Cupcakes 1

110 6 0
                                    

Jenna's POV

.

.

.

Hari ini adalah hari pertamaku mengajar kursus piano. Sudah lama aku menantikan hari ini, hari dimana impianku menjadi Guru Piano terwujudkan. Piano adalah sahabat sejatiku sejak aku kecil. Saat aku sedang sedih, aku mengadu pada piano. Menurutku piano adalah pelipur lara yang selalu menghiburku.

Oh, iya. Mungkin di antara kalian ada yang belum mengenalku, namaku Jenna Thereby Hamilton, orang - orang sekelilingku sering memanggilku Jenna atau Jenn. Umurku 21 tahun, aku lahir di Queensland, Australia, namun pada usia 13 tahun, aku dan keluargaku pindah ke London. Dan sekarang aku sedang berada di salah satu apartemen di London, Inggris.

Aku beranjak dari ranjang queen-size ku saat mendengar suara ketukan pintu dari arah luar. Bukankah ini masih terlalu pagi untuk bertamu? Maksudku, hello, sekarang masih pukul 6:45 AM, dimana masyarakat London masih bergulat dengan guling di ranjang masing - masing.

Dengan langkah koala, aku berjalan mendekati pintu, membukanya perlahan dan memutar bola mata bosan saat mengetahui siapa yang berdiri di hadapanku sekarang.

"Selamat pagi, Jenna!"

Seseorang yang mengganggu waktu istirahatku tadi memasang senyum lebar dengan membawa sebuah kotak dihiasi pita merah di sekelilingnya. Ini telah menjadi rutinitasnya untuk membawakanku sebuah cupcake. Dan itu sangat menggangguku.

Aku menutup pintu dengan membantingnya, tidak peduli dengan suara gedoran pintu dari luar.

Niall. Namanya Niall, bocah pirang yang sangat kubenci. Ya, sangat kubenci, sejak dulu sampai sekarang. Bukan tanpa sebab aku membenci Niall. Ada banyak alasan mengapa aku membencinya. Alasan pertama dimulai pada saat aku dan Niall duduk di kelas Third Form, Secondary School.

.

.

.

- - Flashback - -

.

.

.

"Niall, kumohon kembalikan bolpoinku!" Ucapku memohon pada seorang pria Irlandia yang mengambil barangku. Sebelum itu, Niall bahkan mendorongku, sehingga aku terjatuh dan keningku berdarah.

Niall tertawa terbahak - bahak sebelum melemparkan bolpoin padaku. "Dasar gadis lemah! Lain kali, kau harus buang sikapmu itu,"

"Oh, dan juga ini," Niall mulai menjambak rambutku kasar, aku merintih kesakitan, memohon Niall agar melepaskan tangannya dari rambutku.

"Ini balasan untuk selalu mengadu pada Mrs. Ella tentang apa yang telah kulakukan." Cengkramannya di rambutku semakin kuat dan menyakitkan.

"Setelah ini, sekali saja kau buka mulut kepada Mrs. Ella, aku akan menghancurkan hidupmu! Kau mengerti?"

Aku mengangguk pasrah, dengan ini Niall melepaskan tangannya dari rambut hitamku. Dia melenggang pergi, di saat itulah, air mata mulai mengalir deras di pipiku. Aku heran, mengapa Niall selalu menggangguku?

Aku berdiri lesu dan berjalan perlahan menuju toilet untuk membersihkan wajahku yang mengerikan. Di sepanjang perjalanan aku hanya menunduk, sampai aku menabrak orang asing. Saat aku mendongak, aku mendapati wajah cantik sedang tersenyum padaku, rambut coklatnya dikuncir rapi di belakang.

"Hai, namaku Olivia! Mengapa kau menangis?" Tanyanya ramah, aku tersenyum hambar .

"Namaku Jenna. Um, aku baru saja terjatuh, dan aku harus ke toilet untuk membasuh luka ini. Terimakasih sudah bertanya."

Olivia memiringkan kepalanya ke satu arah, ia memicingkan matanya, "Kau tampak kacau," lalu Olivia merangkul pundakku dan menuntunku berjalan ke toilet.

"Aku akan membantumu. Kita sahabat, bukan?" Tanya Olivia yang lebih condong ke sebuah pernyataan. Aku tersenyum, hatiku terasa hangat. Aku baru kali ini mempunyai sahabat, orang - orang sekitarku tidak menyukaiku karena aksen bicaraku yang aneh, maksudku, hei, aku bukan orang asli Inggris, aku berasal dari Australia, wajar saja cara bicaraku berbeda.

Aku mengangguk disertai senyum hangat di wajahku. Senyum di wajah Olivia makin melebar.

Aku punya sahabat yang akan selalu men-suportku saat sesudah adegan pem-bully-an dari Niall.

Niall, akan kubuktikan padamu, aku tidak selemah yang kau kira..

.

.

.

- - End of Flashback - -

.

.

.

Gedoran di belakang pintuku mulai melambat, tak lama sesudahnya suara itu hilang diikuti dengan suara sepatu yang bersentuhan dengan lantai di lorong apartemen yang menggema.

Setelah yakin Niall telah pergi, aku berjalan mendekati pintu, lalu membukanya perlahan. Hatiku terenyuh saat melihat bunga mawar putih yang tergeletak di samping kotak cupcake.

Aku suka bunga mawar. Ucap batinku kegirangan, aku menoleh ke arah kanan dan kiri sebelum mengambil kotak cupcake dan setangkai mawar putih itu. Keningku berkerut saat melihat secarik kertas yang berada di bawah kotak cupcake. Tak ambil pusing, aku juga mengambil kertas misterius itu dan membawanya ke dalam.

Aku mengistirahatkan bokongku di sofa, lalu mulai membaca rentetan kalimat yang ditulis rapi di kertas tadi.

'Good Morning, Jenna..

Selamat untukmu. Semoga harimu menyenangkan, dan semoga beruntung di hari pertamamu mengajar les piano. Aku mencintaimu

Niall..'

Aku menghela napas bosan. Bisa - bisanya dia berkata bahwa dia mencintaiku setelah kutolak mentah - mentah di hadapan teman - temannya. Dasar tidak punya rasa malu.

Cupcake ini lebih baik kuberikan kepada Olivia saja. Mengingat aku tidak begitu menyukai cupcake. Aku mengambil ponselku dan men- dial nomor telepon Olivia. Setelah tersambung, suaranya yang khas memenuhi telingaku.

'Hellooo, Love!'

"Hi, Ollie. Kau bisa datang ke apartemenku? Aku punya sesuatu yang kau sukai."

'Holly Cow! Apa kau punya cupcake? Oh, yeah. Aku akan tiba dalam 10 menit!'

"Cupcake rasa strawberry yummy nom nom, honey!"

'Oh, astaga! Apa aku tadi bilang 10? Maksudku 5, ya, aku akan ada di apartemenmu lima menit dari sekarang!'

Dengan itu, sambungan telepon terputus. Aku hanya terkekeh kecil mendengar reaksi Olivia tentang makanan, terlebih cupcake. Olivia suka makan, namun entah mengapa tubuhnya terlihat kurus.

Atau mungkin dia cacingan?

Nu-uh, itu tidak mungkin.

Diam - diam aku bernostalgia. Bagaimana pertama kalinya aku bertemu Olivia, saat aku bertengkar dengan Olivia, betapa merahnya pipi Olivia saat sedang tersipu, dan hal - hal yang menyangkut persahabatanku dengan Olivia.

Ya, dia sahabat sejatiku...

Olivia Cooke...

Cupcakes [n.h]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang