[STORY 4]
GENRE: FANTASI - ROMANCE
Shana adalah mahasiswi baru yang hidup sebatang kara serta terbiasa hidup mandiri. Sejak kecil ia hidup di panti asuhan. Sampai akhirnya, menyewa rumah untuk ia tinggali adalah keputusan tepat karena dirinya tak me...
Halo, aku up lagi, nih! semoga kalian ga bosen yaa baca cerita ini.
Part ini panjang banget biar kalian puas bacanya. ehehehe
Jangan lupa vote komen ya sengg!
🐇Happy reading🐇
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🐇🐇🐇
Lelah menangisi Juna yang sedang ditangani oleh tabib di dalam. Aku ditemani oleh Grace, sedangkan Alethea pulang duluan karena diajak oleh keluarganya. Sedari tadi hatiku tidak tenang. Tabib yang sedang mengobati Juna tak kunjung keluar. Apa Juna separah itu, ya?
"Sabar, Shana. Juna pasti baik-baik saja. Tabib yang mengobatinya adalah tabib terbaik di Phrysona, Juna pasti diberi obat-obatan yang berkualitas," ucap Grace sembari mengelus punggungku. Aku belum bisa tenang jika tabib itu keluar dari ruangan.
Semua anggota kerajaan berdiri di sini, menunggu tabib selesai mengobati Juna. Rosalind tak kalah sedih dan terisak, ditenangkan oleh Van. "Ini semua salahmu! Atau tujuanmu memang ingin membuat Juna celaka, hah?!" Rosalind masih berteriak sembari menyalahkanku. Aku tahu memang aku yang salah, tetapi dia tidak seharusnya begitu.
"Sudahlah. Ini bukan salah Shana, tetapi sebuah kecelakaan. Kau kalau tidak bisa diam, lebih baik kau pulang saja!" Hans membentak Rosalind sampai gadis itu diam, tetapi masih melirik sinis padaku.
Tak lama kemudian, yang dinantikan datang juga. Tabib yang mengobati Juna itu keluar, dengan pakaian serba putih juga rambut dan jenggot putihnya. "Bagaimana keadaan Juna?" Rosalind segera maju dan menagih jawaban pada tabib itu. Dia terlihat menghapus air matanya.
"Darahnya sudah aku bersihkan. Luka-luka di kepala dan di punggung juga sudah aku tempeli daun herbal agar meredakan rasa sakit. Ah, iya, tadi Pangeran Juna meminta Nona Shana untuk masuk. Yang lain bisa bergantian dengan Nona Shana. Aku permisi dulu." Tabib itu lalu berlalu, meninggalkan kami. Dengan cepat aku segera masuk, tetapi tatapan Rosalind masih saja tajam padaku.
Hatiku sakit tatkala melihat Juna terbaring di sebuah ranjang besar di dalam ruangan ini. Meski sekarang Juna sudah siuman dan memandangiku sembari tersenyum, tetap saja aku sedih karena melihat ia ditempeli banyak sekali daun-daun obat yang ditumbuk. Mulai dari dahi, kaki, dan juga perut. Jari telunjuk sebelah kanannya juga diikat kain, mungkin itu terkena serpihan beling dan darahnya terus mengalir.
"Juna ...." Sialnya, aku menangis saat berjalan mendekat pada Juna yang sedang berbaring itu. Aku berjalan menuju ia, tetapi Juna masih bisa-bisanya tersenyum padaku. "Kenapa malah tersenyum, hah? Kau hampir mati karena menyelamatkanku tadi."
Aku menahan tangis, tetapi tetap saja air mataku jatuh dan tak bisa dibendung. "Aku senang karena istriku baik-baik saja. Kau harus tetap hidup, Shana, karena katanya kau ingin pulang ke duniamu. Bagaimana bisa kau pulang kalau kau mati di sini, hm?" tanya Juna sembari mengelus punggung tanganku.