno keluar dengan wajah kantuknya, menatap mark dengan geram.
Mark mendorong tubuh jeno, masuk kedalam apartemen jeno tanpa permisi.
"Chan! Keluar!" Mark berteriak ke setiap penjuru ruangan jeno.
"Apasih anjing! Berisik!" Jeno menarik tubuh mark agar berhenti mengacak-acak barang yang telah susah payah ia packing.
"Ini lo mau kemana?" Tanya mark menatap barang-barang jeno yang sudah terpacking rapih.
"Pindah." Jawab jeno.
"Kemana?" Tanya mark.
"Kepo."
"Lo emang punya niat bawa chanisa kabur kan?"
Jeno membelalakkan matanya, ia tak pernah berfikir untuk membawa chanisa kabur, justru ia pindah agar bisa melupakan chanisa.
"Idih gak penting."
"Dimana chanisa?"
"Mana gue tahu! Lo kan laki nya."
"Jangan bercanda! Dimana chanisa!"
"Gue gak bercanda gue gak tahu dia ada dimana!"
"Lo bohong kan?"
"Kenapa emang nya ada apa?"
"Chanisa hilang..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Second.
RandomAku tak mau berharap lebih, bagaimanapun aku hanya perempuan simpanan nya, walaupun terkadang aku ingin egois.