🎈#Jatuh

1.5K 273 19
                                    

"Renjun! Ayo kejar aku!" Jaemin mulai berulah kembali. Dikarenakan dirinya yang diabaikan oleh teman sepermainannya.

"Nana curang! Aku kan belum siap!" Renjun yang tadinya sibuk membuat sesuatu dengan balok bewarnanya kini teralihkan saat pundanya ditepuk tanda permainan sudah dimulai.

Jaemin berusaha tidak peduli, kaki kecilnya membawa dirinya pergi menjauh sebelum Renjun dapat menangkapnya. "Kabur~!"

"Hei!" Dan pada akhirnya Renjun terpancing, sebagian besar karena emosinya. Lihat saja, jika dia dapat menangkap anak itu, dia akan memberinya pelajaran.

Keduanya larut dalam permainan kejar-mengejar, sampai Renjun tidak sadar bahwa Jeno dengan sepedanya menuju ke arahnya, ingin mengeremkan kaki tapi semuanya sudah terlambat.

"Awas!"

"UWAH!!"








"Lihat! Punyaku sudah jadi!" Haechan kecil menunjukkan hasil dari rumah kartu yang dia buat dengan susah payah pada seorang pengasuh yang bertugas menjaga anak-anak.

Bukan bibi pengasuh yang meresponnya, tapi teman atau bisa dikatakan kakak yang bermain dengannya.

"Cantiknya~" Ucap teman yang lebih tua dengan sengaja menyenggol hingga puluhan kartu itu roboh.

"AH!!! KENAPA KAU MERUSAKNYA?!!" Tentu saja sebagai pembuatnya Haechan merasa shock, tanpa ada angin dan hujan anak laki-laki itu menghancurkan segalanya yang dia buat selama berjam-jam.

"Tidak sopan, panggil aku kakak." Dengan santainya si pelaku memasang tampang polos bagai anak tanpa dosa.

Tentu saja Haechan tidak peduli, air matanya mulai menggenangi bola matanya.
"HUAAA, IBUUU! KAK WIN MERUSAK RUMAHKU!!" Adunya pada sang ibu yang sedang sibuk di dapur.

"Aku tidak merusaknya."

Langkah kaki berantakan mulai terdengar mendekat. Ibu Haechan menghampiri anaknya.
"Ada apa?! Haechan, kau kenapa??!" Tanyanya panik.

"Huhu, Kak Win menggangguku, Bu." Haechan memasang tampang menyedihkannya.

Mendengar ucapan anaknya, sang ibu membuang rasa khawatirnya dan dengan santainya berkata. "Oohh, Winwin .... Ibu kira kenapa."

"Ibu!"

Sedangkan Winwin hanya memasang senyum kemenangan.

"Ada yang mau es krim semangka??" Tanpa mempedulikan anaknya yang tengah merengek, ibu dari Haechan mulai memperhatikan anak-anak lainnya.

"Aku!" Seorang anak kecil yang dari tadi bersama mereka tiba-tiba mengangkat tangannya tinggi ke udara begitu mendengar kata semangka.

"Kalau begitu semuanya masuk ke dalam rumah, jangan lupa cuci kaki dan tangan kalian~" Semuanya mulai satu persatu masuk ke dalam rumah secara berbaris untuk mendapatkan makanan dingin dan menyegarkan di hari yang panas ini.

Tiba-tiba saja ada segerombolan anak-anak lain dengan tubuh yang penuh lumpur.

"Eh? Renjun kenapa???" Wanita itu melihat Renjun berada di punggung Jeno.

"Dia tadi terjatuh di dekat rumah pohon." Jaemin menjelaskan dengan rasa bersalahnya.

"Hiks." Renjun dengan air mata yang mengalir di kedua pipi gembilnya menyembunyikan kepalanya di balik punggung kecil Jeno.

"Astaga .... Jeno, turunkan Renjun, biar Bibi yang obati lukanya."

Akhirnya Renjun berpindah pada gendongan sang bibi, air matanya masih terus mengalir karena rasa sakit di lututnya.

"Kau kuat, ya." Sebelum masuk, bibi itu memberikan senyum bangga pada Jeno.

"Renjun itu ringan." Ucap Jeno yang juga ikut tersenyum.

Saat ibu Haechan mulai menghilang untuk mengobati luka Renjun, anaknya tengah memperhatikan Jeno dari tadi.

"Tapi kenapa kakimu gemetaran?" Ucapnya.








"Apa itu sakit?" Setelah darah di lutut Renjun sudah dibersihkan dan dibalut dengan perban putih, seorang anak lain yang lebih muda darinya menghampiri dirinya dan terus memperhatikan luka itu.

"Kau ingin jatuh juga?"

Sang empu menggeleng, pasti itu sakit -pikirnya.

Di suasana yang tenang dan damai, tiba-tiba terdengar suara cekikikan dari halaman depan rumah.

"Suara apa itu?" Renjun bertanya pada temannya dan sang empu hanya menggeleng tidak tau.



Mereka berdua keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Hei! Apa kau lakukan pada kucingku!!?" Renjun berteriak marah saat kucing kesayangannya diganggu oleh anak tetangga. Ekor putih itu sengaja diinjak membuat sang kucing mengeluarkan suara yang tidak mengenakan.

Anak nakal itu terlihat kaget karena tertangkap basah, tapi dia kembali berkata seenaknya.
"Huh! Kucingmu jelek! Mana ada kucing yang bulat seperti ini!" Ucapnya angkuh sambil menunjuk kucing di bawah kakinya.

"Dia tidak bulat! Dia itu imut!" Renjun sudah tersulut amarah.

"Sudah kubilang kucingmu itu jelek! Dasar pendek!" Anak itu kembali mengolong-olok keduanya sambil menjulurkan lidah dengan ekspresi menyebalkan.

"Kak Renjun itu tinggi." Jisung yang dari tadi hanya diam mengeluarkan suaranya saat kakaknya dihina oleh anak yang bahkan lebih pendek dari Renjun.

"Kau juga jelek!"

"Apa kau bilang!? Kau yang jelek! Jangan ganggu Jisung!" Renjun menaikkan intonasinya, dia berusaha melindungi Jisung dengan membiarkannya berada di depannya, padahal jelas-jelas Jisunglah yang mencolok di belakang.

"Kau!—AH!!" Tiba-tiba ada seseorang yang datang dengan jeweran telinga yang sangat menyakitkan.

"Anak nakal! kali ini kau berulah apa lagi?!" Wanita itu menarik kuat daun telinga anaknya.

"I-ibu ...." Anak berandal itu menoleh mendapati kemarahan sang ibu.

"Pulang sekarang! Kau ibu hukum!" Masih dengan telinganya yang ditarik,  anak itu diseret paksa pulang.

"Maaf ya anak-anak, dia ini memang kurang ajar." Bibi itu tersenyum kaku memandang Renjun dan Jisung secara bergantian.

Renjun yang masih marah belum mengembalikan mimik wajahnya menatap jauh anak yang mengganggunya. "Grrr."

Bukannya takut, Jisung temannya malah tersenyum karena menurutnya itu imut..











Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Baby Huang [ norenmin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang