fourteen - newfound selfishness

2K 297 391
                                    

Tartaglia terbangun, kedua tangan terbelenggu oleh rantai.

Ada rasa sakit yang berdenyut-denyut sampai ke tulang di tangan, membuatnya sulit untuk berpikir. Saat berhasil membuka mata, ia menatap telapak tangannya, yang ditebas terbuka dan bersinar dengan cahaya hitam yang aneh, terperangkap di sana. Semuanya gelap dan mencekam, kecuali sinar mengerikan itu.

Lalu cahaya mulai menyebar di seluruh ruangan.

Ada seorang anak kecil dengan mantel bulu tebal yang compang-camping, berdiri agak jauh di depan, memperhatikan Tartaglia dengan mata terbelalak kaget.

Ekspresi sang harbinger mungkin mencerminkan ekspresi anak tu dengan sempurna; mata melebar dan mulutnya sedikit terbuka. Tercekat.

Anak itu, yang tak lain adalah sosoknya sendiri, delapan tahun yang lalu. Ajax.

"Lari."


***


Tartaglia dibangunkan oleh Tonia yang mengguncangnya dengan paksa. Ia membuka matanya perlahan, akhirnya menyadari di mana ia berada. Di rumah, di kamarnya, jauh dari masa lalu yang terkadang menghantui.

Tartaglia sering bermimpi tentang Abyss dan itu tidak pernah memengaruhinya, tetapi, untuk ntah mengapa mimpi yang ia alami barusan melekat dibenaknya sepanjang pagi. Berlama-lama seperti kabut sial yang menutupi pikiran, telinga, dan tenggorokan. Membebani setiap bagian dari dirinya.

Biasanya dengan mudah ia lupakan. Melanjutkan hari tak peduli semengerikan apapun mimpinya. 

Namun hari ini, cukup berbeda. 

Untunglah, gelak tawa orang-orang yang datang dari luar rumah dapat mengalihkan pikirannya sejenak.

"Kakak, kau tidak bisa menyebut ini 'peregangan'!" Tonia melihatmu yang sedang duduk selonjoran dengan kedua tangan berusaha menggapai jari-jari kakimu. "

"Aku sedang berusaha!!" jeritmu, setengah kesal dan setengah kesakitan.

Ah, Tartaglia tersenyum melihat keramaian di depannya.

Sudah menjadi rutinitas keluarganya (lebih tepatnya sang ibu, Anna dan trio bocah) untuk bangun di pagi hari, melakukan peregangan di depan matahari terbit sebelum melakukan aktivitas sehari-hari. Bagi Tartaglia, udara dingin Snezhnaya bukanlah apa-apa. Namun ia khawatir denganmu yang hanya mengenakan baju kasual tipis. 

"Jika kalian memaksaku untuk membungkuk lebih rendah, aku benar-benar akan patah menjadi dua." protesmu. Teucer malah mendorong punggungmu lebih kuat. Mungkin suara jeritan memilukanmu terdengar sampai ke pelabuhan.

Tak jauh dari kalian, Aether yang juga ikut melakukan peregangan bersampingan dengan ibu Tartaglia, mendengar wanita paruh baya itu bergumam cemas, mata tertuju padamu.

"Ini berbahaya. Ku dengar jika pinggul wanita kaku akan mempersulit proses melahirkan.."

Aether merinding."....kenapa Anda sampai berpikiran ke sana..."

Tartaglia berjalan mendekatimu yang sedang dipermainkan oleh kedua adiknya yang paling jahil. Kamu mendongak padanya, sorot matamu memohon.

"Tartaglia, tolong aku..."

Pemuda itu hanya menggeleng dengan decakan sedih dan kecewa yang dramatis. 

"Ojou-chan, sepertinya latihan fisik yang ku berikan untukmu masih kurang."

Matamu melebar tidak menyangka. "Kau- Pengkhianat-"

"Tonia, Teucer, bisa tolong kakak ini meregangkan ototnya lebih baik lagi?" Tartaglia mengabaikanmu dan tersenyum manis pada adik-adiknya, yang menyambut titah itu dengan sorakan gembira.

The Riptide | Tartaglia/ChildeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang