"APA?!"
Suara itu menggelegar diseluruh ruang tamu, remaja berusia kurang lebih tujuh belas tahun itu berdiri menatap pria yang jelas lebih tua darinya dengan mata terbelalak.
"Paman bercanda, kan? Aku tau itu, hahaha," ucapnya diselingi tawa.
Pria yang diajak bicara itu memijit pelipisnya, isi kepalanya seakan meledak sekarang. Anak laki-laki berseragam sekolah dihadapannya benar-benar membuat dirinya pusing, dan tekanan darahnya selalu naik jika bicara dengan anak ini.
"Ha ha ha, sayangnya paman kali ini tak bercanda, Sehun," balasnya.
Sehun Road, laki-laki kelahiran 1994 itu benar-benar akan mengeluarkan matanya kali ini. Dia terkejut akan ucapan pamannya, paman itu selalu membuatnya terkejut setiap hari dengan pernyataan konyol menurutnya.
Dengan langkah tegas dia mendekati pamannya, Siwon. Kini dia sudah bersila tepat di hadapan pamannya, Sehun menarik napas panjang kemudian memasang wajah menyedihkan. "Paman, ayolah itu tidak lucu," rengek Sehun.
Siwon menghela napas kasar. "Sehun, dengarkan paman, kau akan ku pindahkan ke Korea ketika usiamu menginjak dua puluh tahun."
"Aku tidak bisa berbahasa Korea, Paman."
"Aku sudah menyewa guru yang akan mengajarimu setiap hari Sabtu," kata Siwon sambil mengusap kepala keponakan tersayangnya.
"Hah? Ayolah aku butuh hari libur, aku juga tidak kenal siapapun di sana," beo Sehun.
Siwon tersenyum lalu beranjak dari duduknya, dia meninggalkan Sehun yang masih berusaha membujuknya dengan seribu alasan yang dia punya.
Sehun bergumam, "dasar paman sialan."
"Aku mendengar itu!" teriak Siwon.
Dengan malas dan lunglai Sehun mengambil tas serta jaket yang dia letakkan di lantai, kemudian dia menaiki tangga dan menuju kamarnya.
Dia membuka pintu kamar kemudian memperlihatkan kondisi kamarnya yang rapih dan mendominasi cat berwarna putih abu-abu.
Secepat kilat Sehun melangkah lalu merebahkan dirinya, tak terasa dia tertidur saat bola mata hitam itu sedang menyusuri atap kamar dengan berbagai pikiran kalutnya.
---
Jarum jam terus bergerak, dua jarum itu kini berada tepat di angka dua belas tengah malam. Tampak di atas ranjang seorang dengan tubuh kekar itu tengah tertidur pulas, nafasnya memburu, pelipisnya dipenuhi oleh keringat, sampai pada akhirnya dia terbangun terengah-engah.
Laki-laki itu masih terduduk di atas ranjang, pandangannya beralih ke jam yang tertampal di dinding kemudian dia memijat kepalanya, dan merenungkan mimpi buruk yang baru saja dia alami.
"Bisa-bisanya aku ketiduran," gumamnya seraya beralih dari kasur menuju kamar mandi.
Dia membuka satu persatu seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya, setelah itu dia memutar kran shower dan mulai mandi.
Lima belas menit berlalu, tubuh lengket itu kini kembali segar, dia mengusap-usap rambutnya yang basah menggunakan handuk. Saat dia sibuk dengan aktivitasnya tiba-tiba suara aneh terdengar dari perutnya. "Laper banget," ucapnya.
Tak lama setelah mengeringkan rambutnya dia pun berjalan menuju dapur untuk mencari makanan.
Saat berjalan menuju dapur dia melihat pemandangan yang sudah familiar. Di sana dia melihat pamannya tengah menyusun peluru senapan, mengerikan, tetapi itu sudah biasa baginya.
"Mau jalan, Paman?" tutur laki-laki bernama Sehun.
Pamannya mengangguk sebagai jawaban. "Jaga rumah, Paman mau pergi sekarang."
"Iya."
Sehun melihat pamannya berjalan sambil membawa pistol sampai dengan senapan, dengan dinding kaca rumahnya Sehun masih bisa melihat sang paman memasuki mobil yang sudah ditunggu beberapa anak buahnya.
"Paman masih sama," lirih Sehun.
Tanpa membuang waktu lagi, Sehun langsung membuka pintu kulkas dan mencari makanan, sekarang perutnya benar-benar kelaparan.
---
Pagi hari di Los Angles masih seperti biasa, angin berhembus sebagaimana mestinya menggerakkan dedaunan yang semula diam. Burung berkicau berterbangan dari ujung ke ujung. Langit berwarna kuning cerah menambah semangat pagi ini.
Di halaman rumah yang tampak hijau itu sebuah motor sport berwarna hitam tengah terparkir, tak lama pemiliki motor itu keluar seraya menenteng helm senada dengan warna motor itu.
Seusai memakai helm laki-laki itu menyalakan mesin motor, kemudian melesatkan motonya menjauhi halaman rumah.
Dua puluh menit kemudian motor itu berhenti pada sebuah tenda orange di pinggir kota. Dia melihat dua motor telah sampai terlebih dahulu, dan terparkir rapih di samping tenda itu.
"Liat siapa yang datang!" ucap salah satu temannya.
Setelah laki-laki itu datang, suasana menjadi ramai ceria, dan mereka tos dengan gaya anak remaja.
"Tumben banget kamu ke sini, Hun?" tanya Lay, teman atau lebih dikenal sahabat dari Sehun.
"Kayak yang gak pernah ke sini aja," timpa Sehun.
Xiumin ikut bertanya dengan tawa. "Gak diikutin lagi, nih?"
"Udahlah, aku cpek banget tiap hari diikutin, aku bukan anak kecil yang harus dijaga lagi, kan?"
"Utututu," ejek Lay.
Xiumin dan Lay, mereka adalah sahabat baik Sehun, mereka telah bersama dari awal sekolah menengah pertama. Kini, mereka pun kembali satu sekolah di SMA.
Sehun mengedipkan salah satu matanya. "Bolos gak nih?"
Lay dan Xiumin saling tatap. "Bolos dong!"
Di tenda itu mereka bertiga menghabiskan waktu bersama, tak lupa mereka memesan camilan dan minuman. Waktu mereka habis untuk bercanda, bermain game, dan bercerita.
"Aku mau bilang," ucap Sehun.
Suasana mulai hening sejenak, seketika mereka memasang wajah serius menunggu Sehun melanjutkan kata-katanya.
"Ngomong aja kali, biasanya juga langsung ngomong," beo Lay.
"Stt, diem, Lay, dengerin tuh Sehun."
"Jadi gini ..., gak jadi deh, hehe," jelas Sehun sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ah elah, salah banget emang dengerin kamu!" geram Xiumin.
"Mangkannya kalian serius banget, kan aku cuman mau bercanda."
"Serah kamu deh!"
----
Done !
Jangan lupa untuk vote, komen, sama folow Author yaa!
Terimakasih sehat selalu ❤️😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Engineering
Mystery / ThrillerSebuah keluarga besar bermarga Road sedang terlanda teror, teror itu merujuk pada 'Sehun Road' sang penerus. Pengusutan ini melibatkan mafia terbesar di Los Angeles. Chan Alexi selaku ketua tim penyusutan tak berhenti menyusun rencana. Sementara S...