. satu .

431 47 11
                                    

🍁

Kilas balik - usai ; pada akhirnya semua orang akan menyelesaikan apa yang dianggapnya tak mampu lagi dipertahankan.

________________


"Ngapain liatinnya gitu?"

Laki-laki 25 tahun itu terkekeh pelan, menarik stoll bar dapur dan duduk di sana memperlihatkan bagaimana istrinya-Amirah sudah berkutat didalam dapur sepagi ini, "Enggak papa dong, jarang aja liat kamu di dapur gini, biasanya nih mah, embak wati yang berdiri disitu kalau aku bangun pagi."

Mira berbalik badan dan mendengus pelan, ia bersedakap dada dihadapan pemilik nama Armaghan yang kini tersenyum dengan tengilnya dengan tatapan yang tajam. "Ini nyindir aku yang enggak bangun pagi apa gimana?" Tanyanya yang malah mendapatkan senyuman miring yang sungguh demi apapun terlihat sangat menyebalkan dimatanya. "Enggak juga sih, tapi kalau kamu ngerasa ya syukur deh." Mira melebarkan matanya tak percaya bagaimana sosok Elvito Armaghan ini masih saja menyebalkan bahkan di usianya sudah menginjak 25 tahun ini.

"Aish, dosa apa gue nikah sama orang kek dia." Celetuknya, seraya memutar bola matanya malas, tentu bukan amarah yang didapatkan, namun gelak tawa yang lagi-lagi harus diterima oleh sang telinga.

"Mau kopi dong, tolong."

"Enggak ada,"

"Pelit." Mengerucutkan bibirnya sedemikian rupa agar mendapatkan secuil iba dari nyonya Armaghan yang entah mengapa sensitif sekali jika berhubungan dengan kopi. "Enggak usah sok lucu, kamu bukan Alceo. Udah minum susu aja, itu udah aku buatin siapa juga yang mau minum kalau aku bikinin kopi. Beli susu juga pakai duit kali, udah abisin itu aja yah Bapak Vito."

Vito mendengus malas, "Iya deh iya ibu negara." Pada akhirnya dia menyerah, menarik segelas susu putih yang sudah tersedia di sana. Mira tersenyum, tangannya dengan lembut menyapa rahangnya yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus itu, sesekali ia mengusapkan ibu jarinya pada pipi suaminya membuat Elvito memejamkan matanya menikmati kelembutan yang diberikan Mira. Ia menyentuh tangan istrinya, memindahkannya menjadi dalam genggamannya, sang mata saling memandang, seolah berlomba-lomba siapa yang paling dalam menyelami teduhnya mata indah itu.

Entah bagaimana, Vito merasa begitu sempurna ada bersama sosok Amirah Fatin, seseorang yang sudah 2 tahun menyandang status sebagai istrinya. Bukan hal buruk-Vito bersumpah pemilik kebahagiaannya sungguhan bersama Mira, bukan orang lain. Sekarang dia menyadari satu hal, bagaimana tulusnya sosok Mira dalam persoalan mencintainya. "Kenapa?" Vito menggeleng, ia menghela nafasnya kemudian mengecup punggung tangan Mira berkali-kali seolah ingin menyalurkan rasa sayangnya dia pada perempuan ini.

"Aku bahagia aja sama kamu."

"Iya aku tau."

"Mir."

"Hm?"

Vito menatap begitu lekat wanita dihadapannya ini, bahkan tak pernah ia izinkan matanya mengalihkan pandangannya pada Mira, sosok yang kini memiringkan kepalanya siap menunggu apa yang akan keluar dari mulut Vito. "Hah, ini random sih, seandainya kita bermasalah nanti, kamu memilih bertahan atau pergi?" Mira mengernyitkan dahinya bingung dengan apa yang dilontarkan sang suami, namun detik berikutnya ia menggeleng pelan. "Seandainya yah-eum-sebenernya enggak ada hang lebih baik kalau melibatkan masalah, tapi salah satunya bakal jadi jawaban yang terbaik diantara kita, bahkan buat Alceo sekalipun. Mungkin-"

. F O R E V E R . Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang