"Aku tak sengaja bertemu dengannya. Saat pertama kali melihatnya aku langsung ingin menjaganya. Seseorang yang sama sepertiku" – Laksana Andhitya Semesta
.
.
.
Udara dingin malam menyapu pipi tembam Arvin. Ia duduk di sebuah ayunan yang berada di taman perumahannya. Tatapannya lurus kedepan, memandang sepasang manusia yang sedang duduk di hamparan rumput. Seorang gadis kecil yang berlarian di keliling mereka dengan balon di tangannya.
Arvin tersenyum melihat pemandangan di depannya. Tark terasa setetes air mata turun ke pipinya. Ia mengusap pipinya kasar dan menghela napas.
Tanpa ia sadari, seorang pria berdiri di balik pohon di belakangnya. pria itu mengenakan pakaian serba hitam. Ia memandang arvin dengan tatapan sedih dan rindu. Ia ingin menghampirinya namun sepertinya tak bias.
Arvin menoleh saat seorang pria berdiri di dekatnya. Ia gugup saat mengetahui siapa pria tersebut.
"Sendirian lagi." Ucap pria itu sembari mendudukkan dirinya di ayunan sebelah Arvin. Kedua lengannya menopang di atas pahanya.
Arvin tidak menjawab. Ia menggigit bibir bawahnya. Ia masih gugup. Pria itu tersenyum kecil.
"Sudah ngga perlu gugup." Pria itu menoleh ke Arvin. "Santai saja. Di sekolah hubungan kita antara siswa dan guru. Di luar sekolah mungkin bias menjadi teman." Lanjutnya.
"Ah iya pak." Akhirnya Arvin membuka suaranya.
"Pak? Apa saya terlihat setua itu?" Tanya pria tersebut.
"B-bukan begitua pak. Ah maksud saya, aduh gimana ya."
Pria itu terkekeh melihat Arvin yang gelagapan.
"Panggi nama saja ga papa."
"Tapi kan umur kita berbeda jauh pak, maksud saya Laksana."
"Tau dari mana kalau kita beda jauh. Paling Cuma 5 atau 6 tahun." Pria itu-Laksana mengangkat sebelah alisnya. "Senyamannya kamu manggil saya saja."
Arvin menganggukan kepalanya. "Okey, Aksa. Kak Aksa." Laksana menoleh saat Arvin memanggil namanya yang jarang orang panggil.
Seolah tersihir ia terpana saat melihat wajah Arvin yang terkena cahaya lampu taman. Kulit kuning langsat itu seolah bersinar saat bias-bias cahaya menerpa wajahnya. Laksana menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya.
"Sepertinya saya akan menyukai panggilan itu." Laksana mengembalikan pandangannya lurus ke depan. Kini giliran Arvin yang menoleh.
"Kok bisa?"
"Tidak banyak yang memanggil saya dengan nama itu." Ujarnya. "Ya mungkin beberapa dan hanya bisa dihitung jari, salah satunya kamu." Lanjut laksana.
Arvin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia kurang nyaman dengan bahasa baku yang Laksana gunakan. Tiba-tiba gadis kecil tadi tersungkur di depan Arvin. Balon di tangannya terlepas dan terbang.
Arvin seketika berdiri dan berlari ke arah gadis itu. Ia membantu gadis itu berdiri yang membersikan tubuhnya yang kotor terkena debu.
"Balon." Mata gadis kecil itu berkaca-kaca.
"Yah balonnya sudah terbang. Bagaimana kalau kakak belikan lagi?" Tawar Arvin. Tak mungkin ia mengejar balon tersebut yang sudah terbang entah kemana.
"Ini balonnya." Laksana ikut jongkok di depan gadis kecil itu. Ia memberikan balon si gadis yang terbang tadi.
Mata gadis kecil itu berbinar. Ia segera menerima balonnya dan mengucapkan 'terimakasih'. Setelahnya ia kembali berlari menuju ke kedua orang tuanya yang duduk memebelakangi mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/284007954-288-k738376.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
Novela Juvenil"See. Ngga ada kecantikan yang abadi." - Laksana Andhitya Semesta "Tapi setidaknya ia pernah memperelok jagad meski sementara." - Arvina Alvaro Goenaoean Rasanya seperti ribuan kupu-kupu yang terbang di dalam perutku saat dia tersenyum. Aku tidak ta...