s. a. m. a. r.

36 4 0
                                    

Rasanya seperti bertemu namun tidak meraba.
Sebuah rindu yang masih saja menetap.
Meringkuk di sudut kamar,
enggan menyapa teriknya mentari di pukul sembilan.
Lihai dalam berkata namun tidak pandai untuk bersuara.
Seraya menutup mata,
tubuhnya terlempar pada jurang kegelapan.
Lalu dipeluknya angin yang tidak terasa hangat, padahal bulan masih samar.

Bayangannya terlihat jelas berterbangan dengan mengepakkan sayap indah.
Namun, perlahan meredup dan menghitam.
Tentang pejaman mata yang tak lagi bercerita kita.
Kita hilang pada gundukkan lumpur yang tak sudi lagi untuk dikeruk. 
Pada sadar yang sudah teredam benci.
Lalu tenggelam dalam sendu.
Perihal cinta yang ditarik kembali oleh waktu tanpa adil dan melepas yang lainnya.
Semuanya seperti memaksa hidup tanpa peluk manusia lain.

-Tentang Manusia - Manusia yang Memeluk Erat Luka dan Cinta Dalam PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang