24.

2.1K 94 0
                                    

Hilang

Happy reading!
=====

"Gue nggak kuat!" Adu Allisya jengkel. "Lama-lama Skin barrier gue rusak kalau gini," tambahnya dongkol.

Zhafira hanya mengangguk mengiyakan. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya, menanyakan kemana perginya seorang Zayn.

Di sekolah tidak ada, di rumah sakit tempat mereka membawa Zayn kemarin juga tidak ada, bahkan di rumahnya-pun dia tidak ada.

Zhafira sudah mencari Zayn kemana-mana, dan hasilnya nihil. Cowok itu benar-benar hilang bak di telan bumi, mengingat tidak ada satupun orang yang tahu keberadaannya sekarang, kecuali Zayyan yang ikut menghilang.

"Seumur-umur baru kali ini gue di jemur kayak jemuran! Gue nggak mau tahu, sepulang sekolah kita harus ke salon Zha!" Gerutu Allisya untuk kesekian kalinya.

"Terserah lo Al."

"Pokoknya kita harus ke salon paling mahal."

"Bacot!"

Kedua gadis itu menoleh bersamaan ke arah datangnya suara bernada geram itu. Zhafira dan Laura melupakan satu orang lagi yang berdiri di tengah-tengah mereka.

"Lo mau ikut Ar?" Tanya Zhafira polos.

Pendar emosi berkibar pekat di kedua matanya. Dia mendengus. "Mending lo berdua pikirin cara buat lepas dari hukuman ini, sebelum kita bertiga terpanggang sampai hangus," saran Ares.

"Lo aja Al, gue udah banyak pikiran. Nggak mungkin banget kalau gue mikir yang lain lagi, bisa-bisa gue gila mendadak."

Allisya menurunkan tangan kanannya yang sejak tadi hormat pada bendera, membuat Ares dan Zhafira melakukan hal yang sama.

"Gue juga malas buat mikir. Pikiran gue buntu Ar dibawah terik matahari," ungkap Allisya beralasan.

"Gue nggak mau tahu. Lo berdua harus pikirin cara buat bebasin gue dari hukuman ini! Kan lo berdua yang kelewat rempong sampai kita telat ke sekolah!"

Andai kedua gadis itu tidak mengulur waktu terlalu lama, mungkin mereka tidak akan berakhir di bawah terik matahari seperti sekarang.

Allisya bolak-balik memeriksa penampilannya berulang kali, dengan alasan ada yang kurang dan sebagainya. Sedangkan Zhafira, dia yang paling merepotkan. Karena gadis itu, Ares terpaksa singgah di banyak tempat yang jaraknya cukup jauh. Berkendara kesana-kemari, layaknya orang yang tak tahu arah. Padahal mereka punya tujuan yang jelas.


"Lo nggak bisa minta bantuan Zha?" Celetuk Laura pelan, pasalnya wajah Ares menunjukkan ekspresi yang tidak enak di pandang.

"Minta bantuan ke siapa? Lo kan tahu, gue juga murid kayak lo."

"Tapi lo kan anak petinggi sekolah."

Zhafira berhenti mengipasi wajahnya. Zhafira menatap sahabatnya datar, sebelum akhirnya menggeleng penuh iba.

"Status lo nggak ada gunanya."

"Emang!"

Zhafira kembali berpose hormat ke bendera, takut Pak Ardan si pemberi hukuman muncul tiba-tiba, mengingat guru bk setengah baya itu mirip cenayan.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang