32.

1.6K 95 0
                                    

Pusat perhatian

Happy reading!
=====

"Non Zhasa mau sampai kapan disini? Bi Rahma nungguin saya di rumah. Katanya dia mau di antar ke pasar."

Zhafira menarik punggungnya yang bersandar cukup lama di sandaran kursi di dalam mobil.

"Lima menit lagi Pak," tawar Zhafira. Melirik pergelangan tangannya yang di hiasi jam analog.

"Kalau lima menit lagi pasarnya bisa-bisa udah bubar atuh Neng."

"Gampang Pak. Masih ada mini market."

Pak Ridwan menghela nafasnya berat. "Bi Rahma nggak suka belanja di mini market. Katanya nggak bisa nawar," jelasnya.

Zhafira mendengus. Terpaksa keluar dari kendaraan roda empat itu. Membiarkan Pak Ridwan pulang.

Menghembuskan nafas pelan. Zhafira mulai melangkah, siap menghadapi warga Garuda yang masih saja membahas perihal kejadian tiga hari yang lalu berdasarkan asumsi mereka sendiri.

Zhafira benar-benar menjadi topik perbincangan dan pusat perhatian mereka pagi itu. Mengalahkan kabar lainnya yang tersebar di kalangan anak-anak Garuda.

Namanya terus di sebut disepanjang koridor. Mereka berisik. Saling berbisik satu sama lain. Yang lebih parah, ada yang terang-terangan membicarakan dirinya saat melewati mereka.

Yang menjadi pertanyaan besar bagi Zhafira. Siapa yang melakukan perbuatan kurang ajar itu padanya? Dan membuat dia yang merupakan korban, jadi tersangka sekaligus.

"YAA! BERHENTI OMONGIN GUE ATAU BIBIR KALIAN GUE ROBEK!" Teriak Zhafira, tidak tahan lagi.

"Apa lihat-lihat? Mata lo mau gue colok!"

"Dasar manusia kurang kerjaan! Urus dulu hidup kalian yang belum benar, baru ngurusin hidup gue! Heran. Kayak hidup lo pada udah benar aja!"

Langkahnya berubah cepat, di samping bibirnya yang terus mendumel. Zhafira tidak lagi risih, apalagi gugup. Semua perasaan itu menguap entah kemana, digantikan rasa kesal yang membumbung tinggi.

Brak

Zhafira membuka pintu kelasnya begitu saja. Mengabaikan anak-anak kelasnya yang kaget karena perbuatannya barusan.

Senyum miringnya langsung tersungging. Ternyata suasana di luar tak jauh berbeda dengan suasana di dalam kelasnya. Mereka sama-sama menjadikan Zhafira bahan gosip. Membuat Zhafira sadar, kalau mereka bisa tak seakrab dulu lagi.

Zhafira melangkah dengan percaya diri. Menerobos teman-temannya yang berkerumun. Sengaja memang, agar mereka bubar tanpa di minta lebih dulu.

"Kalian lihat sendiri kan? Dia benar-benar nggak tahu malu."

"Orangtuanya kasihan banget punya anak yang menyalahgunakan kuasanya."

"Benar banget. Dia semena-mena kayak gitu pasti karena kedudukan orangtuanya di sekolah."

"Nggak usah dengarin mereka Zha. Orang kalau sok iya emang gitu," sahut Alina di tempat duduknya.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang