WINDY langsung berdiri dan melangkahkan kaki keluar dari bawah meja setelah seorang guru keluar dari kelas. Dia tampak ingin cepat-cepat pergi dari bangkunya sendiri, tetapi wajahnya tidak menampilkan ekspresi terburu-buru. Bagi siapapun yang mengenalnya, Windy memang sedikit sulit ditebak jika tidak berbicara apa yang ingin dia lakukan.
Olivia yang melihat Windy seperti itu otomatis bertanya, "Mau ke mana?"
"Perpus." Windy menjawab sambil menarik sebuah buku yang cukup tebal dengan kertas berukuran A5 dari tasnya. Kumpulan Cerita si Kancil adalah judul yang tertera di sana. Meskipun buku tersebut terlihat lecek, juga sedikit mengeluarkan bau yang tak terlalu sedap, Windy menyukainya dan menganggapnya sebagai salah satu buku favorit. Ini adalah kali kelimanya meminjam buku tersebut setelah tiga bulan menginjak kelas sebelas.
Olivia melirik sesuatu yang barusan diambil Windy, kemudian menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat benda itu. Buku itu lagi, buku itu lagi. Dari segala judul novel remaja yang tersedia di perpustakaan, dia tidak mengerti mengapa Windy malah menyukai fabel, terutama si Kancil yang diceritakan sebagai binatang yang cerdik.
Windy hanya cengengesan melihat ekspresi masam Olivia. Dia tadi berniat mengajak Olivia mengembalikan buku, tetapi teman sebangkunya itu sudah mengembalikan buku pinjamannya terlebih dahulu. Windy sedikit kesal karena tidak ada orang yang bisa diajaknya, tetapi apa boleh buat, dia sendiri juga meminjam buku si Kancil di hari yang berbeda dengan teman-temannya. Ungkapan kesal bercampur kecewa masih tergambar jelas di wajah Windy. "Yah .... Kalau gitu, aku ke perpus dulu, ya."
Olivia menganggukkan kepala. Dia pun melanjutkan kegiatannya mengerjakan tugas yang akan dikumpulkan pada jam pelajaran berikutnya.
Jarak kelas Windy dengan perpustakaan hanya terpisah oleh dua kelas. Jumlah sepatu yang tersusun tidak terlalu rapi di rak khusus sepatu di depan perpustakaan tampak lebih banyak daripada hari-hari lainnya. Windy yang hanya melihat hal tersebut sekilas karena masih agak kesal tidak bisa ditemani Olivia, tidak menyadari apa yang terjadi setiap hari Kamis. Jadi, dia tetap berjalan mendekat, melepas sepatu, meletakkannya di rak di samping pintu perpustakaan, kemudian melangkahkan kaki ke dalam. Terlihatlah antrean yang mengular cukup panjang. Lebih tepatnya, mereka berbaris lurus mulai dari depan meja penjaga perpustakaan sampai rak khusus buku resep masakan tepat sebelum dinding paling belakang. Windy mengeluh, baru saja menyadari bahwa hari ini adalah hari di mana siswa-siswi ramai-ramai mengembalikan buku setelah meminjamnya untuk keperluan literasi mingguan. Ditambah lagi, dia adalah siswi terakhir yang memasuki ruangan, berarti dia juga menjadi urutan terakhir jika ingin mengantre. Ingin sekali Windy keluar sekarang, mengembalikan buku tentang si Kancil itu besok saja, tetapi batas waktu yang ditulis di kartu perpustakaannya enam hari yang lalu membuatnya tetap di tempat.
Untuk membunuh waktu, Windy berjalan-jalan di bagian perpustakaan yang tidak begitu dipenuhi para murid. Area pajangan buku-buku sejarah adalah salah satunya. Buku yang terletak di rak paling atas tampak berdebu. Windy tidak tertarik melihatnya, sama seperti murid-murid lain yang hanya melewati rak tersebut. Buku sejarah adalah objek yang paling membosankan di ruangan ini. Namun, meskipun Windy hanya sekilas melihat buku-buku yang sebagian besar sudah berdebu itu, matanya menangkap salah satu buku yang terlihat berbeda, bisa juga dibilang cukup mencolok, daripada buku yang lain. Dia sempat mengira kalau itu adalah buku tulis 38 lembar karena tipis dan bersampul cokelat tua, tetapi warna kertas di dalamnya membuatnya mengerutkan kening. Itu bukan kertas yang putih bersih seperti buku tulis pada umumnya. Windy menarik buku tersebut tanpa berhati-hati sehingga kotoran-kotoran kecil yang hinggap di bagian atas buku jatuh. Untungnya, cewek itu segera memejamkan mata sebelum debu-debu tersebut menyebabkannya bersin, atau yang lebih buruk, kemerahan pada mata.
Kening Windy berkerut semakin dalam ketika tidak menemukan apa-apa di dalam buku tersebut selain kertas berwarna kekuningan. Tulisan saja tidak ada, padahal itu adalah sesuatu yang biasanya mendominasi. Windy sudah membolak-balikkan halaman dan tetap tidak menemukan apa-apa kecuali debu yang menyeruak tanpa diduga. Dia memang tidak membalik halaman secara perlahan, itulah mengapa sejak tadi debu terus-menerus berterbangan di sekitar buku dan sebagian berakhir hinggap di kaki Windy.
Buku yang sedikit aneh. Windy menutupnya, berniat mengembalikan benda tersebut ke tempat asal. Akan tetapi, ketika dia hanya tinggal mendorong buku tersebut agar bisa segera menempati ruang kosong di sana, tangannya berhenti bergerak. Windy kembali mengamati benda berukuran 21 x 16 cm itu dan membuka halaman pertama. Awalnya memang kosong, sama seperti saat dia membuka itu untuk kali pertama, tetapi lama-kelamaan berubah. Ada dua kata yang muncul perlahan selagi Windy tanpa sadar memusatkan pandangan ke bagian tengah halaman pertama.
Lebih buruk.
Windy mengerjapkan matanya beberapa kali, memastikan bahwa dia tidak salah baca ataupun salah lihat. Tulisan tersebut samar-samar, kemudian menjadi jelas. Windy tidak tahu apakah itu diketik atau ditulis tangan, tetapi model huruf dan medianya mengingatkan Windy tentang suasana yang tergambarkan di film-film berlatar zaman sebelum tahun 2000-an. Aura-aura tenang yang sedikit misterius.
Lalu, Windy mencoba membalik halaman. Jika tadi dia tidak menemukan apa-apa, maka berbeda dengan sekarang. Windy melihat sebuah gantungan kunci yang jatuh, kemudian disusul dengan adanya seorang murid laki-laki yang berjalan ke arah di mana sebuah sepeda motor tengah melaju terlampau cepat. Hampir saja Windy berteriak sebelum punggungnya tersentuh oleh sesuatu.
"Aduh!" Windy merasa tubuhnya terjungkal ke depan dan kepalanya hampir terantuk rak buku.
"Eh, maaf, Mbak!" Seorang siswa yang mengenakan bet kelas sepuluh refleks berucap demikian setelah Windy mengaduh. "Eh, aduh, maaf, ya, Mbak. Saya nggak sengaja."
Bunyi ketukan yang tidak terlalu keras antara punggungnya dengan buku yang dibawa oleh siswa yang tak sengaja menabraknya itu membuat Windy sadar akan sesuatu. Baru saja dia seolah-olah tersedot ke tempat lain dan hampir melihat sebuah kecelakaan. Itu terasa seperti separuh mimpi dan separuh bukan.
"Oh ... iya, iya, nggak apa-apa." Windy sedikit tergagap saat merespons. Astaga, mengapa pula otaknya tiba-tiba berhenti bekerja? Seketika dia merasa tidak berbeda dengan sebuah ponsel yang terlalu lama digunakan dan berhenti beroperasi sementara sehingga perlu dinyalakan ulang.
"Sekali lagi, maaf, Mbak."
Setelah adik kelas tersebut meninggalkannya, Windy kembali menatap buku yang sedari tadi tidak lepas dari genggamannya. Kejadian-kejadian sekilas yang tadi dilihatnya terasa tidak jelas antara nyata atau mimpi. Meskipun demikian, dia memutuskan tidak berlama-lama memandangnya dan mengembalikannya ke tempat semula. Namun, baru selesai meletakkan benda bersampul cokelat tua itu, Windy jadi penasaran penyebab buku itu bisa berada di sini. Tidak ada siswa yang menggunakan buku semacam itu di sekolah. Penjaga perpustakaan juga tidak mungkin. Atau, ada anak yang iseng meletakkan benda itu di sini?
Windy tidak tahu mengapa dia terpikirkan akan buku yang paling berbeda dari segala jenis buku yang pernah ditemuinya tersebut. []
To be continued...
Hai, selamat datang dan terima kasih karena sudah membaca Bab 1. Saya nggak tahu harus bilang apa aja di sini, tapi kalau kalian mau berkomentar (entah itu mau ngoreksi atau sekadar tanggapan), silakan. Komentar pembaca sering jadi moodbooster buat saya, jadi silakan berkomentar sebanyak-banyaknya! 🌛
Kepoin juga karya lain dari The Things Series:
1. Slip Stitch oleh aphroditebae_ setiap Senin
2. Setangkai oleh trzvzn setiap Sabtu
3. Soothing Umbrella oleh lovely_taa29 setiap MingguMohon doanya agar para penulis The Things Series bisa menyelesaikan karya-karyanya dengan baik, ya. Terima kasih ^^.
Sampai berjumpa lagi di Bab 2 KBKB!
Love,
baihaqisr[Ketika Buku Kamis Bercerita; Bab 1 telah dipublikasikan pada 20 September 2021]
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Buku Kamis Bercerita
Teen FictionSejak menemukan sebuah buku bersampul cokelat tua, Windy selalu tertarik membaca kalimat-kalimat di dalamnya lebih lama. Namun, bacaan-bacaan yang disajikan seringkali membuat Windy takut jikalau itu benar-benar terjadi padanya karena tidak satu pun...