7 (A) ⚠️ tw // suicide ⚠️

5 1 1
                                    

⚠️ TW // SUICIDE (BUNUH DIRI) ⚠️

Untuk kalian yang tidak bisa membaca tulisan yang berkaitan dengan trigger warning di atas, bisa melakukan salah satu dari dua hal di bawah ini:
1. Skip bab ini.
2. Langsung lompat ke bagian cerita setelah ada tanda "***[][][]***".

Maaf atas ketidaknyamanannya. Selamat membaca.

Mohon menjadi pembaca yang bijak demi kebaikan kalian sendiri.

Terima kasih.

Dina menaiki tangga menuju kelas dua belas. Dia melakukannya dengan langkah yang cepat tanpa menimbulkan ketukan sepatu yang keras. berbanding terbalik dengan Windy yang mengikuti langkahnya dengan tergesa-gesa. Seandainya segala sesuatu yang dilakukan Windy menimbulkan suara, sudah pasti langkahnya terdengar oleh dua kelas yang terletak paling dekat dengan ujung tangga.

"Dia mau ngapain?" Windy bermonolog. Tak lama kemudian, mata cewek itu membelalak seiring dengan semakin dekatnya Dina ke satu-satunya ruang kelas yang belum selesai dibangun. Jika tidak berhati-hati, siapapun bisa jatuh ke bawah dengan ketinggian lebih dari tiga meter. Hanya saja, Dina tampak tidak memedulikan hal tersebut. Dia terlihat santai dan mengeluarkan tali dari tasnya. Benda panjang itu diuraikannya sembari berjalan masuk ke bangunan yang belum layak huni tersebut.

Windy tiba-tiba memiliki perasaan buruk. Cewek itu berlari dan menemukan Dina yang sudah menyiapkan sebuah bangku. Di atasnya, terdapat sepotong kayu yang cukup panjang untuk melampaui kedua sisi lebar bangunan. Sepertinya, kayu itu belum disingkirkan ataupun dipotong dan dibiarkan di sana.

"Din, kamu ...." Windy langsung kehilangan kata-kata saat Dina menaiki bangku tersebut dan membuat sebuah ikatan yang pernah Windy lihat dalam film-film yang memiliki adegan bunuh diri. "Jangan, Din, jangan! Tolong jangan lakuin!" Windy berlari dan berusaha memegang kaki Dina, tetapi tidak bisa. Dia tidak bisa menyentuh apa pun dan tidak bisa menghentikan Dina sekeras apa pun suaranya.

"Stop!" Suara Windy mulai serak. "STOP, PLEASE!"

Sia-sia. Dina sudah tidak ragu untuk menyentuh dan mengalungkan tali tersebut ke lehernya. Windy meraung semakin keras. Air matanya mengalir semakin banyak. Suaranya sudah serak. Cewek itu menunduk, menutup kedua matanya sendiri. Tidak ingin menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya. Tepat setelah terdengar suara bangku yang ditendang, Buku Kamis mengakhiri ceritanya.

Seolah-olah benda itu memahami bagaimana perasaan Windy.




***[][][]***

Sungguh sesuatu yang terlalu menyakitkan untuk dilihat. Windy memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. Rupanya, menangis sekaligus berteriak membuat energinya terkuras, padahal dia tidak benar-benar melakukannya. Selain itu, adegan dalam Buku Kamis tadi menghadirkan kegelisahan dan ketakutan yang jauh lebih besar daripada kecelakaan Kai-peristiwa pertama yang dilihatnya. Jantungnya juga masih berdetak sangat kencang. Windy meremas poni rambutnya sendiri sampai rasanya hampir tercabut. Dia juga mengatur napas untuk menenangkan diri.

Seingatnya, Windy tidak pernah mendapati Dina naik ke lantai dua, apalagi sampai memasuki kelas yang belum selesai dibangun itu. Bisa dibilang, Buku Kamis baru saja menunjukkan sesuatu yang mungkin terjadi di masa depan. Jika itu benar, Windy ingin mencegahnya. Siapa yang ingin melihat seorang teman merenggut nyawanya dengan cara yang seperti itu?

Ini nggak boleh terjadi.

"Windy .... Anak ini ke mana, ya." Suara Bu Widya-ibu Windy-terdengar dari luar kamar Windy. "Jangan lupa mandi. Kenapa, sih, lama banget di kamar? Ngapain aja dari tadi?" Beliau juga mengetuk pintu kamar putrinya yang tak lama kemudian mendapat tanggapan. Sosok Windy muncul setelah tergesa-gesa melepas atribut sekolahnya.

"Iya, Bu, sebentar."

"Cepat, ya. Jangan malam-malam, Nak, kalau mandi. Nggak sehat." Bu Widya sempat memberi nasihat sebelum menjauh dari kamar putrinya.

[][][]

Sebuah ruang obrolan daring dengan Olivia sebagai nama kontak penerima masih terbuka di ponsel Windy. Terdapat keterangan di bawah nama Olivia bahwa cewek itu membuka aplikasi tersebut sepuluh menit yang lalu. Jam menujukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Belum terlalu malam untuk mengobrol atau menghubungi Olivia. Temannya itu biasanya tidur kira-kira pukul sepuluh malam.

Kedua ibu jari Windy mengetik "Liv", seperti halnya dia memanggil Olivia sehari-hari. Kata demi kata yang menyampaikan keinginan Windy tersusun, tetapi kemudian dihapus. Urusan mengetik dan menghapus ini terjadi berulang-ulang dan akhirnya jari-jari Windy hanya mengambang di atas layar ponsel. Hanya tersisa panggilan nama yang belum dikirim. Semakin lama berpikir, ujung-ujungnya Windy melempar benda persegi panjang itu sampai separuh badannya tersembunyi di bawah bantal.

Sejujurnya, Windy sangat ingin memberitahu apa yang dia lihat dari Buku Kamis tadi sore kepada Olivia. Namun, dia ragu. Olivia pernah tidak memercayainya perihal buku ajaib di perpustakaan. Cewek itu pasti akan bertanya kapan dan mengapa Windy mengambil buku itu dari perpustakaan diam-diam. Kemudian, akan disusul pertanyaan-pertanyaan lain yang mengharuskan Windy menceritakan kembali cerita-cerita buruk yang pernah ditampilkan oleh Buku Kamis.

Windy menghela napas. Mengingatnya saja membuat suasana hatinya campur aduk, apalagi mengungkapkan semua yang pernah dia lihat dalam satu waktu. Itu akan terasa seperti mengulang mimpi buruk melalui mulut.

Jujur kepada Olivia itu melelahkan. Sisi positifnya, Olivia pasti ikut membantu Windy memperhatikan keadaan Dina jika cewek itu memercayai Windy. Sebaliknya, Windy pasti dianggap berhalusinasi. Atau lebih parahnya, gila.

Selain jujur, memendam sendiri adalah pilihan lain yang sangat berlawanan. Ini jelas lebih mudah, tetapi Windy tidak tahu apakah dia akan mampu menahan semua beban akibat Buku Kamis yang selalu memperlihatkan sesuatu yang buruk itu. Tindakan ini juga bisa membuat Windy tenggelam dalam rasa penasaran dan kekhawatirannya sendiri mengenai keadaan Dina. Dia tidak tahu bagaimana keadaan fisik dan mental Dina. Juga tidak merasa berhak mengulik kehidupan cewek yang menjadi korban perundungan Reina itu. Yang bisa dilakukannya hanyalah menemani dan menjauhkannya dari Reina. Karena mereka teman satu kelas, akan lebih mudah mengetahui pergerakan Dina jika Windy mulai mengawasi cewek itu.

Untuk kali kedua, Windy menghela napas. Dua-duanya sama-sama bikin capek! Cewek itu menyingkirkan ponsel, lalu membenamkan wajah ke bantal. []

To be continued...

Dan terima kasih banyak buat kalian yang masih menyimpan KBKB di perpus dan bersabar dengan saya T___T.

Sampai ketemu,
Bai

Jika kalian berkenan, silakan cek tiga cerita seri The Things lainnya:
1. Slip Stitch oleh aphroditebae_ setiap Senin
2. GestBox oleh trzvzn setiap Sabtu
3. Soothing Umbrella oleh lovely_taa29 setiap Minggu


[Ketika Buku Kamis Bercerita; Bab 7 (A) telah dipublikasikan pada 27 Januari 2022]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika Buku Kamis BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang