35.

1.1K 76 0
                                    

Tidak

Happy reading!
=====

"Zayn...."

Kelopak mata Zayn mengerjab. Sepertinya dia mendengar sesuatu. Dia lantas bangun dari tidurnya. Memasang telinganya baik-baik.

"ZAYN GAOZAN KHALFANI!"

Tidak salah lagi. Itu suara Zhafira. Zayn buru-buru turun dari kasurnya. Menggerakkan tungkainya secepat mungkin ke balkon kamarnya.

Sosok itu benar-benar ada di rumahnya. Dia sedang melambai di bawah sana, memamerkan sederet giginya.

"Tunggu disitu," titah Zayn. Kemudian melenggang dengan langkah seribu miliknya menuju halaman rumahnya.

Semoga orangtuanya tidak mendengar teriakan Zhafira tadi. Terutama Mamanya. Orang banyak tanya, plus super cerewet di kediamannya.

Terlambat. Orang yang Zayn takutkan bertemu Zhafira selangkah lebih maju darinya.

"Zayn. Sini, Zhasa bawain kamu cookies," ujar Rianna begitu langkahnya sampai di depan keduanya.

Zayn menghela nafasnya. "Mama kenal sama dia?" Tanyanya.

"Kenal. Zhasa sering kesini nemenin Mama siram bunga."

Ternyata langkah Zhafira sudah sejauh ini. Zayn seketika ingat sesuatu. Jangan-jangan Mamanya yang menjadi sumber informasi Zhafira selama ini.


"Zayn," panggil Rianna. Menununjuk kotak persegi empat di tangan Zhafira dengan gerakan kepala.

"Apa Ma? Kalau sama Zayn nggak usah kode-kodean. Aku nggak ngerti."

Rianna berdecak. "Zhasa udah capek-capek bawain kamu cookies. Kenapa nggak di terima?" Ujarnya.

"Makasih. Nanti gue makan," tandas Zayn, setelah mengambil alih kotak persegi yang Zhafira bawa.

"Iya."

"Lo mau pulang sekarang?" Zayn berdiri, padahal Zhafira belum mengiyakan pertanyaannya. "Ayo. Biar gue antar sampai pintu," sambungnya.

Kepala Zhfira menggeleng, panik. Dia ikut berdiri, menghalangi Zayn yang hendak berjalan menuju pintu rumahnya yang terbuka lebar.

"Zayn Itu gue kesini bukan mau nganterin cookies doang gue kesini sekaligus mau ngajak lo jalan," seloroh Zhafira dalam satu tarikan nafas.

Ujung mata Zayn mencuri pandang ke arah Mamanya. Wanita setengah baya itu sedang menatap mereka bingung.

"Gue nggak bisa."

"Kenapa?" Sungut Zhafira sedih.

"Udah malam. Lagian lo ngapain ngajak jalan pas besoknya kita sekolah? Kenapa bukan tadi, saat matahari masih menjalankan tugasnya," cecar Zayn.

Zhafira menatap Zayn sinis. Cowok tidak peka ini pintar sekali memojokkan dirinya. Zhafira tentu tidak bisa jujur, kalau tadi siang dia masih marah dengan Zayn.

"Zhasa boleh ngajak Zayn jalan nggak Tan?" Tanya Zhafira. Menoleh ke arah Riannna.

Zayn mendesis. Kepalanya menggeleng pelan, agar Mamanya segera menolak ajakan Zhafira padanya.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang