Ed membalikkan tubuhku dan kami mulai terbuai dengan ciuman-ciuman panas menggelora. Tiba-tiba ...Brakkkk!
Suara pintu tiba-tiba terbuka dan membuat adegan intim itu terhenti seketika. Betapa terkejutnya diriku saat kulihat Fina sedang menatap benci ke arahku dan Ed yang masih dalam keadaan berpelukan.
"Tega ! kalian tega!"
Brakkkk!
"Fina... Fin...," kulihat Ed tergopoh-gopoh mengejar Fina yang saat itu berlari kencang keluar dari kos. Aku pun sempat mengikuti dari belakang.
Slapp!
Tangan Edwin menggapai tangan Fina. Fina sempat meronta tapi tubuh Ed yang kekar berhasil mengunci tubuh Fina.
"Lepasin, Ed! aku jijik denganmu !" Fina berusaha mengurai pelukan Ed.
"Fin, maaf aku khilaf. Aku tak ingin pisah denganmu,"
Degh!
Lututku rasanya lemas mendengar ucapan Ed barusan. Pisah? apa mereka berpacaran.
"Kau tega, Ed! padahal kita baru saja merajut kasih! tapi, kau...,"
"Aku janji akan melupakan Tante Sari, asal kamu memaafkan aku. Aku tak mungkin bersama dengan Tante, Fin. Dia sudah menikah dan umur kami juga terpaut jauh," Edwin semakin erat memeluk tubuh Fina. Gadis itu akhirnya luluh dengan ucapan Edwin dan memeluk Edwin.
Aku hanya diam terpaku melihat kemesraan mereka. Hatiku remuk redam. Antara kecewa dan terluka, menghadapi kenyataan pahit jika diriku selama ini hanya jadi mainan Edwin semata.
Tanpa mengacuhkan mereka, aku melenggang pergi tanpa airmata, melewati mereka yang kini sedang berada dalam pelukan yang hangat.
"Tan... te?" lirih Edwin. Aku menghentikan langkahku.
Fina langsung menoleh ke arahku. Ia menatapku nyalang.
"Dasar ga tau malu! Om Teo mati-matian mencari rezeki, kau malah dengan lelaki lain. Dasar wanita murahan! durhaka!" hardiknya.
Aku mengepal tangan menahan amarah. Di sini aku mengaku salah, tapi Mas Teo juga bukan tanpa dosa.
Aku meliriknya dengan tatapan tak kalah mematikan.
"Ya, aku salah, jadi apa maumu?" tantangku.
"Akan ku kadukan semua pada Om Teo, biar tau rasa kamu!" Fina berkacak pinggang.
"Fina... Tante ... su...,"
"Diam kau Ed. Mulai saat ini jangan hubungi aku lagi,"
"Dan kamu, Fina. Silahkan kau telpon Oom kesayanganmu, itu. Dia sedang di hotel xxx. Memadu kasih dengan selingkuhannya," sahutku.
"Kau jangan fitnah, Oom Teo lelaki baik-baik," belanya.
Aku tak menghiraukan ucapannya. Sudah cukup hari ini aku di lukai dua orang lelaki secara bersamaan.
Mas Teo ... lelaki yang kukira baik ternyata menyimpan luka tersembunyi untukku.
Edwin... yang kukira mencintaiku, ternyata ia telah bersama Fina, keponakan suamiku.
Aku mengusap kasar wajahku. Secepat kilat aku mengendarai motor matic kesayanganku. Membelah padatnya jalan raya menuju rumahku.
Ckittt!
Sesampai di rumah. Aku menaiki anak tangga menuju kamarku. Mengepak semua pakaian diriku dan kedua anakku.
Brummm!
Ku dengar deru mobil di teras rumah. Aku yakin itu Mas Teo yang datang.
Aku mencoba cuek dan menyusun semua koper-koper milikku dan kedua anakku. Aku ingin pulang ke rumah Emak di desa. Meninggalkan kota yang penuh sesak derita.
"Assalamualaikum sa--yang...,"
Mas Teo terdiam saat melihat semua koper sudah tersusun tali si sudut kamar.
"Kenapa banyak koper , Dek? kamu mau ke mana?" Mas Teo mulai salah tingkah.
"Aku akan mengajak anak-anak ke rumah Emak dan Abak," jawabku tanpa ekspresi."Mau liburan ? kok dadakan?" protesnya.
"Bukan liburan, aku mau ...," seketika ragu menyergap hatiku.
"Mau apa, Dek ...,"
"Aku mau kita, cerai,"
"Cerai...???"
KAMU SEDANG MEMBACA
HELOW BRONDONG
RomancePuber kedua? disaat umurku menginjak tiga puluh tahun apakah bisa dikatakan puber kedua? Mala petaka itu muncul tatkala aku bertemu dengan seorang pemuda yang umurnya sepuluh tahun lebih muda dariku, ia adalah teman dari keponakanku. Suamiku yang ja...