[STORY 4]
GENRE: FANTASI - ROMANCE
Shana adalah mahasiswi baru yang hidup sebatang kara serta terbiasa hidup mandiri. Sejak kecil ia hidup di panti asuhan. Sampai akhirnya, menyewa rumah untuk ia tinggali adalah keputusan tepat karena dirinya tak me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🐇🐇🐇
Pulang kerja, aku sudah terbiasa berjalan kaki. Jarak rumah dan kafe lumayan dekat. Jika menunggu kendaraan umum, kemungkinan sudah tidak ada yang lewat jika sudah larut malam begini. Udara dingin menyambutku yang berjalan di trotoar pinggir jalan. Jalanan yang sepi dari kendaraan, rasanya sunyi dan tenang.
Di sebuah halte bus terlihat seorang Kakek duduk merenung. Jika sedang menunggu bus, mana ada bus yang menerima penumpang jam sembilan malam begini. Aku mendekati Kakek itu. Ia terlihat menunduk dengan pakaiannya yang lusuh serta terlihat sebuah kandang di sampingnya. "Kek, nunggu siapa?" tanyaku. Ia kemudian mendongakkan kepalanya.
"Nunggu cucu Kakek, Nak," jawabnya dengan nada lesu. Aku celingukan, mencari apakah ada orang. Rupanya tidak ada, aku lanjut duduk di sebelah Kakek.
"Cucunya ke mana, Kek? Aku temenin di sini sambil nunggu cucu Kakek dateng, ya."
"Nggak tahu, Nak, tadi katanya mau jemput, gitu," jawabnya. Aku hanya mengangguk saja. Terlihat Kakek ini membawa kandang besi berisi banyak kelinci.
"Kakek jualan kelinci, ya? Lucu-lucu banget, Kek." Jika dipikir-pikir, ucapan Nina dan Henry tadi benar. Aku perlu teman agar tidak kesepian.
"Iya, Kakek jualan kelinci. Mau lihat-lihat dulu, Nak?" tanyanya kemudian memperlihatkan semua kelinci-kelinci itu. Ada banyak jumlahnya. Kebanyakan berwarna putih dan hanya ada satu kelinci berwarna hitam.
"Harganya berapa, Kek?"
"Lima puluh ribu aja, Nak. Tapi kalau saran Kakek, kamu ambil yang hitam. Ini langka, loh, Nak," katanya. Aku langsung mengalihkan pandangan pada satu-satunya kelinci berwarna hitam. Harga yang diberikan kakek ini juga cukup murah untuk ukuran kelinci dewasa yang lumayan besar.
Aku berpikir sejenak, karena aku juga butuh teman di rumah agar tidak kesepian, aku memutuskan untuk membeli kelinci hitam itu. Hitung-hitung membantu Kakek ini karena kelinci yang ia jual masih banyak, kemungkinan sedikit pembeli. "Ya, udah, Kek. Saya ambil yang hitam aja, ya. Sebentar," ucapku lalu mengambil dompet di tas. Menarik uang berwarna biru dari dalam sana.
Dengan wajah yang berbinar-binar, Kakek itu mengambil uang yang kuberikan. "Sebentar, Nak," ucapnya lalu mengeluarkan kelinci hitam dari kandangnya.
Aku menerima kelinci hitam yang diberikan Kakek. Lucu sekali, ukurannya juga lumayan besar. Saking gemasnya, aku mencubiti pipi kelinci ini. "Nak, ini kalung kelincinya." Kakek memberiku sebuah kalung kecil untuk kelinci. Kalung itu memiliki gantungan berbentuk persegi panjang yang bertuliskan kata 'Juna'.
"Juna?" Aku mengernyitkan dahi keheranan. Apa ini nama untuk kelincinya? "Juna ini nama kelinci hitam ini, ya, Kek?" tanyaku pada Kakek.