“Shibami-chon~ aku padamu~!”
Sorak sorai penonton makin riuh tatkala jemari lentik seorang gadis bermanik kucing bergerak membalikkan kartu tarot.
Gudang dekat pelabuhan Yokohama adalah surganya para penjudi.
Bahkan kini, pukul 02.00 dini hari, gudang itu malah bertambah ramai. Apalagi mendengar si Kucing yang datang untuk mengikuti salah satu taruhan.
Siapa yang tidak kenal si Kucing? Gadis bersurai malam dan manik tosca seperti kucing.
Wanginya yang semerbak mampu membuat siapa saja terpaku.
Paras ayu yang menggoda. Imut tapi menjerumus ke sexy.
Para berandalan tentu tahu gadis itu.
Termasuk Izana yang tengah memperhatikan permainan di bawah sana dari atas bekas box besar truk.
Lelaki itu tau situasi akan seramai ini. Acara yang ia buat bisa ramai begini karena si Kucing.
Mungkin ia harus berterimakasih?
“Ah, tidak perlu membayar. Permainanmu sangat bagus, aku suka.” suara lembut mengalun merdu di gudang itu.
Orang-orang sontak terpana mendengar langsung si Kucing berbicara.
“T-tapi ini 'kan tetap-”
“Kau membantah ku?”
Lawan dari sang Kucing membeku mendengar itu.
Dahinya mulai berkeringat dingin karena memikirkan bahwa ia telah membantah ucapan sang Puan.
“A-ah, baiklah...” canggung si Lawan.
“Tidak bisa begitu, Shibami-chon~! kau harus terima uangnya~!”
Si Kucing menengok kearah sumber suara.
Si Penyelenggara sekaligus yang bersuara tadi tersenyum kosong seraya turun dari atas bekas box besar itu.
Derap langkahnya terdengar jelas, para penonton memang terdiam menyaksikan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Izana mengulurkan tangannya memegang puncak kepala sang Kucing. Benar saja, hal itu membuat para penonton melebarkan mata mereka.
Kok berani sih?!
Nanti digeplak pake uang gepokan lho!
“Memangnya kenapa?” si Kucing menatap Izana yang lebih tinggi darinya.
“Ini 'kan taruhan, permainan membalikkan kartu tarot yang memiliki nilai. Permainan ini mengandalkan keberuntungan tau! Kau harus terima uangnya.” jelas Izana masih dengan senyum yang merekah.
“Kurasa aku tidak beruntung.” si Kucing sedikit memiringkan kepalanya.
“Huh? Jelas-jelas kau menang, Shibami. Ambil uangnya, ya?” Izana memajukan wajahnya pada wajah ayu si Kucing.
“Ya, aku menang tapi aku tidak beruntung.”
“Hah? Apa sih? Kau-”
“Aku tidak beruntung bertemu penyelenggara yang bisa membantah ucapanku.”
-- | ----- | --
“Izana, wangimu kok beda dari biasanya?”
Izana menengok kearah temannya, Kakucho. Ia mengendus-endus lengannya, “Tidak, tuh.”
“Tubuhmu jelas-jelas bau minyak wangi gadis.”
Izana memiringkan kepalanya. Diendus seberapa banyak kali pun, ia tidak mencium wangi gadis di tubuhnya.
“Aku bisa cuci di rumah nanti.” ucap Izana.
Keduanya sama-sama berjalan menuju rumah. Izana tinggal di flat kecil milik ibunya yang sudah lama ditinggalkan sedangkan Kakucho, dia tinggal di panti asuhan.
“Kalau dibau-bau lagi, wanginya sama seperti wangi Shibami.”
Izana mengerutkan alisnya, “Bisa jadi, tadi aku dekat-dekat dengannya.”
Kakucho mengangguk-angguk, “Shibami... Dia manis sekali ya?”
Alis Izana makin curam, “Hah?”
“Hm, kenapa? Dia memang manis, iya 'kan?”
Izana kembali menatap jalanan di depan, “Ya, memang tapi aku baru pertama kali melihat gadis seperti dia.”
“Memangnya Shibami menurutmu bagaimana?”
Izana sedikit berpikir, “Ya... Dia manis tapi senyumannya kadang bisa membuat orang berpikiran liar.”
“Dia memang menggoda.” gumam Kakucho.
“Hah, kau bilang apa?”
Kakucho menatap Izana yang entah mengapa berubah menjadi sedikit menakutkan.
Wajahnya horor.
“T-tidak ada.”
Beberapa menit berlalu hingga mereka dihadapkan sebuah perempatan jalan. Izana melambaikan tangannya dengan senyum kosong pada Kakucho.
Izana ke kiri dan Kakucho pergi ke kanan.
Keduanya sama-sama belok.
Iya 'kan?
Bener, lho, belok tuh mereka.
Izana berjalan santai. Ia masih memikirkan ucapan Shibami yang berkata bahwa ia tak suka penyelenggara yang membantahnya.
Secara tak langsung, Shibami tak menyukai Izana, bukan? Izana membantah ucapan gadis itu sih.
Lelaki itu mengendus-endus bajunya lagi.
Kurva tipis terpatri tanda ia merasa senang.
Bohong kalau ia berkata tak mencium wangi Shibami di tubuhnya- atau lebih tepatnya pakaiannya.
Izana hanya tak mau orang-orang sadar ia senang bukan kepayang wangi Shibami menempel padanya.
Ini rahasia.
“Aku tidak akan mencuci tangan dan bajuku.”
Izana itu fanboynya Shibami (Y/n).
-- | ----- | --
Typo? Ngmng ya
Ya kira-kira begitu
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙁𝘼𝙉𝘽𝙊𝙔
Fanfiction-ˋˏ [Kurokawa Izana] ˎˊ- ━─━──── • ────━─━ Kurokawa Izana baru pertama kali melihat gadis seperti Shibami (Y/n). Tangan kurus dan jari-jemari lentik bergerak memutar kartu dengan lihai. Seringainya yang memikat dan wanginya yang semerbak membua...