Bagian 1

6 3 0
                                    

"Tak ingin lagi rasanya ku bercinta
Setelah ku rasa perih
Kegagalan ini membuat ku tak berdaya"

Sepenggal lirik hujan kemarin menemani sore ini. Aku kina tengah duduk di sebuah cafe yang sering aku datang.

"Aku rindu" Ucapku dalam hati. Entah kenapa setiap mendengar lagu ini, aku selalu teringat tentang nya. Padahal tidak ada yang istimewa dari lagu ini. Aku ingat waktu itu, ketika kita ikut camping di saat lagu ini berputar tatapan kita berdua bertemu. Hanya itu tidak terlalu istimewa bukan?

Dia sosok laki-laki yang buat aku ikut ekstrakurikuler tersebut. Iya, hanya karena dia bukan yang lain.

"Hai, bagaimana dengan harimu? Aku rindu. Kamu di mana?" Lagi lagi aku menanyakan hal itu pada diriku.

Sosok dia saat ini begitu misterius. Aku tidak tau dia di mana. Apakah dia masih di kota ini atau dia berada di kota lain? Aku tidak tau, bukan tidak mencari tau tentang dia tapi aku bertanya ke teman yang lain juga mereka tidak tau tentang dia.

Bagaimana bisa aku bertahan menunggu dia selama ini? Padahal kabar dari dia saja aku tidak tau. Apakah cinta pertama susah di lupakan? Atau emang dia tidak ingin pergi sebab dari itu dia bertahan.  Apakah benar seperti itu?

******
Beberapa tahun yang lalu

Di saat semua orang tengah bahagia masuk sekolah tapi tidak dengan ku. Bagaimana aku bisa bahagia jika aku harus bersekolah jauh dari rumah dan jauh dari teman teman ku. Aku sempat berontak untuk tidak sekolah di sini. Aku bilang kenapa aku tidak mau.

"Teman Ay enggak ada di sekolah ini" Ucapku ketika berdebat dengan Ibu. Sebenarnya alasan utamanya adalah jarak dari rumah ke sekolah tersebut jauh, butuh waktu 1 jam untuk ke sana dan juga itu mesti naik kendaraan umum. Jangan berpikir aku minta di beli kendaraan. Bukan seperti itu. Karena aku sudah terbiasa pergi sekolah berjalan kaki. Dan juga aku tipe yang susah bergaul butuh waktu berbulan-bulan untuk adaptasi dengan orang baru.

"Kamu bisa cari teman yang lain Ay" Ucap ibuku

"Enggak mau bu. Aku enggak kenal sama siapapun di sana. Pokoknya aku mau sekolah sama dengan teman ku yang dulu" Kekeh ku

"Ngapain kamu mikirin teman. Suatu hari nanti kalau kamu mati, kamu akan mati sendiri tidak dengan temanmu" Ucap Ibu

Setelah perdebatan tersebut, akhirnya aku menyetujui keinginan Ibu untuk bersekolah di sekolah tersebut. Hari pertama dan kedua MOS berjalan seperti biasa. Apakah aku bahagia? Jawabannya tidak. Setiap pulang sekolah aku selalu takut, di pikiran ku "aku enggak salah naik kendaraan umum kan? "Jalannya betul kan?". Sampai di rumah aku selalu cemberut.

Di hari terakhir MOS, aku tidak masuk. Aku beralasan sakit sebenarnya tidak. Bagaimana perasaan kalian jika harus beradaptasi dengan hal yang baru? Pasti merasa lelah. Bagaimana tidak, kita di tuntut untuk keluar dari zona nyaman.

Tok...Tok...Tok

"Bapak boleh masuk?" Ucap Bapak yang saat itu berdiri di depan pintu kamar ku.

"Masuk aja Pak, enggak di kunci" Ucap ku

Bapak pun masuk ke kamar. Duduk di meja belajar ku dan saati itu aku tengah duduk bersandar di tempat tidur.

"Kenapa tadi enggak sekolah Mbak?"

Aku hanya diam, tidak menjawab pertanyaan Bapak

"Kenapa? Sekolahnya jauh ya? Ya udah kalau gitu besok kita urus surat pindah aja" Ucap Bapak. Terlihat jelas di wajahnya, ada rasa kecewa. Setelah Bapak ngomong gitu, beliau pun keluar. Selang berapa menit, Ibu masuk ke kamar ku.

"Jadi benar mau pindah? Apa enggak kasian lihat Bapak mu yang pengen anaknya sekolah di situ? Coba pikir baik baik. Kalau masalah teman Ibu pernah bilang " Mati pun nanti kita enggak ada teman"" Ucap Ibu. Setelah itu beliau keluar dari kamarku.

Selamat membaca 😊
Jangan lupa tekan tombol bintang di pojok kanan
Terima kasih 😊

Coretan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang